Sumber foto: iStock

Uji Coba Pusat Data Nasional I Dimulai, Namun Terjadi Skandal Korupsi yang Mengancam Kelancarannya

Tanggal: 5 Mei 2025 20:39 wib.
Pusat Data Nasional (PDN) I, yang telah mengalami beberapa penundaan, akhirnya memasuki tahap uji coba pada Juni 2025. Setelah serah terima pada Maret 2025, proyek ini memasuki tahap evaluasi keamanan dan operasional oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, yang menjelaskan bahwa PDN I merupakan fondasi yang sangat penting dalam memperkuat ekosistem digital pemerintah Indonesia. Proyek ini juga menjadi bagian dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden dan 17 program prioritas nasional.

Menkomdigi menyatakan, "Kami bekerja sama dengan Bappenas dan kementerian terkait untuk memastikan sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan." Salah satu tujuan utama PDN I adalah untuk meningkatkan akurasi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) digital yang lebih tepat sasaran.

PDN I tidak berdiri sendiri. Selain PDN I, pemerintah juga merencanakan PDN 2 dan PDN 3, dengan rencana skema co-sharing yang sedang dibahas untuk mempercepat pengoperasian. Meskipun demikian, masalah cadangan operasional PDN menjadi perhatian utama. Menkomdigi menyebutkan bahwa saat ini, opsi cadangan masih mengandalkan PDN Sementara (PDNS), namun anggarannya belum tersedia. Jika hal ini tidak segera diatasi, dapat berisiko membuat sistem berjalan tanpa cadangan yang ideal, yang tentu saja akan menimbulkan berbagai masalah di masa depan.

Proyek yang Terhambat: Penundaan dan Tantangan Keuangan

Pembangunan PDN I yang dimulai pada 2022 di Cikarang, Jawa Barat, sempat mengalami beberapa kali penundaan. Sebelumnya, proyek ini direncanakan untuk beroperasi pada Agustus 2024, kemudian dijadwalkan ulang menjadi Januari 2025, dan kini dipastikan akan dilaksanakan pada Maret 2025. Dengan anggaran sebesar 164 juta euro, sebagian besar dana untuk pembangunan PDN I berasal dari pemerintah Perancis (85%), sementara sisanya berasal dari APBN Indonesia. Pembangunan ini memanfaatkan lahan seluas hampir 5 hektar dengan bangunan yang mencakup area 16 ribu meter persegi.

Kapasitas pusat data yang ambisius ini mencakup 25 ribu cores dan storage 40 petabyte, serta kebutuhan listrik hingga 20 megawatt, menjadikannya salah satu pusat data terbesar dan termaju di Indonesia. Semua ini dirancang untuk memfasilitasi pengelolaan data dari berbagai instansi pemerintah, kementerian, dan lembaga, yang akan disinkronkan untuk memberikan insight yang lebih baik kepada pengambil keputusan.

Inovasi dalam Proses Pembangunan

Aris Kurniawan, yang pada saat itu menjabat sebagai Plt Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan, menjelaskan bahwa pembangunan PDN I dilakukan dengan cara yang inovatif, yaitu dengan proses desain dan instalasi paralel. Ini memungkinkan proyek selesai lebih cepat dengan meminimalisir penundaan dan masalah yang biasanya terjadi dalam proyek infrastruktur besar.

"Artinya, saat proses membuat desain dibagi tahapan tertentu, begitu disetujui, proses yang lain akan secara paralel mengikuti. Pembangunan pun pararel," ujar Aris. Inovasi ini memungkinkan penghematan waktu yang signifikan dan mempercepat pengerjaan fasilitas yang sangat diperlukan untuk pengolahan dan manajemen data pemerintah.

Serangan Ransomware Mengancam PDN Sementara

Namun, perjalanan PDN I tidak selalu mulus. Pada pertengahan tahun lalu, terjadi serangan ransomware pada PDN Sementara (PDNS), yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan data sementara sebelum operasional PDN I dimulai. Serangan ini diklaim dilakukan oleh kelompok hacker yang dikenal dengan nama Brain Chipher, yang berhasil menyandera data pemerintah dan menyebabkan gangguan pada layanan publik yang bergantung pada data yang disimpan di PDNS.

Serangan ini menjadi isu besar dalam konteks keamanan data nasional, mengingat dampaknya terhadap berbagai layanan yang sangat penting. Selain itu, masalah keamanan data ini semakin diperburuk oleh dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa untuk PDNS. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengungkapkan bahwa terdapat dugaan pengkondisian pemenang kontrak antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta (AL), yang diduga memenangkan proyek dengan nilai kontrak mencapai Rp 60,37 miliar.

Kasus Korupsi Pengadaan PDNS

Kasus dugaan korupsi ini pertama kali terungkap pada Maret 2025, ketika Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengumumkan dimulainya penyidikan terkait pengadaan barang dan jasa PDNS yang diduga melibatkan pengaturan pemenang kontrak oleh pejabat Kominfo. Penyidikan ini mencakup penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan, di mana sejumlah barang, termasuk mobil, uang, dokumen, dan barang elektronik disita.

Proyek pengadaan PDNS senilai Rp 958 miliar yang dimulai pada 2020 ini diduga terindikasi adanya praktik korupsi yang berlangsung selama lima tahun. Penyelidikan ini diharapkan dapat mengungkap siapa saja yang terlibat dalam praktik pengkondisian kontrak yang merugikan negara dan publik.

Menatap Masa Depan PDN

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh PDN I, baik dari sisi operasional maupun masalah korupsi, pemerintah tetap berkomitmen untuk menyelesaikan pembangunan pusat data nasional ini sebagai bagian dari transformasi digital yang lebih besar. PDN diharapkan menjadi tulang punggung bagi pengelolaan data digital pemerintah, yang pada gilirannya akan mendukung berbagai program layanan publik berbasis digital, seperti penyaluran bansos yang lebih tepat sasaran dan efisien.

Meskipun banyak kendala yang harus dihadapi, keberhasilan proyek PDN I akan membuka jalan bagi pusat data nasional yang lebih aman, terintegrasi, dan efisien di masa depan. Dengan tantangan yang ada, apakah pemerintah dapat mengatasi hambatan ini dan membawa PDN I ke jalur yang benar? Semua mata kini tertuju pada kelanjutan pembangunan dan pengoperasian pusat data ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved