Sumber foto: iStock

Waspada! Penjahat Siber Kini Menyamar Jadi Pejabat Lewat AI untuk Curi Data dan Uang

Tanggal: 17 Mei 2025 13:01 wib.
Dalam era digital yang semakin canggih, kejahatan siber pun ikut berevolusi. Kini, para penjahat dunia maya memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk melakukan penipuan yang semakin sulit dikenali. Laporan terbaru dari FBI menyebutkan bahwa ada pelaku kejahatan siber yang menyamar sebagai pejabat tinggi Amerika Serikat dengan menggunakan pesan suara dan teks buatan AI. Tujuannya? Tidak lain untuk membobol akun pribadi milik pejabat negara dan mencuri informasi penting.

Menurut pernyataan resmi FBI yang dikutip oleh Reuters pada Sabtu (17/5/2025), para pelaku menargetkan individu berpengaruh, baik yang masih menjabat maupun yang sudah tidak aktif, baik di tingkat federal maupun negara bagian. Mereka menjalankan modus dengan menjalin komunikasi awal melalui pesan teks, seolah-olah berasal dari pejabat asli. Setelah korban merasa percaya, mereka diarahkan untuk berpindah ke platform pesan lain. Namun, platform tersebut merupakan situs jebakan yang dirancang khusus untuk mencuri data kredensial seperti nama pengguna dan kata sandi.

Teknologi AI Jadi Senjata Baru Hacker

Yang membuat kasus ini menjadi lebih memprihatinkan adalah penggunaan teknologi AI dalam menciptakan pesan suara dan teks yang sangat meyakinkan. Penjahat siber bisa memalsukan suara dan gaya bicara seorang pejabat, membuat korban semakin yakin bahwa mereka sedang berinteraksi dengan orang yang sebenarnya. Dalam banyak kasus, ini membuat proses manipulasi psikologis (social engineering) menjadi lebih kuat dan efektif.

Setelah berhasil mencuri data login, para pelaku bisa menggunakan akses tersebut untuk menyusup ke akun lain milik pejabat berbeda, menggali informasi rahasia, atau bahkan memanfaatkan akun tersebut untuk meminta dana dari jaringan kenalan korban. Tindakan ini bisa berdampak luas, bukan hanya dari sisi finansial, tetapi juga mengancam keamanan nasional dan integritas institusi negara.

Ancaman Serupa Terjadi di Indonesia

Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah mengungkapkan adanya kasus penipuan yang melibatkan teknologi deepfake—sebuah bentuk AI yang mampu memalsukan wajah dan suara dalam video. Dalam kasus ini, seorang tersangka berinisial JS, seorang buruh harian lepas berusia 25 tahun asal Pringsewu, Lampung, telah berhasil memalsukan video yang menampilkan tokoh-tokoh penting seperti Presiden RI Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menurut Brigjen Himawan Bayu Adji, Dirtipidsiber Bareskrim Polri, JS diketahui sudah menjalankan aksinya sejak tahun 2024. Ia menyebarkan video palsu dengan tampilan para pejabat negara dan selebritas Indonesia yang dibuat seolah-olah sedang berbicara atau menyampaikan pernyataan. Video tersebut digunakan untuk mengelabui masyarakat dan menipu korban agar memberikan uang atau informasi penting lainnya.

Dari hasil penyidikan, JS telah menipu lebih dari 100 orang yang tersebar di 20 provinsi, dengan korban terbanyak berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua. Keuntungan yang berhasil ia raih dari aksinya diperkirakan mencapai Rp 65 juta. Modus operandinya cukup sederhana namun efektif: membuat konten palsu yang tampak meyakinkan, lalu menyebarkannya ke publik atau target individu tertentu.

Konten Deepfake: Ancaman Baru di Era Digital

Kasus ini menggarisbawahi ancaman besar dari konten deepfake. Dengan teknologi yang semakin mudah diakses, siapa pun kini bisa membuat video palsu yang tampak nyata. Dampaknya bukan hanya merugikan secara individu, tapi bisa merusak reputasi, memicu konflik sosial, hingga mempengaruhi opini publik.

FBI sendiri sebelumnya telah memperingatkan bahwa AI kini sering disalahgunakan untuk membuat konten palsu, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun audio dan video. Tujuan dari penyalahgunaan ini bisa bermacam-macam, mulai dari penipuan finansial, pencurian data pribadi, pemerasan, hingga manipulasi politik.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Melihat tren ini, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan digital. Jangan mudah percaya pada pesan suara, teks, atau video yang mengatasnamakan pejabat atau tokoh terkenal, apalagi jika ada permintaan sensitif seperti data pribadi atau uang. Verifikasi kebenaran informasi secara mandiri, terutama jika diarahkan untuk mengakses situs atau platform tidak dikenal.

Pemerintah dan lembaga keamanan siber juga harus meningkatkan upaya edukasi dan perlindungan bagi masyarakat, serta memperketat pengawasan terhadap penyalahgunaan teknologi AI. Langkah-langkah hukum juga harus ditegakkan secara tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku.

Sebagai individu, kita pun harus memperkuat literasi digital dan berpikir kritis dalam menerima informasi. Jangan sampai teknologi yang seharusnya menjadi alat kemajuan malah menjadi senjata yang membahayakan keamanan dan kepercayaan publik.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved