Telegram Melesat, Bisakah WhatsApp Bertahan di Puncak? Fakta Mengejutkan di Balik Duel Raksasa Aplikasi Pesan
Tanggal: 25 Mei 2025 01:01 wib.
Meta Platforms harus menghadapi tantangan besar dari aplikasi perpesanan Telegram yang terus melesat tajam. Menurut laporan terbaru dari pendiri Telegram, Pavel Durov, aplikasi miliknya sudah menembus angka 1 miliar pengguna aktif per Maret 2025. Ini merupakan tonggak penting yang semakin mendekatkan Telegram ke posisi teratas pasar aplikasi pesan instan yang selama ini didominasi oleh WhatsApp.
Selain itu, Telegram juga mengumumkan pencapaian keuntungan perusahaan yang mencapai US$547 juta (sekitar Rp8,8 triliun dengan kurs Rp16.090 per dolar) sepanjang tahun lalu. Angka ini menunjukkan bahwa selain pertumbuhan pengguna yang pesat, Telegram juga berhasil meraih pendapatan besar dan mempertahankan keberlangsungan bisnisnya secara mandiri.
Sebagai pembanding, WhatsApp saat ini memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif dan diperkirakan akan mencapai angka 3 miliar pada akhir tahun 2025. Meski jumlah pengguna WhatsApp jauh lebih besar, pertumbuhan cepat Telegram menandakan adanya perubahan signifikan dalam lanskap aplikasi pesan instan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip TechCrunch, Pavel Durov menyatakan bahwa WhatsApp sebenarnya “meniru” Telegram dan selama bertahun-tahun berusaha menyalip inovasi Telegram. Ia menuding WhatsApp menggunakan dana besar untuk lobi dan kampanye PR agar memperlambat pertumbuhan Telegram, namun upaya tersebut gagal. “Telegram terus tumbuh, meraih keuntungan, dan menjaga kemandirian kami,” tambah Durov.
Data dari DemandSage mengungkap bahwa sekitar 10 juta orang sudah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. Menariknya, India menjadi pasar terbesar Telegram dengan 45% dari total pengguna aktif berasal dari negara tersebut. Sementara hanya sekitar 9% pengguna Telegram berasal dari Amerika Serikat.
Demografis pengguna Telegram juga cukup spesifik. Lebih dari separuh pengguna (53,2%) berada pada rentang usia 25-44 tahun, dengan dominasi pengguna pria sebesar 58% dibandingkan perempuan yang 42%. Waktu rata-rata yang dihabiskan pengguna di Telegram sekitar 3 jam 45 menit per bulan. Meski waktu ini masih kalah jauh dibandingkan WhatsApp yang rata-rata diakses selama 17 jam 6 menit per bulan, kenaikan pengguna Telegram tetap menjadi ancaman serius bagi WhatsApp.
Pada 2024, saat Telegram melaporkan 900 juta pengguna aktif, Durov mengungkapkan bahwa perusahaan menghadapi tekanan besar dari sejumlah negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu di platformnya. Bahkan, pada Agustus 2024, Durov sempat ditahan di Prancis atas tuduhan keterlibatan dalam penyebaran konten ilegal, termasuk pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan melalui aplikasi Telegram. Namun, ia dibebaskan bersyarat dalam waktu kurang dari satu minggu dengan membayar jaminan 5 juta euro.
Pasca penahanan tersebut, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan memperketat moderasi konten agar memenuhi regulasi yang berlaku. Meski demikian, Durov tetap menegaskan netralitas Telegram dalam hal konflik geopolitik. Contohnya, selama invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Telegram berperan sebagai sumber informasi yang tidak menyensor konten apapun.
Transparansi ini sekaligus menjadi pedang bermata dua, karena disinformasi juga kerap beredar di platform tersebut. Namun, Durov meyakinkan bahwa sistem enkripsi Telegram sangat kuat sehingga pertukaran pesan terlindungi sepenuhnya dari intervensi pemerintah. Ia pernah berkata, “Saya lebih memilih kebebasan daripada tunduk pada perintah siapa pun.”
Durov bahkan mengklaim bahwa ada upaya dari beberapa pemerintah, termasuk FBI, untuk membobol sistem enkripsi Telegram. Menurutnya, FBI pernah berusaha merekrut engineer Telegram agar membuat celah backdoor yang memungkinkan pengawasan rahasia. Pihak FBI tidak memberikan komentar terkait tuduhan ini.
Tak hanya tekanan dari pemerintah, tantangan besar juga datang dari rival-rival teknologi seperti Apple dan Alphabet (Google). Durov menyatakan bahwa kedua perusahaan ini memiliki kontrol ketat atas aplikasi yang bisa diunduh di platform mereka dan dapat melakukan sensor besar-besaran terhadap konten serta data di perangkat pengguna.
Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi, Telegram tetap teguh mempertahankan prinsipnya sebagai platform yang mendukung kebebasan berpendapat dan privasi pengguna. Sementara WhatsApp, dengan kekuatan dan jangkauan yang lebih besar, juga terus berinovasi untuk mempertahankan posisinya sebagai aplikasi pesan paling populer di dunia.
Pertarungan antara Telegram dan WhatsApp bukan sekadar kompetisi biasa, melainkan juga pertempuran ideologi mengenai kebebasan digital, privasi, dan kontrol informasi di era teknologi saat ini. Dengan pertumbuhan pengguna yang terus meningkat dan pendapatan yang signifikan, Telegram tampaknya bukan hanya pesaing, melainkan ancaman nyata bagi dominasi WhatsApp yang selama ini tak terbantahkan.