Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat juga menekankan pentingnya sanksi bagi perusahaan yang tidak menaati perintah untuk menghilangkan diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Oleh karena itu, Mirah menduga SE Menaker berpotensi diabaikan oleh perusahaan. “Cuma sayangnya SE itu tidak diiringi dengan sanksi. Ini yang kita lihat bahwa harusnya ada sanksi. Yang saya maksud bagaimana pemerintah memberikan pembinaan kepada perusahaan untuk mematuhi surat edaran yang dimaksud,” ujar Mirah, dikutip dari Kompas TV. Ia menyoroti bahwa saat ini banyak pekerja yang sulit mendapatkan pekerjaan akibat batasan usia, terutama mereka yang di-PHK di usia 30-40 tahun. "PHK massal di mana-mana yang di-PHK itu kan 30-40 tahun, usia-usia yang produktif. Mereka mau cari pekerjaan lagi itu sulit, karena ada pembatasan usia,” kata dia.
Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan, menilai pemerintah tidak cukup hanya SE apabila benar-benar ingin serius memberantas diskriminasi terhadap para pekerja. Menurut Aznil, surat edaran terkait antidiskriminasi terhadap tenaga kerja juga tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat atau mengikat. “Itu tidak cukup dilakukan seperti itu. Surat edaran tidak mempunyai kekuatan hukum. Kalau pemerintah serius, kementerian tenaga kerja serius, harus mengeluarkan kepmen (keputusan menteri) secara berani,” kata Aznil. Ia menyebut SE hanya bersifat imbauan dan tidak ada sanksinya. “Tapi tidak cuma sekadar surat edaran, imbauan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ini perlu gerakan yang komprehensif, yang holistik. Bukan sekadar lip service saja,” tuturnya. Aznil bahkan mengusulkan agar poin-poin antidiskriminasi tersebut bisa dimuat dalam undang-undang.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer pun mengamini bahwa SE tersebut masih lemah dan perlu diperkuat, salah satu opsinya adalah dijadikan peraturan menteri (Permen). Ia menjelaskan, SE ini diniatkan dari awal menjadi langkah pertama menuju peraturan yang lebih kuat. “Penerbitan Permen memerlukan harmonisasi. Untuk menerbitkan Permen, perlu ada SE dulu. SE ini adalah upaya perlindungan para pencari kerja,” kata Noel, sapaan akrabnya. Bahkan, Kemenaker tidak menutup kemungkinan ide di SE antidiskriminasi loker ini bakal dimasukkan ke Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang tengah bergulir di parlemen. “Kalau seandainya mau lebih tinggi lagi, ya jadi undang-undang,” ujar Noel. Usul ini pun disambut positif oleh Komisi IX DPR yang membidangi masalah ketenagakerjaan. Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago setuju SE tersebut ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri (Permen) agar kebijakan ini tidak hanya dianggap imbauan oleh pemberi kerja atau perusahaan. “Surat edaran ini tentu sangat baik dan bisa menjadi solusi bagi para pencari kerja. Tidak boleh ada like dislike. Tetapi akan lebih baik jika Kemenaker membuat Peraturan Menteri (Permen) sebelum UU Ketenagakerjaan yang baru dibuat,” ujar Irma. Hal senada diungkapkan oleh Anggota Komisi IX dari Fraksi PKB, Zainul Munasichin yang berharap kebijakan antidiskiminasi dapat dimuat dalam revisi UU Ketenagakerjaan. “Saya setuju dinaikkan levelnya. Nanti kita masukkan di revisi UU Ketenagakerjaan tahun ini,” kata Zainul.