Unicorn Terakhir Indonesia Terancam Diakuisisi? Isu Grab Caplok GoTo Bikin Ekonom Waswas
Tanggal: 10 Mei 2025 06:45 wib.
Tampang.com | Rumor mengenai rencana akuisisi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) oleh Grab semakin menguat dan menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku ekonomi dan masyarakat luas. Pasalnya, GoTo merupakan satu-satunya unicorn lokal tersisa yang lahir dan berkembang di Indonesia. Potensi hilangnya kendali atas perusahaan ini memunculkan kekhawatiran akan hilangnya simbol kebanggaan nasional dalam dunia startup dan teknologi.
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap kabar tersebut. Ia menilai bahwa akuisisi oleh Grab bisa menjadi kehilangan besar bagi Indonesia, mengingat GoTo selama ini dikenal sebagai karya anak bangsa yang dibangun dari nol oleh talenta lokal.
“Agak menyedihkan kalau benar-benar diambil alih oleh Grab. GoTo itu ikon kebanggaan nasional. Kita dari awal menyebutnya sebagai karya anak bangsa,” kata Piter kepada CNBC Indonesia, Jumat, 9 Mei 2025.
Lebih lanjut, Piter menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam menyikapi aksi korporasi sebesar ini. Ia menyebutkan bahwa jika GoTo benar-benar jatuh ke tangan Grab, maka itu bukanlah kabar baik, baik dari sisi ekonomi maupun semangat kemandirian digital nasional.
Sinyal akan terjadinya akuisisi ini semakin kuat setelah beredar laporan bahwa kesepakatan pengambilalihan GoTo oleh Grab diperkirakan akan rampung pada kuartal II tahun 2025. Dalam rencana tersebut, Grab disebut akan mengambil alih seluruh unit bisnis GoTo, kecuali bagian layanan keuangan yang akan tetap dikelola oleh GoTo sendiri.
Laporan dari Reuters mengungkap bahwa Grab telah menunjuk penasihat untuk memandu proses akuisisi ini. Namun, keberhasilan kesepakatan tersebut masih bergantung pada ketersediaan pendanaan. Grab saat ini dilaporkan tengah menjalin pembicaraan dengan sejumlah lembaga keuangan untuk menjadi pendukung utama dana akuisisi tersebut.
Sementara itu, melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pihak manajemen GOTO akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataannya, GoTo mengonfirmasi bahwa perusahaan memang kerap menerima berbagai penawaran strategis dari sejumlah pihak. Namun, mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kabar spesifik akuisisi oleh Grab.
Meski belum ada pengumuman resmi, kabar mengenai langkah Grab untuk mencaplok GoTo semakin santer terdengar. Beberapa analis bahkan memperkirakan bahwa kesepakatan bisa diumumkan secara resmi sebelum pertengahan tahun 2025.
Dari sudut pandang ekonomi makro dan persaingan usaha, potensi akuisisi ini memicu kekhawatiran tersendiri. Piter menilai bahwa jika dua raksasa teknologi yang berada dalam sektor bisnis yang sama bergabung, maka itu bisa menciptakan kekuatan dominan yang mengarah pada praktik monopoli. Kondisi ini dinilai berpotensi merugikan berbagai pihak, termasuk mitra pengemudi, pedagang, serta konsumen.
“Kalau dua perusahaan besar seperti ini dikonsolidasikan, baik lewat akuisisi maupun merger, maka ada risiko besar terjadinya dominasi pasar yang tidak sehat. Potensi monopoli sangat nyata,” jelas Piter.
Ia menambahkan, dalam situasi seperti itu, struktur pasar bisa menjadi timpang karena satu entitas memiliki kekuatan terlalu besar dan sulit disaingi oleh pemain lain. Dalam jangka panjang, ini bisa berdampak buruk pada ekosistem digital Indonesia, yang seharusnya dibangun dengan semangat inklusif dan kompetitif.
Di sisi lain, kabar ini juga memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan komunitas startup lokal. Banyak pihak merasa bahwa hilangnya kendali atas GoTo ke tangan perusahaan asing bisa menjadi pukulan telak terhadap harapan Indonesia untuk menjadi pemimpin digital di Asia Tenggara. Apalagi, GoTo selama ini dianggap sebagai simbol keberhasilan startup lokal dalam menembus pangsa pasar nasional dan regional.
Namun tak sedikit pula yang menilai bahwa langkah ini mungkin menjadi jalan keluar bagi GoTo yang tengah menghadapi tantangan finansial. Dengan masuknya Grab, perusahaan bisa mendapatkan suntikan dana segar serta efisiensi operasional melalui integrasi bisnis. Meski begitu, banyak pertanyaan muncul mengenai dampaknya terhadap tenaga kerja, mitra usaha, dan konsumen jika konsolidasi benar-benar terjadi.
Isu ini juga menjadi refleksi penting bagi pemerintah dan regulator. Ke depannya, mereka dihadapkan pada dilema besar: menjaga keterbukaan pasar dan arus investasi, atau melindungi ekosistem startup lokal dari dominasi entitas asing. Perlu kebijakan yang bijak dan berpihak pada kepentingan jangka panjang bangsa.
Apakah akuisisi ini akan benar-benar terwujud? Apakah GoTo akan tetap menjadi lambang kejayaan startup lokal atau berakhir sebagai bagian dari konglomerasi asing? Semua pertanyaan ini belum terjawab secara pasti. Namun satu hal yang jelas, arah masa depan teknologi digital Indonesia sedang diuji melalui isu ini. Langkah yang diambil hari ini akan menentukan siapa yang memegang kendali atas inovasi besok.