Bila terdapat orientasi yang kurang tepat, akhirnya, bukan kepuasan yang didapatkan, melainkan kecemasan. Ya, kecemasan timbul karena hati terpaut akan dunia. Seorang pebisnis yang meraih omset hingga miliaran rupiah, begitu cemas karena khawatir pesaingnya mampu untuk menjatuhkannya. Namun di sisi lain, masih ada seseorang yang begitu tenang meski sehari-hari hanya mendapatkan uang puluh ribuan.
Oh, ternyata, kunci segalanya adalah pada hati.Benar, sekali lagi terdapat pada hati.
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa.” (HR. al-Bukhari, no. 6081 dan Muslim, no. 1051).
Bukan berarti kita tidak boleh bekerja, bukan berarti kita tidak boleh menginginkan dunia. Namun, bagaimana kita menjadikan aktivitas kita di dunia berorientasi akhirat. Apapun itu. Sehingga, berhasil dan gagal semua diserahkan pada Allah.
Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).” (HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani).