Film dengan lokasi pengambilan gambar di Kota Bandung ini juga melibatkan Bapak Walikota Bandung sebagai salah seorang cameo-nya lho! Mungkin, ini bisa jadi adalah salah satu faktor yang membuat orang ingin menonton film ini. Kembali lagi ke ulasan film. Intinya, ini adalah kisah romantika anak SMA di tahun 1990 yang hampir sama seperti kisah romantis pada umumnya. Yang awalnya belum saling suka, lantas kemudian jadi saling suka dengan menghadapi berbagai dinamikanya. Nah, cara penulis membawakan alur cerita yang membuat film ini menarik. Ada banyak hal yang bisa membuat penonton tertawa dan terhibur ketika menyaksikannya. Bahkan aku juga sempat berpikir bahwa genre film ini mungkin komedi romantis. Komedi romantis yang mungkin bisa membuat orang-orang yang sudah tidak duduk di bangku sekolah ingin kembali lagi ke masa itu. Film yang mungkin akan membuat baper jika ditonton sendirian. Seperti salah satu kuotes yang terkenal dari Dilan yang sudah diparodikan, “Jangan nonton film ini sendirian, berat!”
Jujur, yang membuatku merasa agak ‘berat’ adalah, ketika melihat ada penonton film yang masih di bawah usia 13 tahun (sebagai catatan film ini diperuntukkan bagi penonton usia 13 tahun ke atas). Dalam film ini ada adegan-adegan yang memang tidak cocok untuk anak-anak. Mengapa tidak cocok? Dalam film, penulis mengemas cerita mungkin tidak semua hal menunjukkan hal yang positif. Bisa jadi, ada hal-hal negatif yang ada dalam cerita. Nah, bagi orang dewasa, mungkin bisa memiliki ‘imunitas’ atau filter terhadap hal negatif tersebut karena paham bahwa yang ditiru bukanlah hal negatifnya. Nah, untuk anak-anak, tentu belumlah memiliki ‘imunitas’ seperti para orang dewasa. Bisa jadi justru yang menjadi fokus mereka adalah hal negatifnya.