Sumber foto: iStock

Telegram Didenda Rp 10 Miliar di Australia: Regulasi Semakin Ketat!

Tanggal: 25 Feb 2025 20:05 wib.
Regulator keamanan online di Australia baru-baru ini membuat keputusan yang mengejutkan dengan mendenda aplikasi pesan instan Telegram sebesar 1 juta dolar Australia, setara dengan sekitar Rp 10 miliar. Denda tersebut dikenakan karena Telegram terlambat memberikan jawaban terkait pertanyaan penting mengenai langkah-langkah yang diambil oleh aplikasi ini dalam mencegah penyebaran konten pelecehan anak dan materi ekstremis yang mengandung kekerasan. 

Komisi eSafety Australia mencatat bahwa mereka telah mengambil inisiatif serius untuk meminta pertanggungjawaban dari sejumlah platform media sosial, termasuk Telegram, Reddit, YouTube, X, dan Facebook. Maret 2024 lalu, institusi tersebut mengecam platform-platform ini karena dianggap tidak cukup berupaya mengatasi masalah yang berkaitan dengan ekstremisme, khususnya terkait fitur live-streaming, algoritma, dan sistem rekomendasi yang mereka miliki. 

Dalam konteks ini, Telegram dan Reddit diminta untuk menjelaskan langkah konkret yang telah mereka lakukan dalam memerangi pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi di platform mereka. Meskipun diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut pada bulan Mei, Telegram baru merespons di bulan Oktober, jauh setelah batas waktu yang diberikan. Hal ini memicu reaksi keras dari Komisioner eSafety, Julie Inman Grant, yang menyatakan, "Transparansi yang tepat waktu bukanlah persyaratan sukarela di Australia, dan tindakan ini memperkuat pentingnya semua perusahaan untuk mematuhi hukum Australia."

Keterlambatan dalam menanggapi pertanyaan dari eSafety ini ternyata telah menghambat upaya mereka dalam menerapkan langkah-langkah keamanan di dunia maya. Dalam pernyataannya, Telegram mengklaim bahwa mereka telah sepenuhnya memenuhi semua pertanyaan yang diajukan oleh pihak eSafety pada tahun lalu, menyatakan bahwa tidak ada masalah yang belum terpecahkan.

Namun, tanggapan tersebut dianggap tidak memadai dan memicu ketidakpuasan lebih lanjut dari pihak regulator. Telegram menilai hukuman yang diberikan tidak adil dan tidak proporsional, dengan fokus utama pada waktu respons mereka. Mereka berencana untuk mengajukan banding terhadap denda ini, memperlihatkan adanya ketegangan antara platform media sosial besar dan para regulator di negara tersebut.

Menurut penjelasan dari badan intelijen Australia, satu dari lima kasus kontra-terorisme yang sedang diselidiki melibatkan anak-anak muda. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak muda telah terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengan ekstremisme, yang semakin menekankan pentingnya langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat dari platform media sosial. Pengawasan yang lebih ketat terhadap aplikasi seperti Telegram menjadi perhatian besar di negara tetangga Indonesia, di mana penggunaan aplikasi perpesanan ini terus meningkat. 

Julie Inman Grant menandaskan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi raksasa harus memberikan transparansi yang lebih besar dan menerapkan langkah-langkah untuk mencegah penyalahgunaan layanan mereka. "Jika kita menginginkan akuntabilitas dari industri teknologi, kita memerlukan transparansi yang lebih besar. Kewenangan ini memberi kami gambaran tentang bagaimana platform-platform tersebut beroperasi, serta berbagai bahaya online yang serius dan mengerikan yang mempengaruhi warga Australia," tambahnya.

Masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Telegram agar dapat memenuhi harapan regulator. Jika perusahaan tersebut memutuskan untuk mengabaikan pemberitahuan penalti ini, eSafety tidak akan ragu untuk membawa kasus ini ke pengadilan. 

Keterlibatan Pavel Durov, CEO Telegram, juga memperlihatkan sisi lain dari masalah ini. Durov sempat ditangkap di Prancis pada Agustus 2024, menghadapi beberapa tuduhan serius, termasuk pencucian uang, perdagangan narkoba, dan penyebaran konten pelecehan seksual anak di platform mereka. Hal ini tidak hanya menambah beban masalah bagi Telegram, tetapi juga memberikan dampak pada citra perusahaan di mata publik.

Setelah mendapatkan jaminan, Durov segera menyatakan niatnya untuk merombak layanannya dengan fokus yang lebih besar pada moderasi konten. Dalam usaha untuk memulihkan reputasinya, Telegram mungkin akan terpaksa menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam pengawasan konten dan interaksi pengguna demi memastikan bahwa mereka tidak lagi terjerat dalam masalah yang sama di masa depan.

Senjata utama yang dapat diambil oleh Telegram untuk menjaga posisinya di pasar adalah dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama dengan regulator. Hal ini menjadi semakin penting mengingat tekanan yang datang dari pemerintahan dan lembaga keamanan di berbagai negara, termasuk Australia dan Indonesia, untuk menjamin bahwa platform mereka tidak menjadi sarana bagi penyebaran konten yang merugikan masyarakat.

Sikap proaktif dalam menghadapi tantangan ini akan sangat menentukan masa depan Telegram. Dalam industri yang terus berkembang pesat, di mana teknologi dan interaksi sosial mengalami perubahan yang cepat, keterlibatan secara langsung dengan para pembuat kebijakan dan regulator semakin diperlukan. Telegram berpotensi untuk menjadi pionir dalam mengembangkan standar baru untuk keamanan online jika mereka mampu mengatasi isu-isu ini secara efektif.

Sementara itu, dampak dari tindakan Australia kepada Telegram ini bisa menjadi preseden bagi negara lain dalam menegakkan regulasi yang lebih ketat terhadap aplikasi media sosial. Fokus pada keselamatan anak-anak dan mencegah ekstremisme online diperkirakan akan menjadi perhatian utama bagi berbagai negara di seluruh dunia dalam waktu dekat.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved