Waspada Ulasan Palsu AI: Canggih Tapi Menyesatkan, Apakah Kamu Pernah Tertipu?
Tanggal: 19 Apr 2025 19:21 wib.
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa banyak manfaat, namun juga menghadirkan tantangan baru yang meresahkan, terutama dalam dunia digital marketing dan e-commerce. Salah satu dampaknya yang kini banyak dibicarakan adalah kemampuan AI dalam menghasilkan ulasan palsu secara cepat, rapi, dan seolah-olah dibuat oleh pengguna asli. Fenomena ini membuat para pelaku bisnis dan konsumen mulai khawatir akan keaslian informasi yang mereka baca secara online.
Masalah ulasan palsu sebenarnya bukan hal baru. Platform besar seperti Amazon dan Yelp sudah lama berjuang melawan praktik ulasan berbayar, di mana pelaku bisnis memberikan imbalan kepada pengguna agar meninggalkan review positif. Bahkan, ulasan-ulasan palsu ini sering diperdagangkan secara sembunyi-sembunyi melalui grup media sosial tertutup antara para "makelar ulasan" dan pemilik bisnis.
Namun, kehadiran teknologi seperti ChatGPT dan alat pembuat teks AI lainnya memperparah keadaan. Kini, siapa pun bisa memproduksi ratusan hingga ribuan review palsu dalam waktu yang sangat singkat, tanpa harus repot mencari orang yang menuliskannya secara manual. Inilah yang membuat ulasan buatan AI menjadi ancaman serius di berbagai sektor.
Menurut laporan The Transparency Company, sejak pertengahan 2023 mereka mulai mencatat lonjakan signifikan dalam volume ulasan yang diduga dibuat oleh AI. Dalam analisis terhadap 73 juta ulasan dari sektor hukum, layanan rumah tangga, hingga kesehatan, hampir 14% di antaranya terindikasi palsu. Dari jumlah itu, sekitar 2,3 juta ulasan diyakini sepenuhnya atau sebagian besar dihasilkan oleh AI.
Maury Blackman, penasihat teknologi sekaligus calon CEO perusahaan tersebut, menegaskan bahwa teknologi AI saat ini memberikan "senjata ampuh" bagi para penipu. Mereka dapat membuat ulasan sangat meyakinkan, menggunakan gaya bahasa natural, dan menyisipkan kata-kata yang tampak autentik bagi sistem algoritma pencarian maupun konsumen awam.
Hal serupa juga ditemukan oleh perusahaan perangkat lunak DoubleVerify yang melaporkan peningkatan aplikasi ponsel dan smart TV dengan ulasan buatan AI. Review tersebut bahkan digunakan untuk menyesatkan pengguna agar mengunduh aplikasi berbahaya yang bisa mencuri data, menampilkan iklan spam tanpa henti, bahkan mengambil alih perangkat.
Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh tindakan Komisi Perdagangan Federal (FTC) yang secara resmi menggugat perusahaan pembuat alat penulisan AI bernama Rytr. FTC menyatakan bahwa layanan tersebut memungkinkan pelanggannya membuat ribuan ulasan palsu untuk berbagai bisnis, termasuk layanan perbaikan rumah dan penjual produk tiruan. Tahun ini, FTC pun telah mengeluarkan aturan yang melarang praktik jual beli ulasan palsu, sebagai upaya melindungi konsumen dari informasi menyesatkan.
Di sisi lain, beberapa pengembang perangkat lunak seperti Pangram Labs juga sedang mengembangkan alat pendeteksi ulasan berbasis AI. CEO-nya, Max Spero, mengklaim bahwa perangkatnya dapat mendeteksi ulasan AI yang tampil di posisi atas pencarian Amazon. Ia menyebutkan bahwa ulasan semacam ini biasanya sangat rapi, panjang, dan menggunakan struktur yang terlihat meyakinkan namun sebenarnya penuh frasa kosong.
Sayangnya, proses membedakan ulasan asli dan palsu tidak semudah kelihatannya. Amazon bahkan menyebut bahwa pihak luar sering tidak memiliki akses ke sinyal data internal yang dibutuhkan untuk mendeteksi penyalahgunaan sistem. Selain itu, banyak pelaku yang semakin cerdik dalam menyamarkan aktivitas mereka.
Misalnya, di platform seperti Yelp, banyak akun pengguna berusaha mendapatkan lencana "Elite" agar lebih dipercaya. Mantan penyidik federal Kay Dean menyebutkan bahwa para pelaku ulasan palsu aktif mengejar lencana ini karena dianggap meningkatkan kredibilitas profil mereka.
Namun, penting dicatat bahwa tidak semua ulasan buatan AI bertujuan menipu. Sebagian pengguna memang memanfaatkan AI untuk menyampaikan pendapat asli mereka secara lebih rapi atau untuk memastikan tata bahasa mereka benar—terutama bagi pengguna yang bukan penutur asli bahasa Inggris. Dalam kasus seperti ini, AI dianggap bisa meningkatkan kualitas review.
Menurut Sherry He, profesor pemasaran dari Michigan State University, AI bisa menjadi alat bantu positif selama digunakan dengan niat baik. Ia menyarankan agar platform digital lebih fokus memantau pola perilaku mencurigakan, bukan serta-merta membatasi penggunaan AI secara menyeluruh.
Sebagai konsumen, penting untuk lebih jeli saat membaca ulasan. Hindari percaya begitu saja pada review yang terlalu sempurna atau sebaliknya, terlalu negatif. Waspadai juga kalimat yang terlalu sering mengulang nama produk, atau penggunaan frasa klise seperti “hal pertama yang saya perhatikan” atau “produk ini benar-benar mengubah hidup saya”. Itu bisa jadi ciri khas teks buatan mesin.
Penelitian dari Balázs Kovács, profesor di Yale, bahkan menunjukkan bahwa banyak orang gagal membedakan antara ulasan asli dan ulasan AI. Bahkan teknologi pendeteksi AI pun kesulitan mengenali jika teksnya terlalu pendek.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, konsumen harus terus membekali diri dengan literasi digital yang baik. Jangan sampai kita tertipu oleh ulasan palsu yang tampak sempurna namun menyesatkan. Di era AI, kemampuan berpikir kritis dan cermat saat membaca menjadi senjata utama untuk menghindari jebakan informasi palsu.