Sumber foto: iStock

TikTok Terancam Diblokir? Ini Bocoran Panas di Balik Tenggat 5 April yang Bikin Dunia Bisnis Gempar!

Tanggal: 5 Apr 2025 19:14 wib.
Masa depan TikTok di Amerika Serikat sedang berada di ujung tanduk. Aplikasi video pendek populer yang kini menjadi bagian penting dari kehidupan digital 170 juta warga Amerika itu harus menghadapi kemungkinan larangan penuh di negeri Paman Sam. Presiden Donald Trump baru-baru ini mengungkap bahwa kesepakatan penjualan TikTok kepada entitas non-China akan segera tercapai sebelum batas waktu yang ditentukan, yakni 5 April 2025.

Masalah ini bermula dari Undang-Undang Keamanan Nasional AS tahun 2024 yang mewajibkan ByteDance, induk perusahaan TikTok asal China, untuk melepas kepemilikannya atas aplikasi tersebut. Pemerintah AS mengkhawatirkan bahwa kepemilikan oleh perusahaan China dapat membuat TikTok menjadi alat Beijing untuk mengumpulkan data warga Amerika atau menyebarkan pengaruh politik secara halus.

Dalam pernyataannya di atas pesawat kepresidenan Air Force One pada Minggu malam (30 Maret 2025), Trump menekankan bahwa banyak investor tertarik untuk mengambil alih TikTok. Ia menyebutkan bahwa pihaknya tengah memproses beberapa tawaran dari calon pembeli dan optimistis kesepakatan akan tercapai tepat waktu.

"Minat terhadap TikTok sangat besar. Kami punya banyak pihak yang ingin mengambil alih," ujar Trump, dikutip oleh Channel News Asia.

Namun, hingga saat ini pihak TikTok belum memberikan komentar resmi mengenai pernyataan tersebut. Di sisi lain, para investor mulai bergerak untuk menentukan posisi mereka dalam dinamika kepemilikan aplikasi ini.

Salah satu kabar besar datang dari laporan Reuters, yang menyebutkan bahwa Blackstone, perusahaan ekuitas swasta ternama, sedang mempertimbangkan untuk membeli sebagian kecil saham TikTok. Langkah ini akan dilakukan dengan bergabung bersama investor ByteDance non-China lainnya seperti Susquehanna International Group dan General Atlantic.

Kelompok investor tersebut kini muncul sebagai kandidat kuat dalam negosiasi pengambilalihan TikTok di wilayah Amerika Serikat. Langkah ini dianggap sebagai upaya menenangkan kekhawatiran pemerintah AS atas dugaan keterlibatan pemerintah China dalam pengoperasian TikTok.

Pemerintah AS meyakini bahwa selama TikTok dimiliki oleh ByteDance, maka secara hukum maupun teknis, perusahaan itu tetap bisa dimanfaatkan oleh pemerintah China untuk melakukan aktivitas yang mengancam keamanan nasional. Mulai dari pengumpulan data, manipulasi algoritma, hingga pengaruh sosial-politik dianggap sebagai potensi risiko yang tidak bisa diabaikan.

Meski begitu, Trump memberi sinyal kemungkinan perpanjangan tenggat jika diperlukan, namun tetap menekankan bahwa kepemilikan TikTok harus dialihkan ke tangan yang lebih dapat dipercaya oleh pemerintah Amerika. Dalam pernyataan sebelumnya, ia bahkan menyebut China sebagai pihak penting dalam keberhasilan kesepakatan ini. Ia juga menyebut kemungkinan memberikan insentif berupa keringanan tarif sebagai bentuk kompromi terhadap Beijing.

Pernyataan Trump ini menunjukkan bahwa kesepakatan tidak hanya melibatkan urusan bisnis semata, tetapi juga unsur geopolitik dan diplomasi dagang antara dua negara adidaya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wakil Presiden JD Vance yang optimistis bahwa kesepakatan terkait kepemilikan TikTok akan rampung sebelum 5 April 2025.

Vance mengatakan bahwa berbagai pihak terus melakukan negosiasi intensif dan prosesnya sudah berada pada tahap krusial. Pemerintah AS sendiri disebut sangat terlibat dalam proses ini, bahkan menurut beberapa sumber, peran Gedung Putih bisa disamakan dengan bank investasi yang mengatur jalannya transaksi.

Penting untuk dicatat bahwa Undang-Undang 2024 yang mengatur kewajiban penjualan TikTok oleh ByteDance mendapat dukungan bipartisan dari Kongres AS. Artinya, baik Partai Republik maupun Demokrat sama-sama setuju bahwa pengaruh asing atas platform digital besar seperti TikTok perlu dibatasi demi keamanan nasional.

Di tengah tekanan yang semakin besar, TikTok masih menjadi salah satu platform sosial media yang paling banyak digunakan di AS. Aplikasi ini telah menjadi rumah bagi para kreator, influencer, bisnis kecil hingga korporasi besar yang mengandalkan TikTok sebagai kanal pemasaran utama.

Jika benar-benar dilarang, implikasinya tak hanya mempengaruhi pemilik aplikasi, tetapi juga jutaan pengguna, kreator, serta berbagai industri yang bergantung pada algoritma viral TikTok. Maka tak heran jika para investor, pemerintah, bahkan publik dunia pun menantikan hasil negosiasi yang akan mengubah wajah media sosial global ini.

Bagi banyak pengamat, proses jual-beli TikTok ini menjadi contoh nyata bagaimana politik, ekonomi, dan teknologi saling bertabrakan dalam lanskap global saat ini. Bisnis bukan lagi hanya soal laba dan rugi, melainkan juga tentang siapa yang memegang kendali atas data dan informasi publik.

Akan seperti apa masa depan TikTok di Amerika? Apakah perusahaan baru akan mampu menjaga integritas dan privasi data warga AS? Dan bagaimana posisi China jika kesepakatan ini benar-benar terwujud? Semua pertanyaan itu kemungkinan akan terjawab dalam beberapa hari mendatang.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved