Chanoyu didasari oleh empat prinsip filosofis yang saling terkait, diperkenalkan oleh Sen no Rikyu:
- Wa ( - Harmoni): Harmoni dalam segala aspek – antara tuan rumah dan tamu, antara perlengkapan teh, antara manusia dan alam, serta antara waktu dan suasana. Segalanya harus mengalir secara selaras.
- Kei ( - Rasa Hormat): Rasa hormat terhadap tuan rumah, tamu, peralatan teh, alam, dan yang paling utama, terhadap momen itu sendiri. Setiap tindakan dilakukan dengan kesadaran dan penghargaan yang mendalam.
- Sei ( - Kemurnian): Kemurnian fisik dan spiritual. Ini tidak hanya tentang kebersihan peralatan, tetapi juga kemurnian hati dan pikiran. Lingkungan dan jiwa harus bersih untuk menerima pengalaman.
- Jaku ( - Ketenangan): Ketenangan batin dan kedamaian yang mendalam. Ini adalah hasil dari praktik harmonis, rasa hormat, dan kemurnian, mengarah pada kondisi meditasi yang tenang.
Proses Upacara: Gerakan yang Teratur dan Penuh Makna
Sebuah upacara teh formal dapat berlangsung selama beberapa jam dan melibatkan serangkaian gerakan yang sangat presisi, setiap langkah memiliki makna simbolis:
- Persiapan (Koshirae): Tuan rumah mempersiapkan diri dan ruang teh (chashitsu), memilih peralatan teh yang sesuai dengan musim dan tamu.
- Penyambutan Tamu (Mukae): Tamu tiba dan membersihkan diri di taman (roji) sebelum memasuki chashitsu.
- Hidangan Ringan (Kaiseki): Seringkali disajikan hidangan ringan multi-kursus untuk menenangkan perut sebelum minum teh kental.
- Teh Kental (Koicha): Ini adalah inti upacara. Matcha kental disiapkan dengan hati-hati dan dibagikan dari satu mangkuk di antara tamu. Gerakan pembuatan dan penyajian sangat diatur.
- Rehat (Nakadachi): Tamu pergi sebentar ke taman untuk beristirahat dan merenung.
- Teh Encer (Usucha): Setelah rehat, teh encer disiapkan secara individual untuk setiap tamu. Suasana menjadi lebih santai.
- Saling Berpamitan: Upacara berakhir dengan pertukaran rasa syukur dan perpisahan.