Sumber foto: iStock

X vs Pemerintah India: Elon Musk Gugat Sensor Ketat di Media Sosial

Tanggal: 25 Mar 2025 14:54 wib.
Hubungan antara platform sosial media X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, dan pemerintah India semakin panas. Beberapa waktu lalu, Elon Musk, pemilik X, bahkan bertemu dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi, di Washington DC. Pertemuan tersebut diwarnai momen hangat, di mana Musk memberikan hadiah khusus kepada Modi dan memperkenalkan perdana menteri kepada keluarganya. Modi sendiri menggambarkan pertemuan ini sebagai interaksi yang sangat produktif dan positif.

Namun, tak lama setelah pertemuan tersebut, tepatnya pada 5 Maret, platform media sosial yang dikelola oleh Musk ini mengajukan gugatan terhadap pemerintah India. Dalam gugatan tersebut, X menuduh pemerintah India melakukan penyensoran konten online secara berlebihan dan tidak sah. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar mengingat kerjasama yang tampaknya telah terjalin sebelumnya antara Musk dan Modi.

Di dalam dokumen gugatan yang diajukan di Pengadilan Tinggi Karnataka, X menyebutkan bahwa tindakan pemerintah India dalam memblokir konten online berjalan di luar batas hukum yang sah. Platform ini mempertanyakan kewenangan pemerintah yang mengizinkan pejabat di kementerian untuk menghapus konten yang dianggap ilegal tanpa mengikuti proses hukum yang telah diatur oleh Undang-Undang Teknologi Informasi negara tersebut.

Sebagai referensi, Pasal 69A dari Undang-Undang Teknologi Informasi yang diterima pada Oktober 2000 memberikan hak kepada Kementerian Teknologi Informasi India untuk melakukan penghapusan konten yang dinilai berbahaya bagi keamanan negara serta "kesopanan publik." Namun, proses ini seharusnya melibatkan izin dari Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi (MeitY). Dalam artikel ini, penting untuk dicatat bahwa sebelum konten dapat dihapus, MeitY harus melakukan peninjauan terlebih dahulu dan kemudian memutuskan apakah konten tersebut layak disensor atau tidak.

Saat ini, pemerintah India telah memperkenalkan mekanisme baru yang ditetapkan dalam Pasal 79(3)(b) dari Undang-Undang Teknologi Informasi, yang bergantung pada proses pemblokiran yang tidak membutuhkan prosedur panjang. Pasal tersebut memungkinkan penghapusan konten online hanya berdasarkan pemberitahuan dari pejabat pemerintah, yang dapat disampaikan melalui portal "Sahyog", yang berarti kerja sama dalam Bahasa Inggris. Portal ini tidak memberikan ruang bagi cek yudisial dalam bentuk apapun, sehingga menambah kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan.

Platform media sosial seperti X diwajibkan untuk mendaftar pada portal Sahyog ini. X mengklaim bahwa keharusan ini akan membuka jalan bagi penyensoran yang tidak adil dan sewenang-wenang dari pemerintah. Menurut Apar Gupta, pengacara yang juga merupakan salah satu pendiri Yayasan Kebebasan Internet, tindakan pemerintah tersebut menciptakan 'kekuatan sensor legal' yang tidak memiliki jaminan, dan hal ini berpotensi menghilangkan perlindungan yang seharusnya ada terhadap sensornya. 

Seiring dengan munculnya portal Sahyog, pemerintah India memperbolehkan departemen mana pun untuk menunjuk petugas yang dapat mengajukan permintaan penghapusan konten. Sebagai contoh, awal tahun ini, Kementerian Perkeretaapian India menggunakan kekuasaan ini untuk mengarahkan X agar menghapus lebih dari 200 video terkait penyerbuan yang terjadi di New Delhi pada bulan Februari. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah kini dapat mengendalikan informasi yang bersirkulasi di media sosial dengan cara yang lebih cepat dan tanpa kontrol yudisial yang ketat.

Gupta juga menekankan bahwa dengan cara ini, pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang melanggar hukum, dan klaim yang dibuat oleh X tentang tindakan sensor tersebut dianggap dapat dibenarkan. Menyusul pengajuan gugatan ini, berita mengenai kasus antara X dan pemerintah India mulai tersebar luas di media. 

Sidang untuk kasus tersebut dijadwalkan akan berlangsung di Pengadilan Tinggi Karnataka pada tanggal 27 Maret. Situasi ini membawa perhatian tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah internasional, mengingat dampak yang signifikan terhadap kebebasan berpendapat di dunia maya. X berusaha untuk memanfaatkan kebebasan berpendapat dan menuntut agar pemerintah India memberi batasan yang lebih jelas terhadap wewenang yang dimiliki mereka terkait sensor konten online.

Dengan semakin ketatnya regulasi di dunia digital, berbagai organisasi hak asasi manusia dan pelindung kebebasan berekspresi sudah mulai bersuara. Mereka menekankan bahwa tindakan penyensoran yang berlebihan hanya akan menimbulkan iklim ketakutan di kalangan pengguna internet, dan dapat membatasi akses terhadap informasi yang diinginkan oleh publik. Dalam konteks ini, gugatan X kepada pemerintah India bisa menjadi titik balik dalam perdebatan mengenai hak dan kebebasan di ranah digital di India.

Konflik antara X dan pemerintah India ini merupakan contoh nyata dari tantangan yang dihadapi oleh platform media sosial di seluruh dunia. Banyak negara yang mencoba mengatur konten di internet, tetapi dalam prosesnya seringkali melanggar prinsip-prinsip kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Situasi ini pun menunjukkan bahwa meskipun ada interaksi yang tampak baik antara pemimpin bisnis dan negara, kenyataannya bisa berbalik dengan cepat saat kepentingan bisnis dan kebijakan pemerintah bertabrakan.

Maka, perkara ini tidak hanya berdampak pada X dan pemerintah India, tetapi juga menjadi perhatian bagi berbagai platform lain yang beroperasi di wilayah hukum India dan di seluruh dunia. Bagaimana X dan pemerintah India akan melanjutkan kasus ini bisa menjadi indikator arah kebijakan regulasi internet di berbagai negara lainnya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved