Transaksi Digital di RI Tembus Rp1.677 Triliun, QRIS & BI-FAST Makin Ngegas!
Tanggal: 5 Mar 2025 04:19 wib.
Jumlah transaksi pembayaran digital di Indonesia mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Mengacu pada data yang dipublikasikan oleh We Are Social, nilai total transaksi pembayaran digital di Indonesia diperkirakan mencapai angka fantastis, yaitu US$ 102 miliar atau setara dengan Rp 1.677 triliun pada tahun 2024.
Angka ini mencerminkan pertumbuhan yang mengejutkan, dengan peningkatan sebesar 15,7% atau sekitar US$ 13,9 miliar dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year atau YoY). Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kian menguasai dan beradaptasi terhadap sistem pembayaran digital, serta beralih dari ketergantungan pada uang kertas yang mulai terasa usang.
Dalam konteks seiring dengan perkembangan ini, total jumlah pengguna yang memanfaatkan layanan pembayaran digital di Indonesia telah mencapai sekitar 144 juta orang. Ini menunjukkan pertumbuhan yang positif sebesar 16,1 juta pengguna atau setara dengan 12,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan semakin banyaknya individu yang bertransaksi melalui platform digital, terlihat bahwa adopsi metode pembayaran ini semakin meluas di berbagai kalangan masyarakat.
Dari angka-angka yang ada, dapat disimpulkan bahwa setiap orang di Indonesia rata-rata melakukan pembayaran digital dengan nilai sekitar US$ 710 per tahun, atau sekitar Rp 11 juta. Angka ini menunjukkan bahwa pembayaran digital mulai menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat, sejalan dengan transformasi ekosistem ekonomi di Indonesia yang lebih mengedepankan efisiensi dan kecepatan.
Dalam laporan yang sejalan dengan perkembangan ini, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pesatnya pertumbuhan transaksi digital di Indonesia berkontribusi pada peningkatan produktivitas masyarakat. "Kami melihat adanya kenaikan 10% dalam produktivitas pada Januari 2025 yang terkait dengan semakin banyaknya transaksi digital," jelas Dicky Kartikoyono, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Penjelasan Dicky diungkapkan dalam acara Digital Economic Forum di Jakarta pada 4 Maret 2025.
Laporan ini menekankan bahwa angka peningkatan produktivitas tersebut diprediksi akan terus meroket pada tahun 2025, seiring dengan semakin dominannya penggunaan transaksi digital di kalangan masyarakat. Pada bulan Januari 2025, BI mencatat bahwa nilai transaksi digital sudah mencapai 3,5 miliar dengan pertumbuhan sebesar 35,3% dibandingkan tahun lalu, sebuah bukti yang menunjukkan bahwa seluruh komponen dari transaksi digital sedang menunjukkan grafik yang positif.
Selain itu, volume transaksi melalui aplikasi mobile dan internet juga menunjukkan kenaikan yang menggembirakan. Masing-masing tumbuh sebesar 29,7% dan 19,8% dibandingkan tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman dan terbiasa menggunakan aplikasi digital dalam melakukan transaksi sehari-hari, menggantikan cara konvensional.
Dari sudut pandang inovasi, volume transaksi pembayaran digital yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) bahkan mengalami pertumbuhan yang luar biasa, mencapai sebesar 170,1% dibandingkan tahun lalu. Peningkatan ini tidak hanya didorong oleh semakin banyaknya pengguna, tetapi juga oleh bertambahnya jumlah merchant yang menerima pembayaran dengan QRIS, sehingga menjadikan transaksi lebih mudah dan cepat.
Melihat dari aspek infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui sistem BI-FAST menuju angka 338,5 juta transaksi pada Januari 2025, yang tumbuh sebesar 41,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan total nilai mencapai Rp 870,9 triliun. Ini menunjukkan sistem transaksi yang semakin efisien dan dapat diandalkan dalam mendukung ekosistem keuangan digital di Indonesia.
Di sisi lain, meskipun ada pertumbuhan yang pesat, volume transaksi besar yang diproses melalui BI-Real Time Gross Settlement (RTGS) mengalami penurunan sebesar 9,0% menjadi 799,3 ribu transaksi, dengan nilai mencapai Rp 15.880 triliun pada Januari 2025. Hal ini menunjukkan bahwa, walaupun ada peningkatan di sektor ritel dan transaksi kecil, sektor transaksi besar mungkin menghadapi tekanan yang berbeda, yang perlu diwaspadai.
"Di BI, kami optimis kontribusi dari peningkatan sistem pembayaran digital akan terus berlanjut. Namun, tetap penting untuk menjaga keseimbangan dengan kehati-hatian yang diperlukan, untuk memastikan bahwa perlindungan konsumen tetap terjaga," tambah Dicky. Ini menunjukkan bahwa di tengah pesatnya inovasi dan pertumbuhan, tetap ada ruang untuk regulasi dan perlindungan konsumen agar setiap individu merasa aman saat bertransaksi di dunia yang semakin digital ini.
Dengan segala data dan tren yang ada, terlihat jelas bahwa perjalanan menuju ekosistem pembayaran tanpa uang kertas di Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Dengan semangat inovasi dan adaptasi dari masyarakat, masa depan pembayaran digital di Indonesia tampak lebih cerah dari sebelumnya.