Waspada! Modus Penipuan Trading di Facebook Raup Rp 105 Miliar dari Korban Indonesia
Tanggal: 25 Mar 2025 14:55 wib.
Seiring dengan kemajuan teknologi, penipuan kian meresahkan banyak masyarakat di Indonesia. Kini, modus penipuan baru yang berkedok trading saham dan mata uang kripto telah mencuat dan menyebar lewat platform media sosial, khususnya Facebook. Penipuan ini tidak hanya melibatkan individu, melainkan jaringan internasional yang cukup besar. Berdasarkan informasi yang diterima, setidaknya 90 orang warga Indonesia telah menjadi korban dengan total kerugian yang mencapai jumlah fantastis, yakni sekitar Rp 105 miliar.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri tengah menginvestigasi kasus ini, di mana Direktur Tindak Pidana Siber, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus berawal dari tiga laporan polisi yang diterima pada bulan Januari dan Februari 2025. Selain itu, Bareskrim juga menindaklanjuti sebanyak 13 laporan dari berbagai daerah di Indonesia serta 11 pengaduan yang diterima dari Indonesia Anti Scam Centre (IASC) di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Brigjen Pol. Himawan menyatakan, "Saat ini jumlah korban ada sekitar 90 orang dan mungkin akan bertambah. Para korban tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, di mana jumlah terbesar terdapat di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar." Pernyataan ini menunjukkan betapa meluasnya dampak dari tindakan penipuan ini, serta pentingnya kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap penipuan daring.
Modus operandi dari penipuan ini terdeteksi pertama kali pada bulan September 2024. Ketika itu, beberapa pengguna Facebook melihat iklan yang menawarkan keuntungan besar melalui trading di pasar saham dan mata uang kripto. Ketertarikan ini kemudian membawa mereka untuk berkomunikasi melalui WhatsApp dengan seorang pelaku yang mengaku sebagai seorang profesor berinisial Prof. AS, yang menawarkan pelatihan tentang trading.
Setelah bersangkutan dengan pelaku, korban diminta untuk bergabung ke dalam grup WhatsApp khusus yang dikelola oleh para pelaku. Di dalam grup tersebut, para korban diperkenalkan dengan tiga platform trading, yaitu: JYPRX, SYIPC, dan LEEDXS. Dalam tawarannya, para pelaku menjanjikan keuntungan yang fantastis, berkisar antara 30% hingga 200%, serta berbagai hadiah menarik seperti jam tangan dan tablet untuk mereka yang mencapai target investasi tertentu. Namun, untuk bergabung dan mendapatkan keuntungan tersebut, para calon korban harus membuka akun di ketiga platform yang disediakan, baik dalam bentuk website maupun aplikasi berbasis Android.
Korban yang terlanjur tertarik kemudian diminta untuk mentransfer dana ke beberapa rekening bank atas nama perusahaan yang ditampilkan pada platform tersebut. Hasil penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian menemukan sebanyak 67 rekening berbeda yang digunakan oleh para penipu ini, yang tersebar di beberapa bank nasional di Indonesia.
Mulai Januari 2025, kebangkitan penipuan ini semakin jelas saat para korban mulai menerima pesan WhatsApp dari pusat perdagangan JYPRX Global. Isi pesan tersebut menyatakan bahwa akun mereka telah ditangguhkan sementara. Dalam kondisi ini, para korban diminta untuk membayar pajak dan biaya tambahan agar dapat melakukan penarikan dana yang sudah mereka investasikan. Namun, saat sebagian dari mereka berusaha untuk mencairkan dana, semua usaha tersebut menemui jalan buntu; uang mereka tidak dapat diambil. Merasa terjebak, mereka mulai menyadari bahwa mereka telah menjadi korban penipuan.
Polisi pun telah menangkap tiga orang tersangka Warga Negara Indonesia (WNI), yaitu AN, MSD, dan WZ, yang diduga terlibat dalam kejahatan ini. Selain itu, pihak berwenang telah menyita dan memblokir total uang sebesar Rp 1,53 miliar dari 67 rekening bank yang digunakan untuk menjalankan penipuan tersebut. Brigjen Pol. Himawan menegaskan bahwa penyelidikan masih terus berlanjut dengan target untuk mencari dan menangkap kemungkinan tersangka lainnya.
Lebih lanjut, pihak kepolisian juga menjalin kerja sama dengan Interpol untuk menerbitkan Red Notice terhadap pelaku-pelaku warga negara asing yang diduga terlibat dalam jaringan kriminal ini. Dalam proses penanganan kasus ini, dua orang tersangka lain juga telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO), yaitu AW dan SR. Hal ini menambah upaya pihak kepolisian dalam membongkar dan menghentikan jaringan kejahatan yang meresahkan masyarakat.
Kasus penipuan ini menjadi pengingat bagi masyarakat tentang pentingnya berhati-hati saat berinteraksi di internet. Berbagai keuntungan yang tampak menggiurkan sering kali hanya menjadi umpan untuk menjerat korban. Ini menunjukkan necesitanya untuk meningkatkan literasi digital dan kesadaran akan risiko yang ada, terutama saat berurusan dengan tawaran yang datang dari media sosial, aplikasi pesan singkat, serta platform daring lainnya.
Berdasarkan data dari literatur dan berita terkini, penipuan melalui media sosial memang menjadi tren yang terus tumbuh, dengan angka kerugian yang semakin menakutkan. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau untuk lebih proaktif dalam mencari informasi dan memverifikasi setiap tawaran yang mereka terima, baik melalui sesi online di Facebook maupun platform lainnya.