Sumber foto: Google

Ramai Wisatawan, Tapi Alam Merana! Siapa Bertanggung Jawab atas Kerusakan Destinasi Populer?

Tanggal: 8 Mei 2025 10:07 wib.
Tampang.com | Jumlah wisatawan domestik dan asing meningkat pesat pada 2024–2025, terutama ke destinasi alam seperti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Labuan Bajo, dan Kawah Ijen. Tapi di balik geliat ekonomi itu, muncul krisis lain: kerusakan lingkungan yang makin tak terkendali.

Daya Dukung Lingkungan Terlampaui
Data Kementerian Pariwisata menunjukkan peningkatan kunjungan ke beberapa taman nasional mencapai 150% dibanding 2022. Sementara, kapasitas maksimal kawasan tersebut sering kali hanya setengahnya. Hal ini menyebabkan kerusakan jalur pendakian, penumpukan sampah, hingga polusi air.

“Sekarang di Kawah Ijen, bau sampah sama kuatnya dengan bau belerang,” kata Rudi, warga lokal sekaligus pemandu wisata.

Pengelolaan Lemah, Keuntungan Tak Dinikmati Komunitas
Banyak destinasi dikelola tanpa rencana jangka panjang berbasis konservasi. Fasilitas wisata dibangun sembarangan, dan keuntungan ekonomi lebih banyak dinikmati pihak luar daripada masyarakat lokal.

Menurut WALHI, ekowisata sejati belum dijalankan secara konsisten. “Yang dijual adalah pemandangan, bukan nilai konservasi. Ini eksploitasi, bukan pariwisata berkelanjutan,” ujar Diah Ayuningtyas, aktivis lingkungan.

Konflik Kepentingan antara Ekonomi dan Ekologi
Pemerintah daerah sering kali terjebak dalam dilema: menarik investasi wisata atau menjaga ekosistem? Kurangnya regulasi yang ketat membuat banyak destinasi rusak sebelum sempat diberdayakan secara lestari.

Contohnya, pembangunan resort di kawasan sempadan pantai di Labuan Bajo yang merusak terumbu karang dan meminggirkan nelayan lokal.

Solusi: Batasi Jumlah Pengunjung dan Libatkan Masyarakat
Pakar pariwisata UGM, Dr. Hana Pratiwi, menyarankan penerapan kuota harian pengunjung dan sistem reservasi berbasis data lingkungan. Selain itu, masyarakat lokal harus dilibatkan sebagai penjaga sekaligus penerima manfaat utama dari wisata.

“Kalau masyarakat diberi ruang dan keuntungan, mereka akan jadi pelindung alam, bukan korban pembangunan,” katanya.

Memastikan Wisata Tak Mengorbankan Alam
Pariwisata seharusnya memperkuat hubungan manusia dengan alam, bukan merusaknya. Jika tak dikendalikan, kita bisa kehilangan daya tarik wisata justru karena kesuksesannya sendiri.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved