Waspada! Modus Penipuan Fake BTS Marak, Pelaku Sadap SMS OTP dan Jebak Korban dengan Link Phishing
Tanggal: 4 Mar 2025 12:12 wib.
Dalam beberapa waktu terakhir, modus penipuan menggunakan teknologi fake Base Transceiver Station (BTS) telah marak dilaporkan. Penipuan ini dilakukan dengan cara mengirimkan SMS yang tampaknya berasal dari nomor resmi bank. Memanfaatkan perangkat fake BTS, para pelaku dapat memancarkan sinyal layaknya BTS asli dari operator telekomunikasi, sehingga membingungkan banyak orang.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam pernyataannya menandaskan bahwa metode ini memungkinkan penipu untuk mengirimkan SMS secara massal kepada para pengguna ponsel di area sekitar tanpa terdeteksi oleh sistem operator telekomunikasi. SMS yang dikirimkan ini sering kali menawarkan hadiah palsu atau meminta informasi pribadi yang sangat sensitif dari masyarakat.
Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital (DJID) telah melakukan investigasi awal terkait fenomena ini. Hasil investigasi tersebut menunjukkan adanya indikasi kuat penggunaan perangkat BTS ilegal di beberapa lokasi, dengan sinyal radio terdeteksi pada frekuensi yang seharusnya hanya digunakan oleh operator resmi. Namun, perangkat ini ternyata tidak termasuk dalam kategori BTS yang terdaftar.
Temuan ini mengonfirmasi bahwa SMS penipuan ini dikirimkan melalui infrastruktur telekomunikasi ilegal yang tidak berada dalam kontrol resmi dari operator, membuatnya semakin berbahaya. Keberadaan fake BTS ini membuka peluang bagi penipu untuk mencegat pesan-pesan penting seperti SMS one-time password (OTP) yang biasanya digunakan dalam transaksi perbankan.
Alfons Tanujaya, seorang pengamat keamanan siber dari Vaksinkom, menjelaskan bahwa pelaku penipuan menggunakan fake BTS untuk menyamar sebagai bank yang sah. "Salah satu celah yang dimanfaatkan oleh penipu adalah kemampuan untuk memalsukan nomor pengirim, sehingga SMS yang diterima korban tampak seolah-olah berasal dari bank yang mereka percayai," ungkapnya dalam unggahan di Instagram.
Lebih lanjut, Alfons juga menyatakan bahwa teknik ini tidak hanya digunakan untuk menyadap informasi, namun juga dapat dimanfaatkan untuk serangan man-in-the-middle attack. Dalam kondisi ini, penipu tidak hanya dapat menyadap pesan yang dikirim, tetapi juga mengedit isi pesan tersebut sebelum mengirimkannya ke korban.
Kirimannya pun seringkali disertai tautan ke situs phishing yang dirancang sedemikian rupa agar mirip dengan halaman resmi bank. Modus ini bertujuan untuk menipu korban agar mau memasukkan data kredensialnya, seperti username dan password. "Penipu akan mengarahkan korban ke situs yang sangat mirip dengan yang asli, dan dalam prosesnya, mereka akan tergoda untuk memasukkan informasi pribadi mereka," tutur Alfons.
Alfons mengingatkan para nasabah untuk selalu berhati-hati dan tidak sembarangan mengklik tautan yang mereka terima, bahkan jika pesan tersebut tampak berasal dari bank yang resmi. "Pastikan untuk selalu mengetik alamat situs web bank secara manual di browser Anda, daripada mengandalkan tautan yang disertakan dalam pesan. Memang ini bisa menjadi agak merepotkan, tetapi langkah ini sangat penting untuk menjaga keamanan data pribadi Anda," tegasnya.
Lebih lanjut, seiring dengan berkembangnya teknologi, pelaku penipuan semakin canggih dalam merekayasa teknik dan metode mereka. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu waspada dan meluangkan waktu untuk memahami cara kerja penipuan ini. Para penipu tidak hanya memanfaatkan kelemahan sistem, tetapi juga memanfaatkan kelalaian dan kurangnya pengetahuan pengguna.
Di samping itu, masyarakat juga diimbau untuk selalu memperhatikan setiap komunikasi yang diterima dari lembaga keuangan. Terkadang, walaupun SMS yang diterima tampak valid dan termasuk nomor resmi, bukan berarti informasi di dalamnya dapat dipercaya. Pemeriksaan dua langkah dan upaya untuk verifikasi informasi menjadi kunci dalam mencegah diri menjadi korban penipuan.
Dengan konsistensi dalam meningkatkan kesadaran akan keamanan informasi dan beradaptasi dengan teknologi terbaru, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan layanan digital. Salah satu cara untuk menghindari jatuh ke dalam perangkap penipuan adalah dengan selalu waspada dan melindungi data pribadi, termasuk informasi sensitif yang bersifat finansial.
Pentingnya edukasi mengenai keamanan siber semakin menjadi sorotan, mengingat bahwa penipuan semacam ini tidak hanya dapat menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga dapat mengakibatkan dampak psikologis bagi korban. Semakin banyak individu yang mengetahui tentang bagaimana modus operandi penipuan ini bekerja, semakin kecil kemungkinan mereka menjadi target.
Kesadaran kolektif dan edukasi dapat membantu mengurangi peluang dan risiko terkena penipuan digital. Situasi ini mengharuskan baik masyarakat maupun lembaga keuangan untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dalam melakukan transaksi di era digital yang terus berkembang ini.