Namun demikian, Sri Mulyani juga mengakui adanya aturan-aturan dalam Tapera yang perlu disempurnakan, seperti dalam hal penetapan harga rumah dan kriteria peserta Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang maksimal pendapatannya adalah Rp8 juta agar dapat memenuhi syarat mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa sejak tahun 2015 hingga 2024, APBN telah menyediakan total dana sebesar Rp228,9 triliun untuk mendukung sektor perumahan, khususnya bagi MBR. Dana APBN tersebut terdiri dari bantuan uang muka, subsidi suku bunga, dan FLPP untuk menciptakan likuiditas. Pada tahun 2016, dana APBN yang disalurkan mencapai Rp15,25 triliun, tahun 2017 sebesar Rp18 triliun, 2019 mencapai Rp18,81 triliun, dan bahkan pada tahun 2020, jumlahnya meningkat menjadi Rp24,19 triliun di tengah pandemi Covid-19. Pada tahun-tahun berikutnya, dana APBN yang dialokasikan terus mengalami peningkatan, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di lapangan.
Menurut Sri Mulyani, jumlah dana APBN yang begitu besar untuk sektor perumahan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung akses perumahan bagi MBR. Ia menegaskan bahwa dana tersebut tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan terus bergulir untuk memberikan manfaat kepada MBR dengan berbagai kebutuhan perumahan mereka. Ia juga mempertimbangkan bahwa apabila pendapatan masyarakat meningkat, maka dana tersebut bisa digulirkan lebih lanjut untuk membantu MBR lainnya.