Tampang

Eks Kepala Bea Cukai didakwa Korupsi dan Pencucian Uang Sebesar Rp. 37,7 Milyar

8 Mei 2024 11:48 wib. 63
0 0
Eks Kepala Bea Cukai didakwa Korupsi dan Pencucian Uang Sebesar Rp. 37,7 Milyar
Sumber foto: google

Kasus korupsi di Indonesia kembali menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara mantan Kepala Bea Cukai Eko Darmanto ke Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Dalam surat dakwaan tersebut, Eko Darmanto didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang senilai Rp37,7 miliar.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan bahwa tim jaksa mendakwa Eko Darmanto dalam satu surat dakwaan terkait penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan nilai terakumulasi sebesar Rp37,7 miliar. Meskipun demikian, Ali tidak menyebutkan detail dakwaan tersebut karena akan dibacakan saat sidang. Namun, salah satu dugaan pencucian uang yang dilakukan Eko Darmanto disebut terkait dengan pembelian gedung di Grand Taman Melati, Margonda, Depok, Jawa Barat.

Kasus ini mencuat setelah Eko Darmanto viral di media sosial karena memamerkan kekayaannya. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap sumber kekayaan yang dimilikinya. Sebagai tanggapan atas hal ini, KPK melakukan pengecekan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dimiliki Eko. Hasil pengecekan tersebut kemudian mengakibatkan KPK meningkatkan status perkara Eko dari penyelidikan menjadi tahap penyidikan yang kemudian menetapkannya sebagai tersangka.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik. Korupsi dan pencucian uang oleh pejabat negara sangat merugikan negara dan masyarakat. Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan menjadi terkuras akibat tindakan korupsi yang dilakukan oknum-oknum di dalam pemerintahan.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?