Ada juga alasan psikologis yang berperan dalam kebiasaan menghela napas panjang. Banyak orang tanpa sadar menggunakan napas panjang sebagai bentuk pengaturan emosi. Ketika kita merasa tertekan, marah, atau cemas, tubuh kita memerlukan cara untuk menyalurkan emosi tersebut. Dalam hal ini, menghela napas panjang berfungsi sebagai bentuk pengendalian diri. Dengan menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, kita memberi sinyal kepada otak bahwa kita sedang berusaha menenangkan diri. Ini bisa dianggap sebagai bentuk mediasi natural yang mendorong rasa rileks kembali.
Namun, tidak hanya keadaan psikologis yang mempengaruhi kita untuk menghela napas panjang. Faktor fisik juga memiliki peran penting dalam perilaku ini. Misalnya, saat kita duduk dalam waktu lama atau berada dalam posisi tubuh yang tidak nyaman, ketegangan otot dapat meningkat. Menghela napas panjang dapat membantu meredakan ketegangan tersebut dengan meregangkan otot-otot yang kaku dan membuat kita merasa lebih nyaman secara fisik. Dengan mengeluarkan napas dalam-dalam, kita juga membantu membuka paru-paru dan memperbaiki aliran udara, yang pada akhirnya memberikan manfaat fisik yang signifikan.
Di samping itu, menghela napas panjang juga dapat menjadi sinyal sosial. Ketika kita mengeluarkan napas dalam situasi sosial, itu bisa memberikan isyarat non-verbal kepada orang-orang di sekitar kita tentang kondisi emosional kita. Dalam banyak budaya, menghela napas panjang bisa diartikan sebagai tanda kelegaan atau kepuasan, memberikan indikasi bahwa kita merasa lebih baik setelah merasakan tekanan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bagaimana tubuh dan komunikasi non-verbal saling berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
