Sumber foto: iStock

Tim Cook Absen di Lawatan Timur Tengah, Trump Ngamuk & Ancam iPhone Kena Tarif 25%!

Tanggal: 31 Mei 2025 11:14 wib.
Ketegangan antara mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dengan CEO Apple, Tim Cook, kembali mencuat. Pemicu terbaru berasal dari keputusan Cook yang menolak ikut serta dalam lawatan pemerintah AS ke wilayah Asia Barat. Penolakan tersebut tampaknya membuat Trump kesal, bahkan memicu ancaman serius terhadap bisnis Apple ke depannya.

Dalam kunjungan diplomatik yang digagas oleh Gedung Putih, sejumlah pemimpin perusahaan teknologi dan keuangan terkemuka Amerika diundang untuk turut serta. Kunjungan ini tidak hanya bersifat diplomatik, tetapi juga strategis, guna memperkuat posisi ekonomi dan teknologi AS di wilayah tersebut.

Beberapa nama besar yang ikut ambil bagian dalam kunjungan itu antara lain CEO Nvidia Jensen Huang, CEO OpenAI Sam Altman, CEO BlackRock Larry Fink, CEO Citigroup Jane Fraser, dan CEO AMD Lisa Su. Namun, ketidakhadiran Tim Cook menjadi sorotan utama dan menuai kritik tajam dari Trump.

Saat menyampaikan pidatonya di Riyadh, Arab Saudi, Trump secara langsung menyindir absennya Cook. Ia bahkan membandingkan ketidakhadiran Cook dengan kehadiran CEO Nvidia, Jensen Huang, yang ia puji karena bersedia ikut dalam kunjungan tersebut. “Tim Cook tidak ada di sini, tapi Anda (Huang) ada,” ucap Trump seperti dikutip dari Business Standard, Selasa (27/5/2025).

Sindiran tidak berhenti di situ. Ketika Trump berada di Qatar, ia kembali menyentil langkah strategis Apple yang belakangan gencar melakukan ekspansi manufaktur ke India. Hal ini disebut sebagai upaya Apple untuk mengurangi ketergantungan pada China, mengingat ketegangan geopolitik yang melibatkan AS dan China dalam perang dagang berkepanjangan.

Trump menyatakan keberatannya terhadap keputusan Apple membangun fasilitas besar di India. “Saya dengar Anda membangun di seluruh India. Saya tidak ingin Anda membangun di India,” katanya, setelah sebelumnya memuji investasi Apple yang dilakukan di wilayah AS.

Ucapan Trump ini menyiratkan kekhawatiran terhadap pergeseran basis produksi Apple yang justru berpotensi mengurangi lapangan pekerjaan dalam negeri. Lebih lanjut, mantan presiden tersebut bahkan mengeluarkan ancaman berupa kenaikan tarif terhadap produk Apple.

Melalui unggahan di media sosial, Trump mengisyaratkan rencananya untuk mengenakan tarif sebesar 25% terhadap seluruh produk iPhone yang diproduksi di luar Amerika Serikat. Ini bukan kali pertama Trump melempar wacana kenaikan tarif, terutama sejak dirinya mulai gencar mengampanyekan relokasi industri penting kembali ke tanah air.

Ancaman tarif ini datang di saat Apple tengah menggenjot kerja sama dengan mitra manufaktur utamanya, Foxconn, di India. Laporan dari Financial Times menyebutkan bahwa Foxconn telah berinvestasi sebesar US$1,5 miliar untuk membangun fasilitas produksi baru guna mendukung pasokan iPhone di India.

Langkah agresif Apple dalam memperluas operasi manufakturnya di Asia Selatan diyakini sebagai bentuk diversifikasi rantai pasokan global, menyusul ketidakpastian ekonomi dan politik di China. Namun, upaya ini justru berpotensi memicu konflik baru dengan Trump, terutama jika kebijakan dagang proteksionis kembali ditegakkan.

Perlu dicatat bahwa sebelumnya, Tim Cook pernah melakukan lobi agar iPhone yang dirakit di China dikecualikan dari tarif sebesar 145% yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump. Namun, lobi tersebut tampaknya tidak lagi cukup kuat untuk menahan retorika keras sang mantan presiden.

Menanggapi situasi ini, juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, memberikan pernyataan bahwa upaya relokasi manufaktur merupakan bagian dari strategi keamanan nasional. Menurut Desai, presiden telah berulang kali menyampaikan pentingnya membawa kembali industri manufaktur strategis ke AS, termasuk industri semikonduktor dan produk turunannya.

“Presiden Trump secara konsisten menjelaskan urgensi memindahkan pabrik manufaktur penting kembali ke dalam negeri, sebagai bagian dari prioritas keamanan nasional dan ekonomi kita,” ujar Desai.

Pernyataan ini semakin memperjelas bahwa pemerintahan Trump (jika kembali berkuasa) akan bersikap tegas terhadap perusahaan yang enggan berkontribusi terhadap kedaulatan industri nasional. Apple, yang selama ini menjadi simbol inovasi teknologi AS, kini berada di tengah pusaran tarik-menarik antara efisiensi global dan tuntutan patriotisme ekonomi domestik.

Meski demikian, langkah Apple melakukan ekspansi ke India juga tidak sepenuhnya negatif. Diversifikasi rantai pasok memberikan ketahanan terhadap guncangan geopolitik, serta membuka peluang pasar baru yang menjanjikan. India sendiri kini dipandang sebagai salah satu pusat pertumbuhan teknologi dan manufaktur masa depan.

Namun dengan meningkatnya tekanan dari Trump, Apple tampaknya harus menyiapkan strategi komunikasi dan diplomasi yang lebih kuat. Bukan hanya untuk mempertahankan citra perusahaan, tetapi juga untuk memastikan kelangsungan operasionalnya di pasar utama seperti AS dan India.

Dalam konteks ini, absennya Tim Cook dalam kunjungan diplomatik bisa berdampak lebih luas daripada sekadar gesture pribadi. Ini dapat dimaknai sebagai jarak antara korporasi dan kebijakan pemerintah yang semakin melebar — suatu hal yang bisa memengaruhi arah kebijakan dagang dan teknologi Amerika dalam beberapa tahun ke depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved