Sumber foto: Kompas.com

Minim Standar Keamanan, Dua Kecelakaan Kapal Wisata dalam Sepekan Jadi Peringatan Keras

Tanggal: 18 Mei 2025 08:39 wib.
Tampang.com | Dua kecelakaan kapal wisata dalam kurun waktu sepekan kembali menyoroti persoalan minimnya standar keamanan kapal wisata di Indonesia. Insiden tragis ini terjadi pada kapal Tiga Putera yang membawa 107 penumpang dari Pulau Tikus menuju Bengkulu pada Minggu (11/5/2025), serta kapal KM Wafil Putra yang mengangkut 21 penumpang dari Labuan Bajo menuju Lombok pada Rabu (14/5/2025).

Kecelakaan kapal Tiga Putera menimbulkan korban jiwa sebanyak delapan orang. Sementara itu, tiga dari 99 penumpang yang selamat masih menjalani perawatan intensif di ruang ICU Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Harapan dan Doa (RSHD) Kota Bengkulu. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran para pengamat pariwisata terkait standar keselamatan kapal wisata yang selama ini dinilai belum memadai.


Kriteria Standar Kapal Wisata Masih Kabur

Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM), Janianton Damanik, mengungkapkan bahwa belum ada kriteria jelas yang mengatur definisi dan standar kapal wisata di Indonesia. “Ada kebingungan apakah kapal wisata hanya sekadar kapal yang membawa wisatawan, atau harus memenuhi standar internasional seperti kapal wisata pada umumnya. Sepanjang pengetahuan saya, standar tersebut belum ada,” jelas Janianton kepada Kompas.com, Rabu (14/5/2025).

Menurutnya, kapal wisata idealnya harus dilengkapi dengan alat keselamatan yang mudah diakses dan informasi penyelamatan yang disampaikan kru kepada penumpang. Namun kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. “Kadang alat keselamatan tidak tersedia, atau meskipun ada, sulit diakses saat darurat,” tambahnya sambil mengenang pengalamannya naik kapal wisata di Danau Toba.


Pelajaran dari Standar Internasional

Janianton membandingkan dengan pengalaman menggunakan kapal wisata di Amsterdam, Belanda, di mana standar keselamatan sangat ketat dan teratur. Setiap kru diwajibkan menjelaskan prosedur evakuasi layaknya pramugari di pesawat terbang, meskipun rute yang dilalui hanyalah sungai.

“Ini harus menjadi pekerjaan bersama agar standar keselamatan kapal wisata di Indonesia bisa setara dengan transportasi lain yang menuntut keselamatan tinggi, seperti pesawat. Karena risiko kecelakaan kapal juga tidak kalah berbahaya,” tegas Janianton.


Siapa yang Bertanggung Jawab?

Ketidakjelasan standar ini membuat tanggung jawab menjadi kabur, dari pemerintah hingga pengelola jasa wisata dan pemilik kapal. Pemerintah Kota Bengkulu bahkan menemukan fakta bahwa kapal Tiga Putera hanya memiliki izin usaha manual dan tidak terdaftar secara resmi sebagai usaha daerah, sementara izin operasional dari Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) masih dipertanyakan.

Wali Kota Bengkulu, Dedy Wahyudi, menegaskan akan membuat regulasi khusus untuk kapal wisata tujuan Pulau Tikus agar kejadian serupa tidak terulang. “Izin operasional harus diatur ketat oleh KSOP,” ujarnya.


Peran Kementerian dan Stakeholder

Janianton menekankan pentingnya keterlibatan berbagai kementerian, terutama Kementerian Perhubungan yang mengawasi keselamatan transportasi laut, serta Kementerian Pariwisata yang dapat membantu merumuskan standar kenyamanan dan kapasitas kapal wisata. “Kalau sudah menyangkut nyawa penumpang, itu domain Kementerian Perhubungan. Namun, dari sisi pariwisata, penumpang harus merasa nyaman dan aman,” pungkasnya.


Kecelakaan kapal wisata yang terjadi dalam waktu singkat ini menjadi alarm serius bagi industri pariwisata dan transportasi laut Indonesia untuk segera memperbaiki standar keselamatan demi melindungi nyawa pengunjung dan membangun kepercayaan wisatawan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved