Setiap hari, kereta mereka berkeliling lintasan yang ditentukan, tetapi sebagian besar waktu dihabiskan di stasiun-stasiun terutama di malam hari. Meskipun tidak memiliki fasilitas yang memadai seperti dapur atau kamar mandi, remaja ini menemukan cara untuk bertahan hidup di dalam gerbong kereta. Mereka membawa perlengkapan pribadi seperti sleeping bag, peralatan mandi portabel, dan peralatan memasak kecil untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Namun, keputusan mereka ini tidak sepenuhnya tanpa biaya. Diperkirakan biaya hidup seorang remaja yang tinggal di kereta mencapai setidaknya Rp 160 juta per tahun, termasuk biaya sewa gerbong, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari. Meskipun terdengar mahal, bagi sebagian remaja ini, ini merupakan pilihan yang lebih terjangkau dibandingkan menyewa rumah atau apartemen di kota-kota besar di Jerman.
Fenomena ini juga menimbulkan kontroversi di masyarakat Jerman. Beberapa pihak mendukung keputusan remaja ini dengan alasan mereka mencari cara bertahan hidup di tengah tantangan ekonomi, sementara yang lain khawatir akan kesejahteraan dan keamanan mereka. Pihak berwenang pun mulai mengkaji dampak dari gaya hidup ini terhadap remaja yang terlibat, serta mencari solusi untuk memberikan akses perumahan yang lebih terjangkau bagi generasi muda Jerman.