Yuk, Kita Mengenal Makassar Lewat Fort Rotterdam
Tanggal: 19 Jun 2018 22:52 wib.
Sejarah Kota Makassar tak lepas dari keberadaan Fort Rotterdam yang juga dikenal dengan nama Benteng Ujungpandang. Benteng berbentuk penyu dengan 15 bangunan di dalamnya ini merupakan kompleks pertahanan yang luar biasa kuat. Dindingnya tebal. Segala sarana dan prasarana di dalam kompleks benteng itu juga lengkap untuk memenuhi kebutuhan penghuninya.
Benteng itu semula dinamakan Benteng Ujungpandang dan dibangun oleh Raja Gowa ke-9, Daeng Matanre Karaeng Mangutungi, pada 1545. Tujuannya untuk memperkuat basis pertahanan Kerajaan Gowa di sepanjang pantai Makassar dalam rangka menghadapi ekspansi kekuasaan VOC. Saat itu, VOC terus berupaya meluaskan pengaruhnya dalam bidang politik dan ekonomi di kawasan timur Indonesia.
Pembangunan benteng itu kemudian dilanjutkan oleh Raja Gowa ke-10 yang bernama lengkap I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Kaliung Tunipallangga Ulaweng. Sang Raja menambahkan batu karang dan tanah liat pada dinding untuk menambah kekuatannya.
Pada masa Raja Gowa ke-14, Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tumenanggari Guakanna memperkuat struktur dinding dengan susunan bata dan batu yang dibentuk persegi empat. Bangunan dalam benteng pada awalnya terdiri atas rumah-rumah panggung bertiang kayu, berdinding bambu dengan atap daun nipah yang ditempati prajurit dan bangsawan Kerajaan Gowa. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, benteng itu dijadikan pusat persiapan perang menghadapi tentara Belanda.
Sayangnya, Belanda dapat menaklukkan Kerajaan Gowa melalui perang Makassar pada 1667. Penaklukan itu kemudian dikukuhkan dengan Perjanjian Bungayya (Bongaish Verdag) dan sebagian benteng yang dimiliki Kerajaan Gowa dihancurkan kecuali untuk Benteng Somba Opu dan Benteng Ujungpandang. Benteng Ujungpandang itu kemudian dijuluki Fort Rotterdam Rotterdam merupakan suatu kota di Belanda yang menjadi tempat kelahiran Cornelis Speelman, panglima perang Belanda penakluk Kerajaan Gowa.
Setelah benteng diduduki Belanda, struktur dan desainnya mulai dirombak. Ditambahkan lima bastion di sisi timur dan sisi barat. Karena bentuknya seperti kura-kura, warga lokal menyebutnya sebagai Benteng Panyyua.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda Benteng Ujungpandang berfungsi sebagai markas komando pertahanan, pusat perdagangan, pusat pemerintahan, dan permukiman pejabat-pejabat Belanda temasuk tahanan bagi para penentang Belanda. Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan Indonesia yang diasingkan di dalam Benteng Ujungpandang pada 1834-1855.
Salah satu bangunan dalam kompleks Benteng Fort Rotterdam itu kini dijadikan Museum La Galigo yang dikelola Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak 1970. Museum itu memiliki 4.567 koleksi dengan koleksi terbanyak adalah etnografika, numismatika, dan heraldik.