Maldives Naikkan Tarif Pajak Wisatawan, Bisakah Ini Mempengaruhi Industri Pariwisata?
Tanggal: 8 Des 2024 12:46 wib.
Maladewa, atau dikenal juga dengan nama Maldives, merupakan salah satu destinasi wisata yang penuh dengan pesona bagi para pengunjung. Dengan keindahan hamparan lautnya yang eksotis, negara kepulauan ini telah menjadi incaran bagi banyak orang yang ingin menikmati keindahan alam yang luar biasa.
Namun, tanpa diduga, pemerintah Maladewa telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan tarif pajak bagi para wisatawan. Dimulai dari 1 Desember 2024, Maladewa akan menaikkan pajak keberangkatan bagi wisatawan non-penduduk hingga mencapai 400%.
Kenaikan tarif pajak ini akan memberikan dampak signifikan bagi para wisatawan yang hendak berkunjung ke Maladewa. Sebelumnya, para wisatawan hanya dikenakan biaya sebesar US$ 30 (sekitar Rp 480 ribu) untuk penumpang kelas ekonomi saat hendak meninggalkan negara tersebut. Namun, dengan adanya peningkatan tarif ini, biaya yang harus dikeluarkan para wisatawan akan melonjak hingga setidaknya US$ 50 (sekitar Rp 800 ribu).
Bagi para wisatawan yang memilih bepergian dengan kelas bisnis, biaya yang harus mereka bayar juga akan mengalami kenaikan yang tajam. Dari sebelumnya sekitar US$ 60 (sekitar Rp 960 ribu), biaya untuk penerbangan tersebut akan meningkat menjadi sekitar US$ 120 (hampir Rp 2 juta) per orang, atau naik dua kali lipat lebih tinggi dari sebelumnya.
Namun, kenaikan biaya ini tidak hanya terjadi pada kelas-kelas penerbangan tertentu, tetapi juga berlaku bagi penumpang kelas utama dan jet pribadi.
Bagi penumpang kelas utama, biaya penerbangan yang sebelumnya hanya sekitar US$ 90 (Rp 1,5 juta) akan naik menjadi sekitar US$ 240 (Rp 3,8 juta), sementara bagi penumpang jet pribadi, biaya yang sebelumnya sekitar US$ 120 (Rp 1,9 juta) akan melonjak hingga mencapai sekitar US$ 480 (Rp 7,6 juta).
Tak hanya itu, biaya-biaya tambahan ini juga akan berlaku secara seragam tanpa memandang durasi tinggal para wisatawan. Artinya, meskipun wisatawan hanya menginap pada hotel atau resor selama satu atau dua malam, mereka tetap akan dikenakan biaya yang sama.
Namun, kenaikan biaya ini tidak hanya terjadi pada tarif keberangkatan para wisatawan, namun juga pada pajak hijau yang dikenakan untuk setiap tamu yang menginap di Maladewa. Dimulai dari bulan Januari 2025, pajak hijau untuk wisatawan di Maladewa juga akan meningkat dua kali lipat dari sebelumnya.
Bagi tamu yang menginap di resor besar dengan lebih dari 50 kamar, biaya yang sebelumnya sekitar US$ 6 (Rp 96 ribu) per malam akan naik menjadi sekitar US$ 12 (Rp 192 ribu), sementara untuk properti yang lebih kecil, biaya yang sebelumnya sekitar US$ 3 (Rp 48 ribu) akan menjadi sekitar US$ 6 (Rp 96 ribu) per malam.
Tidak hanya itu, pajak barang dan jasa pariwisata juga akan mengalami kenaikan dari 16% menjadi 17% pada bulan Juli tahun depan, yang tentunya akan semakin menambah pengeluaran para wisatawan saat berlibur.
Selain itu, pihak berwenang juga mengharapkan resor dan operator pariwisata untuk menyetorkan seluruh pendapatan dalam mata uang asing ke bank lokal dan menukarkan setidaknya US$ 500 (sekitar Rp 8 juta) per tamu per bulan ke dalam Rufiyaa Maladewa melalui bank berlisensi di negara tersebut.
Untuk wisma dan hotel dengan kurang dari 50 kamar, mereka diminta menukarkan US$ 25 (sekitar Rp 400 ribu) untuk setiap kedatangan wisatawan. Sanksi yang diberikan dalam kasus ketidakpatuhan terhadap aturan ini pun cukup berat, resor atau hotel dapat dikenakan denda hingga MVR 1 juta (sekitar Rp 1 juta).
Kebijakan ini diambil oleh pemerintah Maladewa sebagai upaya untuk mengatasi defisit transaksi berjalan yang tinggi, serta memastikan cadangan devisa yang cukup untuk membayar utang negara. Meskipun demikian, beberapa kritikus mengkhawatirkan kemungkinan dampak negatif dari kebijakan ini terhadap industri pariwisata di Negara tersebut.
Sebagai contoh, dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur Otoritas Moneter Maladewa, Mohamed Moosa, ketua Crown and Champa Resorts menyebutkan bahwa kebijakan ini dianggap sewenang-wenang dan sulit untuk dilaksanakan. Mereka juga memperingatkan adanya dampak domino yang dapat merugikan pada perekonomian, mengingat sekitar 30% dari PDB Maladewa bergantung pada sektor pariwisata.
Pemerintah Maladewa sendiri menargetkan jumlah kedatangan sebesar 2,4 juta wisatawan pada tahun 2025 (naik dari 2 juta tahun ini), namun para pemimpin industri pariwisata mengingatkan bahwa wisatawan mungkin akan membatalkan rencana mereka karena adanya biaya tambahan yang signifikan, sehingga kebijakan ini berpotensi menghambat pertumbuhan industri pariwisata lebih lanjut.
Dalam konteks ini, diperlukan langkah-langkah strategis agar industri pariwisata di Maladewa tetap dapat berkembang secara berkelanjutan.
Dengan rencana kenaikan tarif pajak yang signifikan ini, para wisatawan yang berencana berkunjung ke Maladewa akan perlu mempertimbangkan ulang anggaran perjalanan mereka. Kenaikan biaya ini perlu menjadi perhatian bagi pelaku industri pariwisata di Maladewa, serta pemerintah, agar dapat menjaga eksistensi negara ini sebagai destinasi wisata yang menarik bagipara pengunjung.