Tarif Ojol Naik, Siapa yang Benar-Benar Diuntungkan? Fakta Mengejutkan Ini Bisa Mengubah Pandangan Anda!
Tanggal: 6 Feb 2025 14:14 wib.
menuntut adanya kenaikan tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang mereka yakini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebagai respons, beberapa pemerintah daerah akhirnya menyetujui kenaikan tarif tersebut sebagai solusi untuk membantu pengemudi memperoleh penghasilan yang lebih layak.
Namun, salah satu perusahaan penyedia layanan transportasi online terbesar di Indonesia, Maxim, mengungkapkan dampak tak terduga dari kebijakan tersebut. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan pengemudi, kenaikan tarif justru berimbas negatif pada perekonomian di berbagai daerah seperti Batam, Yogyakarta, dan Samarinda.
Dampak Kenaikan Tarif pada Minat Pengguna
Kenaikan tarif minimum terbukti mempengaruhi keseimbangan antara ketersediaan layanan transportasi online dengan daya beli masyarakat. Hal ini membuat banyak orang mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan transportasi mereka. Penurunan permintaan terhadap layanan e-hailing tercermin dari berbagai hasil survei dan statistik yang menunjukkan dampak negatif kebijakan ini.
Misalnya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), sebanyak 50% responden menyatakan tidak setuju dengan kenaikan tarif, sedangkan 7% lainnya sangat menentangnya. Hanya 27% pengguna yang tetap memilih layanan transportasi online, sementara 49% lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini berpotensi meningkatkan kemacetan di kota-kota besar.
Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian internal Maxim di Kota Batam. Survei menunjukkan bahwa 73% masyarakat tidak setuju dengan kenaikan tarif perjalanan. Di Kota Samarinda dan Makassar, jumlah pesanan yang diterima pengemudi bahkan menurun hingga 20 kali lipat setelah tarif naik.
Dari berbagai survei di beberapa kota tersebut, terlihat bahwa kenaikan tarif yang bertujuan meningkatkan pendapatan pengemudi justru menyebabkan penurunan jumlah pelanggan. Akibatnya, penghasilan pengemudi semakin berkurang karena minimnya order yang masuk.
Regulasi Tarif dan Protes yang Muncul
Polemik tarif transportasi online semakin meruncing ketika beberapa pemerintah daerah menaikkan tarif minimum melalui Surat Keputusan Gubernur. Keputusan ini menuai protes besar dari para pengemudi dan pengguna layanan. Padahal, regulasi mengenai tarif Angkutan Sewa Khusus berbasis aplikasi sebenarnya telah diatur oleh Kementerian Perhubungan, yang berwenang dalam menetapkan batas tarif minimum. Aturan tersebut tertuang dalam PM 118 Tahun 2018 dan Peraturan Dirjen No. 3244/2017.
Terkait hal ini, Director Development Maxim, Dirhamsyah, menekankan bahwa kebijakan tarif seharusnya mengikuti regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
"Kami mengusulkan agar regulasi tarif dipusatkan dan diterapkan oleh otoritas nasional. Dengan begitu, penentuan tarif dapat dilakukan secara lebih ideal, seimbang, dan sesuai dengan prinsip dasar pembentukan kebijakan publik. Kami juga berharap agar aplikator diberikan ruang dalam menetapkan tarif ideal guna mendukung kesejahteraan para mitra pengemudi," ujar Dirhamsyah.
Dampak Kenaikan Tarif Terhadap Perekonomian
Kenaikan tarif transportasi online tidak hanya berdampak pada pengemudi dan konsumen, tetapi juga terhadap perekonomian secara keseluruhan. Saat ini, Indonesia masih menghadapi permasalahan serius seperti tingginya angka pengangguran dan inflasi pangan.
Sebagai industri dengan pertumbuhan pesat, layanan transportasi berbasis digital (e-hailing) telah memberikan dampak besar bagi perekonomian digital. Kehadiran layanan ini membantu menghidupkan sektor perdagangan dan pariwisata serta menjadi solusi bagi mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan formal.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Pieter Abdullah, menyoroti bahwa pekerjaan sebagai pengemudi ojol menawarkan fleksibilitas, kemudahan akses, serta pendapatan yang cukup layak. Oleh karena itu, banyak individu yang mengandalkan profesi ini sebagai sumber penghasilan utama.
Namun, dengan adanya kenaikan tarif yang mengurangi jumlah pengguna, pengemudi transportasi online justru menghadapi ancaman kehilangan pendapatan. Mayoritas mitra driver yang berusia produktif (21-40 tahun) dan bergantung pada lebih dari satu aplikasi untuk mendapatkan penghasilan, kini mengalami penurunan order secara drastis.
Dampak Lebih Luas: Kemacetan dan Penurunan Pendapatan Negara
Selain merugikan pengemudi dan konsumen, kebijakan kenaikan tarif juga berdampak pada sektor transportasi dan lingkungan. Ketika masyarakat beralih ke kendaraan pribadi akibat mahalnya tarif transportasi online, kemacetan di perkotaan meningkat. Hal ini juga berpotensi menambah tingkat polusi udara.
Dari sisi ekonomi negara, menurunnya transaksi di sektor transportasi digital turut berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Jika situasi ini terus berlanjut, maka industri transportasi online yang sebelumnya menjadi pilar penting dalam perekonomian digital justru bisa melemah.
Kesimpulan: Solusi yang Dibutuhkan
Kenaikan tarif transportasi online yang awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi justru menimbulkan efek domino yang merugikan banyak pihak. Berkurangnya jumlah pengguna membuat penghasilan pengemudi semakin tergerus. Selain itu, lonjakan penggunaan kendaraan pribadi memperburuk kemacetan serta menciptakan dampak negatif terhadap lingkungan.
Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih fleksibel dan berbasis data dalam menetapkan kebijakan tarif. Pemerintah pusat perlu mengambil alih pengaturan tarif agar lebih seimbang dan tidak hanya menguntungkan satu pihak saja. Di sisi lain, aplikator layanan transportasi online juga sebaiknya diberikan kesempatan untuk menetapkan tarif yang realistis agar ekosistem industri ini tetap berjalan dengan baik.
Jika kebijakan yang diambil tidak mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan pengemudi, pengguna, dan ekonomi secara keseluruhan, maka transportasi online di Indonesia bisa mengalami kemunduran yang justru merugikan semua pihak.