Tampang

Fenomena Kohabitasi di Indonesia: Tren, Alasan, dan Dampaknya bagi Perempuan dan Anak

11 Jan 2025 21:37 wib. 60
0 0
Fenomena Kohabitasi di Indonesia: Tren, Alasan, dan Dampaknya bagi Perempuan dan Anak
Sumber foto: iStock

Penerimaan Sosial

Adanya penerimaan sosial terhadap pasangan kohabitasi menjadi faktor pendorong kohabitasi di Manado. Penerimaan ini dipengaruhi oleh nilai budaya yang menempatkan hubungan individu di atas formalitas pernikahan, serta faktor ekonomi yang seragam di kalangan masyarakat lokal, yang membuat mereka lebih toleran terhadap praktik kohabitasi.

Pasangan kohabitasi di Manado sering kali memiliki komitmen serius dan tetap berorientasi pada pernikahan. Mereka rata-rata menjalani kohabitasi selama 3-5 tahun sebelum memutuskan menikah.

Secara lebih luas, kohabitasi atau kumpul kebo membawa dampak multidimensional, terutama bagi perempuan dan anak. Ketiadaan payung hukum yang melindungi mereka menciptakan ketidakpastian ekonomi dan sosial, mulai dari tidak adanya kewajiban nafkah hingga ketiadaan aturan pembagian aset jika pasangan berpisah.

Dampak kesehatan mental akibat ketidakstabilan hubungan juga tidak dapat diabaikan, baik bagi pasangan maupun anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut. Stigma sosial yang menyertainya semakin memperparah situasi, menempatkan anak dalam posisi rentan terhadap diskriminasi.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?