Sumber foto: iStock

Terkuak! Uang Rp 51 Triliun Menguap di Judi Online, Begini Cara Modusnya Lewat QRIS & Dompet Digital

Tanggal: 17 Apr 2025 09:17 wib.
Fenomena judi online di Indonesia kian menjadi sorotan tajam, tak hanya karena maraknya aktivitas ilegal ini, tetapi juga karena dampaknya yang mengkhawatirkan terhadap stabilitas ekonomi nasional. Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa jumlah deposit yang tercatat dari aktivitas judi online sepanjang tahun 2024 mencapai angka fantastis, yaitu Rp 51 triliun. Ini hanya bagian dari total perputaran dana dalam industri perjudian daring yang menyentuh angka Rp 359 triliun sepanjang tahun lalu.

Informasi ini disampaikan langsung oleh Danang Tri Hartono, Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, dalam program "Profit" di CNBC Indonesia, Selasa (15/4/2025). Ia menjelaskan bahwa nilai deposit tersebut mencerminkan uang nyata yang masuk ke sistem judi online, termasuk dana yang digunakan untuk bermain, membayar kemenangan, serta mencuci uang hasil kejahatan.

Danang memaparkan, jika diasumsikan sekitar 20% dari total deposit digunakan untuk biaya operasional dan membayar kemenangan, maka setidaknya Rp 40 triliun dana mengalir ke luar sistem resmi. Pertanyaannya, ke mana uang sebesar itu pergi? Bila dibawa ke luar negeri, tentu ini menimbulkan kerugian ekonomi serius bagi Indonesia karena devisa yang seharusnya berputar di dalam negeri malah hilang begitu saja.

“Kalau kita bicara kerugian ekonomi nasional dari perjudian online, kita bisa menilainya dari deposit yang masuk. Dari Rp 51 triliun, kalau 20%-nya digunakan untuk biaya operasional, maka sisanya — Rp 40 triliun — bisa jadi bocor ke luar negeri. Ini jelas potensi kerugian besar terhadap perekonomian kita,” jelas Danang.

Modus Canggih: Dari Transfer Bank ke QRIS

Salah satu tantangan besar dalam memerangi praktik judi online saat ini adalah kecanggihan metode transaksi yang digunakan oleh pelaku. Jika di tahun 2023 lalu mayoritas transaksi dilakukan melalui transfer bank atau dompet digital langsung ke rekening penampung, kini situasinya lebih rumit.

Menurut PPATK, para pelaku kini mulai beralih ke QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) sebagai metode pembayaran. Hal ini membuat pelacakan transaksi menjadi semakin sulit dilakukan. “Dari total Rp 51 triliun deposit di tahun 2024, sekitar Rp 26 triliun masih melalui metode transfer biasa. Namun, Rp 24 triliun sisanya telah menggunakan QRIS. Ini menunjukkan tren pergeseran yang signifikan dalam metode pembayaran mereka,” ungkap Danang.

Modus ini menjadi tantangan besar bagi aparat dan regulator, karena QRIS awalnya dikembangkan untuk mempermudah transaksi UMKM dan meningkatkan inklusi keuangan. Namun kini justru disalahgunakan sebagai alat transaksi ilegal.

Peran Dompet Digital: OVO Ungkap Fakta

Sementara itu, perusahaan dompet digital seperti OVO juga ikut angkat suara terkait fenomena ini. Presiden Direktur OVO, Karaniya Dharmasaputra, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memfasilitasi transaksi judi online. Ia menjelaskan bahwa akun-akun yang terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut merupakan akun penyalahgunaan yang beroperasi tanpa kerja sama atau sepengetahuan pihak OVO.

“Seluruh aktivitas yang terjadi adalah penyalahgunaan akun-akun OVO tanpa kolaborasi atau kerja sama apapun dari kami. Kami tidak pernah membuka ruang atau kanal untuk judi online,” ujar Karaniya.

Ia juga menekankan bahwa OVO telah berhasil menurunkan angka penyalahgunaan akun untuk transaksi judi online hingga lebih dari 90%. Hal ini berkat kerja sama yang erat antara OVO dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait, termasuk PPATK.

Upaya ini menjadi contoh penting dalam ekosistem digital bahwa kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah sangat krusial dalam memberantas praktik ilegal di dunia digital.

Perang Melawan Judi Online Masih Panjang

Peningkatan transaksi judi online yang begitu besar menjadi peringatan serius bagi semua pihak. Angka Rp 359 triliun dalam perputaran uang judi online bukan hanya mencerminkan tingginya minat masyarakat terhadap perjudian digital, tetapi juga memperlihatkan kekosongan regulasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.

Di satu sisi, pertumbuhan pesat industri keuangan digital memberi dampak positif terhadap inklusi keuangan. Namun di sisi lain, tanpa pengawasan yang ketat, teknologi justru bisa menjadi pisau bermata dua — menjadi alat untuk tindakan kriminal seperti judi online, pencucian uang, hingga pendanaan aktivitas ilegal lainnya.

Pemerintah, PPATK, dan pelaku industri digital diharapkan dapat meningkatkan sinergi dalam sistem pemantauan transaksi, memperkuat sanksi hukum, serta terus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya serta konsekuensi hukum dari terlibat dalam aktivitas judi online.

Kesimpulannya, walau teknologi memberikan kemudahan, penting untuk memastikan bahwa inovasi tersebut tidak disalahgunakan untuk kepentingan kriminal. Judi online bukan sekadar isu moral, tetapi juga ancaman nyata terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan digital Indonesia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved