Wisata Pagi! Lima Jam di Bandung

Tanggal: 8 Mei 2017 18:47 wib.
Pernahkah Anda merasa penat bekerja dan ingin weekend segera datang? Merasa urusan pekerjaan datang bertubi-tubi dan ingin break sesaat? Namun betapa tak mudah untuk menemukan waktu berwisata? Itu pernah juga terjadi pada saya! Ketika akhirnya weekend tiba, mengapa saya begitu menantikan weekend, karena di waktu itulah saya bisa break sesaat dari kepenatan rutin.

Tapi ada hal aneh yang terjadi pada saya, beberapa minggu lalu, ketika akhirnya weekend itu datang, saya seakan kehabisan gaya. Aneh! Rasanya saya baru merasakan ini sekarang. Seakan semua aktivitas weekend sudah pernah  saya lakukan. Yang  saya rasakan saat itu, saya ingin menikmati weekend di luar rumah, namun saya juga ingin menikmati weekend di rumah. Nah lho, saya sempat bingung sendiri. Intinya, tak selamanya weekend ingin  saya habiskan seharian penuh dengan aktivitas di luar ruangan. Dengan kata lain, ada kalanya ingin  saya melalui weekend dengan sebagian di luar rumah dan sisanya, semacam tidur-tidur cantik di rumah.

Nah, hal itu lah yang terjadi pada saya beberapa minggu lalu. Ketika kehabisan gaya, namun tak ingin juga saya pergi ke tempat yang terlalu jauh. Sebenarnya ada banyaaaaaaak tempat baru, di Bandung yang belum  saya kunjungi. Namun, di hari itu saya hanya ingin pergi ke tempat di sekitaran kota saja.

Terlintaslah, bahwa sudah cukup lama saya tidak berolah raga. Mhhhh, olahraga apa? Di mana? Itu pertanyaan selanjutnya. Yang ada di list pikiran saya saat itu adalah: bersepeda? squash? Tapi langsung saya coret dari list karena di rumah hanya ada 1 sepeda sedangkan hari itu sedang ada saudara sepupu saya yang menginap dan juga sedang mengalami mati gaya weekend sama seperti saya. Jadi judulnya kala itu adalah mati gaya berjamaah.

Dan, jurus andalan utama ketika mati gaya adalah, pegang telepon seluler dan mulai buka berbagai sosial media yang dipunya. Media sosial favorit saya adalah instagram. Tring ...jatuh cintalah saya langsung kepada lintasan lari di Lapangan Gasibu yang biru itu. Akhirnya saya utarakan ide pada saudara untuk lari pagi di sana. Dan saudara saya pun mengaminkan ide tersebut. Akhirnya kami pun melaju ke sana. Owh, sebagai perempuan, tentunya kami memikirkan tas apa yang akan kami bawa. Ingat bahwa kami akan lari, kami memutuskan hanya membawa tas slempang kecil untuk kami berdua dan berencana membawanya bergiliran (baca: supaya adil). Kami hanya membawa dompet dan telepon seluler di dalamnya.

Wush... motor kami pun kemudian melalui Jl. Pelajar Pejuang 45, menuju Jl. Laswi, Jl. Riau, dan berbelok di beberapa belokan untuk menuju ke Jl. Diponegoro. Akhirnya, kira-kira dalam 15 menit kami pun tiba di Lapangan Gasibu. Udara segar menyambut kedatangan kami. Senangnya saya berada di Kota Bandung ini dengan udara yang segar, terutama di pagi hari. Matahari pagi, ikut menyambut keberadaan kami. Tentunya ia masih malu-malu, karena saat itu masih pagi. Segar! Itu kata pertama yang terucap ketika saya tiba di sana. Setelah kami parkir motor di bagian kiri Lapangan Gasibu, kami pun segera menuju ke lintasan larinya. Ternyata biru itu lebih indah aslinya daripada di foto. Tak salah saya langsung jatuh cinta sejak melihat birunya lintasan ini. Lintasan biru lapangan ini selang-seling antara biru tua dan biru langit. Warna biru ini lah yang memberikan efek tersendiri untuk membuat orang ingin berlari di atasnya. Karena jujur, saya sebelumnya sama sekali tidak menyukai olahraga lari, sama sekali! Begitu juga dengan saudara saya. Hmmm, apakah ke depannya saya harus melakukan penelitian pengaruh warna biru dengan keinginan untuk orang melakukan olah raga lari? Ah, bisa saja sih, tapi belum bisa saya lakukan untuk saat ini.

Sebagai newcomer di lapangan ini, saya mengamati dulu kegiatan orang-orang lainnya. Ada yang memang berlari, berjalan-jalan, bulu tangkis, skipping, yoga, in line skate, mengobrol, dan tentu saja...selfie! Orang yang datang pun beragam usianya, mulai dari lansia hingga bayi, ada di sini! Kumplit! Setelah saya puas mengamati, akhirnya saya pun melakukan pemanasan, memasang headset, menyalakan musik, dan berlari. Ya Tuhan, mengapa saya baru tahu ada kenikmatan menghabiskan weekend seperti ini di Bandung! Saya sangat menikmatinya, merasakan sejuknya angin, alunan musik, dan tentunya langkah kaki saya ketika berlari. Satu putaran, dua putaran, di tiga putaran saya merasa kelelahan. Namun, saya enggan untuk beranjak dari lintasan biru ini. Saya pun memutuskan untuk berjalan saja mengelilingi lapangan ini. Di putaran selanjutnya, saya pun lari kembali. Di putaran ke lima saya benar-benar kelelahan. Dan memutuskan untuk menepi sesaat. Saudara saya malah sudah duluan menepi dan mulai foto sana sini untuk di unggah di sosial medianya.

Karena masih ingin menikmati lapangan ini, kami pun kemudian memutuskan untuk menyewa raket, tentu saja sepaket dengan kok-nya. Dan harganya ternyata sangat ekonomis! Hanya dengan sepuluh ribu rupiah, kita bisa bermain bulu tangkis sepuasnya! Kami memilih tempat di samping tiang bendera untuk bermain bulu tangkis. Karena memang masih pemula, kami hanya bermain kira-kira 45 menit. Setelah membayar raket, aku masih saja enggan meninggalkan lapangan ini.

Dan tring!!!! Ternyata ada sebuah perpustakaan di samping Lapangan Gasibu ini. Dan beruntungnya kami, saat itu perpustakaannya baru saja buka (jadi belum ramai pengunjung). Ternyata perpustakaan ini buka setiap hari. Hari Senin-Jumat ia buka dari pukul 09.00-18.00, Sabtu 09.00-16.00 dan Minggu pukul 06.00-12.00. Perpustakaan ini cukup nyaman, ketika datang, kita diminta untuk mengisi buku tamu dan kemudian memasukkan barang bawaan ke dalam locker terkunci. Perpustakaan di lengkapi dengan pendingin ruangan dan beberapa komputer. Koleksi bukunya lumayan lengkap, mulai dari buku anak, agama, novel, dll.

Setelah menghabiskan beberapa waktu di perpustakaan ini. Saya pun mulai merasa lapar dan berpikir, sarapan apa ya, yang cocok setelah kami berolahraga dan membaca! Dan gaya andalan ketika kebingungan pun saya lakukan lagi, cek telepon seluler alias browsing sarapan apa yang enak di sekitaran sini. Tapi, pencarian pun berhenti sebelum dimulai. Dengan membaca status temanku, bahwa makan pecel di Taman Lansia adalah salah satu kenikmatan dunia:D Hahaha, status adalah salah satu iklan tak berbiaya.  Taman Lansia letaknya tak jauh dari Lapangan Gasibu dan karena kami sudah lapar berat. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung menuju ke sana dan mencari kedai seperti yang ada di profil picture-nya temanku. Kedai itu pun ketemu dan langsunglah kami memesan nasi pecel! Dan lagi-lagi hanya dengan sepuluh ribu rupiah, kami dapat menikmati nasi pecel yang nikmat ini. Dan lagi-lagi....Tuhan, kenapa saya selama ini tak tahu ada yang menjual nasi pecel senikmat ini di Bandung. Saya mengamati sekeliling (lagi), dan ternyata ada sate kerang, sate telur puyuh, dan sate ayam di kedai ini. Sate-sate tersebut disajikan langsung di meja tanpa kita memesan sebelumnya. Ok, saya tergiur dengan sate kerangnya. Saya mencoba 1 tusuk dan ternyata...Ini sungguh enak! Saya pun mengambil 2 tusuk lagi. Setelah cukup puas makan nasi pecel dan sate kerang, kami pun membayarnya dan pulang. Oh, harga satu tusuk sate adalah 3000 rupiah. Karena saya makan pecel dan 3 tusuk sate, juga 2 gelas air mineral, jadi saya harus membayar 21 ribu rupiah.  Inilah cerita di salah satu weekend saya, tak perlu keluar kota jauh-jauh untuk mendapatkan wisata sehat dan edukatif ketika kita mati gaya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved