Terungkap! Modus Baru Judi Online dari China dan Ancaman Rp 1.200 Triliun yang Mengintai Indonesia
Tanggal: 10 Mei 2025 06:44 wib.
Tampang.com | Fenomena judi online di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam setelah terungkapnya modus baru yang dilakukan oleh kelompok pelaku internasional. Kali ini, perhatian tertuju pada kehadiran jaringan asal China yang menyusup ke dalam negeri dengan strategi yang semakin canggih dan sistematis. Fakta mengejutkan ini diungkap langsung oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) 2025 yang berlangsung di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menurut Sigit, jaringan pelaku kejahatan dari China membentuk perusahaan teknologi palsu di Indonesia. Perusahaan fiktif ini bukan sekadar kedok biasa, melainkan dirancang khusus untuk membangun sistem judi online terbaru yang sangat mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Strategi mereka fokus pada kemudahan deposit dengan nominal kecil sehingga tampak seolah-olah tidak berisiko. Namun, dampaknya sangat besar—Polri bahkan berhasil mengamankan dana hasil kejahatan senilai Rp 500 miliar hanya dari satu kasus.
Upaya pemberantasan judi online kini semakin masif. Satgas Pemberantasan Judi Online, yang dipimpin oleh Menko Polhukam dan didukung oleh Polri, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, serta PPATK, terus memburu para pelaku. Mereka bekerja sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan ancaman ini secara total. Lebih dari itu, masyarakat pun mulai menunjukkan kepedulian melalui edukasi internal di lingkungan keluarga tentang bahaya dan dampak sosial dari judi online.
Hasil dari kerja keras ini mulai terlihat. Berdasarkan data terbaru PPATK, jumlah transaksi judi online pada kuartal pertama tahun 2025 menurun drastis, lebih dari 80% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dari Januari hingga Maret 2025 tercatat 39,8 juta transaksi, dan jika tren ini bisa dipertahankan, total transaksi hingga akhir tahun diperkirakan bisa ditekan menjadi sekitar 160 juta transaksi saja.
Namun, potensi bahaya tetap menghantui. Tanpa intervensi berkelanjutan, PPATK memproyeksikan perputaran uang dari judi online bisa mencapai Rp 1.200 triliun pada akhir 2025. Ini bukan sekadar angka; melainkan ancaman nyata terhadap stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Fakta lain yang sangat memprihatinkan adalah keterlibatan anak-anak dalam praktik judi online. Data PPATK menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2025, terdapat lebih dari Rp 2,2 miliar deposit yang dilakukan oleh anak-anak berusia 10 hingga 16 tahun. Sementara pemain berusia 17–19 tahun menyumbang Rp 47,9 miliar, dan kelompok usia 31–40 tahun mencatatkan deposit tertinggi sebesar Rp 2,5 triliun.
Lebih dari 71% pelaku judi online tercatat memiliki penghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan dan terjerat pinjaman non-perbankan, seperti pinjol dan koperasi ilegal. Tahun 2023, dari total 3,7 juta pemain, sebanyak 2,4 juta di antaranya memiliki pinjaman. Angka ini melonjak drastis pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain, dengan 3,8 juta di antaranya dalam jeratan pinjaman yang sama.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa angka-angka tersebut mewakili dampak sosial yang sangat serius. Judi online tak hanya menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menyumbang pada konflik rumah tangga, penyebaran prostitusi, dan ketergantungan terhadap pinjaman online.
Menghadapi situasi ini, pemerintah menyusun berbagai strategi konkret. Salah satu langkah strategis adalah penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) oleh Komdigi untuk mendeteksi dan memblokir konten berbau judi secara real time. Edukasi digital pun digencarkan melalui literasi menyeluruh kepada masyarakat guna meningkatkan pemahaman tentang bahaya tersembunyi di balik dunia digital.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang tata kelola platform digital untuk perlindungan anak di ruang digital. Regulasi ini menegaskan bahwa akses digital untuk anak di bawah usia 18 tahun akan dibatasi, dan baru diizinkan masuk sepenuhnya pada usia 16 tahun. Kebijakan ini diharapkan mampu menekan laju kejahatan digital yang menargetkan anak-anak.
Tak hanya itu, pemerintah juga tengah mengatur ulang sistem identifikasi pengguna telekomunikasi. Komdigi mendorong masyarakat untuk beralih dari kartu SIM fisik ke e-SIM, guna menekan potensi penyalahgunaan. Dari total 350 juta kartu SIM yang beredar di Indonesia, upaya ini ditujukan untuk membatasi satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya dapat memiliki maksimal tiga nomor per operator. Pendataan yang ketat ini menjadi salah satu senjata penting untuk menutup celah penyebaran konten ilegal dan pencurian data pribadi.
Sebagai hasil dari berbagai intervensi tersebut, hingga periode 20 Oktober 2024 sampai 23 April 2025, Komdigi telah memblokir lebih dari 1,3 juta konten yang mengandung unsur judi online. Dengan langkah-langkah yang semakin agresif dan kolaboratif ini, Satgas Pemberantasan Judi Online optimistis dapat menekan perputaran dana ilegal hingga Rp 150 triliun sebelum tahun 2025 berakhir.
Pemberantasan judi online kini menjadi misi nasional yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan instansi pemerintah. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, kolaborasi dan ketegasan menjadi kunci utama untuk menjaga generasi bangsa dari ancaman laten yang dapat merusak masa depan mereka.