TikTok di Ujung Tanduk: Senator AS Desak Joe Biden Perpanjang Tenggat Pemblokiran
Tanggal: 21 Des 2024 12:29 wib.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, kini mendapat tekanan dari dua senator, Ed Markey dari Partai Demokrat dan Rand Paul dari Partai Republik, terkait masa depan aplikasi video pendek TikTok di tengah tenggat waktu pemblokiran yang semakin dekat. Tenggat waktu pemblokiran TikTok di seluruh Amerika Serikat diperkirakan jatuh pada 19 Januari 2025.
Kedua senator tersebut meminta agar Biden memberikan perpanjangan waktu selama 90 hari sebelum tanggal 19 Januari 2025. Mereka menganggap bahwa keberlanjutan dari undang-undang yang mengancam pemblokiran TikTok masih belum jelas dan meminta agar pemerintah memberikan kelonggaran waktu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Karena masa depan undang-undang masih belum jelas dan konsekuensinya terhadap kebebasan berekspresi, kami mendorong Anda untuk memberikan perpanjangan waktu 90 hari sebelum 19 Januari," kata Markey dan Paul dalam surat mereka kepada Biden.
TikTok juga telah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk menunda pemblokiran sambil menantikan proses hukum selesai. Hakim Agung mengumumkan bahwa akan mendengarkan gugatan dari TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, pada 10 Januari 2025.
UU yang mengatur mengenai pemblokiran TikTok merupakan inisiatif dari Kongres AS dan telah ditandatangani oleh Presiden Biden. Dalam UU tersebut, TikTok diharuskan untuk dijual kepada entitas di luar China karena terkait dengan isu keamanan nasional. Jika induk usaha TikTok, ByteDance, tidak menjual kepemilikannya, maka akan ada ancaman pemblokiran TikTok di seluruh Amerika Serikat.
Kongres telah menyetujui aturan tersebut pada bulan April 2024. Departemen Kehakiman AS (DOJ) menegaskan bahwa perusahaan China tersebut merupakan ancaman besar dan mendalam terhadap keamanan nasional.
Pemerintah AS khawatir bahwa data pengguna AS yang terkumpul melalui TikTok dapat disalahgunakan oleh pemerintah China yang dapat membahayakan privasi dan keamanan nasional AS. TikTok saat ini memiliki 170 juta pengguna di Amerika Serikat.
Sejumlah kelompok pengguna di AS juga telah mengajukan permintaan serupa terkait perpanjangan waktu pemblokiran TikTok. Persidangan yang dilaksanakan pada 6 Desember sebelumnya telah menolak seluruh argumen yang diajukan oleh pihak TikTok. Mereka menyatakan bahwa UU yang mengancam pemblokiran TikTok justru melanggar hak kebebasan berpendapat warga Amerika Serikat yang dilindungi di bawah Konstitusi Amandemen Pertama AS.
Nampaknya, tantangan bagi TikTok untuk tetap beroperasi di Amerika Serikat semakin kompleks. Selain tekanan politik dari legislatif dan pemerintah, TikTok juga harus menghadapi resistensi dari masyarakat sipil dan pengguna atas langkah-langkah pembatasan yang diambil. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya berkaitan dengan keamanan nasional, namun juga dengan kebebasan berekspresi dan hak-hak individu pengguna aplikasi tersebut.
Dalam mendukung hukum yang telah disahkan, pemerintah AS harus menjamin bahwa langkah-langkah yang diambil tidak melanggar hak-hak warga negaranya. Mereka harus menemukan keseimbangan antara keamanan nasional dengan perlindungan hak individu, terutama dalam upaya menangani isu-isu terkait teknologi dan privasi data.
Sebagai platform media sosial yang tengah populer, TikTok telah membuka kesempatan bagi individu untuk berekspresi dan berkreasi melalui video pendek. Dalam konteks ini, pemerintah harus mempertimbangkan dampak dari kebijakan pemblokiran terhadap kebebasan berekspresi dan juga ekses negatif terhadap pasar teknologi dan ekonomi digital.
Keterlibatan pengadilan dalam menyelesaikan masalah ini menjadi penting, karena keputusan terkait masa depan TikTok akan memiliki dampak yang luas, tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di pasar teknologi global. Keseimbangan antara keamanan nasional, kebebasan berekspresi, dan hak-hak individu harus menjadi prioritas bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam situasi ini, pemerintah serta lembaga terkait harus menyadari bahwa penyelesaian dari konflik ini akan memberikan arah bagi regulasi dan kebijakan terkait aplikasi media sosial di masa depan.
Keputusan yang diambil oleh pihak berwenang harus mampu memberikan solusi yang seimbang dan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait, agar tidak memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap kebebasan berekspresi dan inovasi di ranah digital.