Dalam konteks ini, VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Katri Krisnati, menyampaikan bahwa fokus perusahaan saat ini adalah pada penilaian dan evaluasi pasca kebakaran di common gas cleaning plant milik mereka.
Asesmen dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak dan pakar, termasuk kontraktor, subkontraktor, serta produsen peralatan dari berbagai negara. Dia juga menekankan bahwa langkah-langkah selanjutnya akan ditentukan setelah proses asesmen dan evaluasi selesai, menunjukkan komitmen perusahaan dalam menangani situasi tersebut dengan serius.
Freeport-McMoRan sendiri tidak memberikan detail terkait periode relaksasi ekspor konsentrat yang diajukan oleh mereka, namun meminta agar PTFI dapat diberikan relaksasi hingga operasi smelter kembali pulih. Mereka juga menyatakan bahwa PTFI sedang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memperoleh izin untuk terus melakukan ekspor konsentrat tembaga hingga operasi smelter pulih sepenuhnya.
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini juga melaporkan bahwa PTFI telah mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga dan anode slimes yang berlaku hingga Desember 2024. Mereka juga menegaskan komitmennya untuk terus membayar bea ekspor sebesar 7,5% atas konsentrat tembaga sesuai dengan peraturan Indonesia.
Ini merupakan situasi yang menunjukkan bagaimana relasi antara perusahaan pertambangan besar dengan pemerintah dalam rangka menjaga kelangsungan operasionalnya, sekaligus mencerminkan pentingnya penegakan regulasi dalam industri pertambangan.