WhatsApp Dituding Jadi Alat Mata-Mata Israel, Iran Minta Warganya Hapus Aplikasi Ini!
Tanggal: 20 Jun 2025 13:58 wib.
Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kembali memuncak, kali ini menyeret aplikasi pesan populer WhatsApp ke dalam pusaran konflik. Pemerintah Iran baru-baru ini menyerukan kepada seluruh warganya agar segera menghapus WhatsApp dari perangkat mereka. Seruan ini disampaikan secara resmi melalui media milik pemerintah pada Selasa, 17 Juni 2025.
Alasan utama di balik permintaan tersebut adalah tuduhan bahwa WhatsApp — aplikasi milik raksasa teknologi Meta — digunakan sebagai alat mata-mata oleh Israel. Pemerintah Iran menuding WhatsApp telah menyalahgunakan data pengguna warga Iran dan mengalirkannya ke pihak intelijen Israel. Namun, hingga kini belum ada bukti konkret yang dipublikasikan untuk mendukung klaim tersebut.
Pihak Meta langsung membantah tudingan ini dengan tegas. Mereka menyatakan bahwa laporan tersebut tidak berdasar dan berpotensi dijadikan alasan politik untuk membatasi kebebasan digital warga Iran. Menurut Meta, WhatsApp justru merupakan sarana komunikasi vital, terutama saat terjadi krisis, dan pemblokiran hanya akan memperburuk keterasingan masyarakat Iran dari dunia luar.
WhatsApp Kembali Jadi Target Sensor Pemerintah
Bukan kali pertama WhatsApp diblokir di Iran. Sebelumnya, akses terhadap aplikasi ini pernah dihentikan pada 2022 pasca gelombang protes nasional akibat kematian Mahsa Amini, seorang perempuan muda yang tewas dalam tahanan polisi moral. WhatsApp dan Instagram saat itu menjadi alat komunikasi utama bagi para demonstran, yang kemudian dibatasi oleh pemerintah.
Baru pada Desember 2024, akses ke WhatsApp kembali dibuka secara terbatas. Namun, setelah eskalasi militer terbaru antara Israel dan Iran — khususnya pasca serangan udara Israel pada Jumat lalu yang menyasar fasilitas nuklir Iran — pemerintah kembali mengetatkan pengawasan dan memblokir sejumlah layanan digital, termasuk WhatsApp.
Internet Iran Lumpuh, Pengguna VPN Meroket
Lembaga pemantau internet global seperti NetBlocks dan Cloudflare melaporkan adanya gangguan internet besar-besaran di Iran sejak Rabu, 18 Juni 2025. Konektivitas nasional dilaporkan turun drastis hingga mencapai 90%, membuat jutaan warga tidak bisa mengakses layanan daring seperti biasa.
Kondisi ini mendorong lonjakan drastis penggunaan Virtual Private Network (VPN) sebagai solusi alternatif. Laporan dari Proton VPN menunjukkan bahwa jumlah pengguna meningkat hingga 700% hanya dalam waktu tiga hari. Namun sayangnya, pemerintah Iran juga mulai membatasi akses terhadap layanan VPN. Banyak pengguna melaporkan VPN tidak bisa berfungsi secara optimal atau bahkan sama sekali tidak bisa tersambung.
Juru bicara dari Proton VPN, David Peterson, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi tersebut. Ia menyoroti bahwa langkah Iran ini bukan sekadar perlindungan siber, melainkan bagian dari normalisasi kontrol terhadap arus informasi yang masuk dan keluar dari negara tersebut. "Pemadaman internet dan pembatasan akses digital telah menjadi alat sistematis bagi pemerintah Iran untuk mengendalikan warganya," ujar Peterson, dikutip dari TechRadar.
Alasan Pemerintah: Keamanan Nasional
Pemerintah Iran menyatakan bahwa tindakan pembatasan ini hanya bersifat sementara dan terarah. Tujuannya, menurut mereka, adalah untuk melindungi infrastruktur digital nasional dari potensi serangan siber yang meningkat di tengah konflik regional yang sedang memanas. Mereka mengklaim bahwa langkah ini dilakukan demi menjaga stabilitas keamanan dalam negeri.
Namun, para pengamat keamanan digital dan pegiat HAM menilai alasan tersebut hanyalah dalih untuk memperkuat pengawasan dan sensor terhadap masyarakat. Dalam pandangan mereka, pemadaman akses informasi merupakan strategi yang sering digunakan oleh rezim otoriter untuk menekan kebebasan sipil, khususnya saat ketegangan politik atau sosial meningkat.
Ketakutan akan Isolasi Digital Makin Nyata
Bagi jutaan warga Iran, pembatasan akses terhadap WhatsApp dan layanan internet lainnya bukan hanya soal kehilangan sarana hiburan atau komunikasi. Lebih dari itu, hal ini berarti terputusnya hubungan dengan dunia luar, keluarga di luar negeri, dan sumber informasi independen.
Sebagian besar warga Iran kini mengandalkan aplikasi pihak ketiga, perangkat lunak terenkripsi, dan jaringan virtual yang kompleks hanya untuk sekadar tetap online. Namun dengan meningkatnya sensor dan kontrol pemerintah terhadap teknologi semacam ini, ketakutan akan totalitas isolasi digital makin menghantui.
Apalagi dengan tudingan bahwa aplikasi populer seperti WhatsApp telah dimanfaatkan untuk kepentingan asing — dalam hal ini Israel — wacana blokir total terhadap layanan komunikasi global tampaknya semakin dekat dengan kenyataan.
Dunia Internasional Soroti Situasi Digital Iran
Sejumlah negara dan organisasi internasional telah menyuarakan kekhawatiran atas kondisi kebebasan digital di Iran. Mereka menyerukan agar pemerintah menghormati hak asasi warga untuk terhubung dengan dunia luar dan mengakses informasi tanpa sensor.
Sementara itu, Meta terus memantau situasi dan berharap bahwa WhatsApp tetap dapat digunakan oleh masyarakat Iran, terutama di masa-masa genting seperti saat ini.
Situasi ini mencerminkan pertarungan antara otoritas negara dan hak digital individu, sebuah konflik yang kini makin sering muncul di berbagai belahan dunia — dengan Iran menjadi salah satu contohnya yang paling mencolok.