Sumber foto: iStock

Skandal TikTok: Tuduhan Eksploitasi Anak dan Ancaman Pemblokiran di AS

Tanggal: 9 Jan 2025 19:15 wib.
Sebuah fakta baru terkuak menjelang keputusan penentuan nasib blokir permanen TikTok di Amerika Serikat (AS). TikTok diduga telah mengetahui bahwa aplikasinya mendorong perilaku seksual dan mengeksploitasi anak-anak, namun tetap mengabaikan hal tersebut demi keuntungan yang mereka dapatkan dari pengguna.

Informasi ini terungkap dalam materi gugatan yang diajukan oleh negara bagian Utah, yang menambah semakin rumitnya situasi TikTok menjelang rencana pelarangan di AS pada tanggal 19 Januari 2025 mendatang. Pelarangan ini akan dilaksanakan kecuali pemilik TikTok yang berbasis di Tiongkok, ByteDance, menjual aplikasi media sosial populer tersebut.

Gugatan yang diajukan negara bagian Utah pada bulan Juni tahun sebelumnya menuduh TikTok melakukan eksploitasi terhadap anak-anak. Tuduhan ini menjadi perhatian serius setelah kutipan dari Reuters pada hari Senin, 6 Januari 2025. Jaksa Agung negara bagian tersebut, Sean Reyes, menyatakan bahwa fitur streaming TikTok Live telah menciptakan "klub penari telanjang virtual" yang menghubungkan para korban dengan predator seksual secara real time.

Dokumen internal yang dikutip dalam gugatan tersebut menunjukkan bahwa TikTok telah mengetahui ancaman yang ditimbulkan oleh fitur Live melalui serangkaian tinjauan internal terhadap fitur tersebut. Proyek internal yang diberi nama Meramec menemukan bahwa sejak awal tahun 2022, ratusan ribu anak berusia 13 hingga 15 tahun telah melakukan siaran Live melanggar batasan usia minimum penggunaan aplikasi.

Lebih lanjut, dokumen tersebut juga menyebutkan bahwa banyak anak tersebut diduga dipersiapkan oleh orang dewasa untuk melakukan tindakan seksual, bahkan melibatkan ketelanjangan, dengan imbalan hadiah virtual. Tak hanya itu, sebuah proyek internal yang disebut dengan nama Jupiter pada tahun 2021 menemukan bahwa pengguna Live juga digunakan oleh penjahat untuk mencuci uang, menjual narkoba, dan mendanai terorisme, termasuk oleh ISIS.

Sementara itu, sebuah studi internal yang dilakukan pada Desember 2023 mendokumentasikan apa yang diakui oleh TikTok sebagai 'kekejaman' mempertahankan fitur Live dengan risiko bagi anak di bawah umur, seperti yang disebutkan dalam pengaduan tersebut.

Kasus ini menunjukkan bahwa TikTok telah lalai dalam menangani isu terkait keamanan anak-anak dan eksploitasi seksual di platformnya.  

Menurut penelitian dari American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), paparan terhadap konten seksual dapat berdampak negatif pada perkembangan remaja, meningkatkan risiko penyalahgunaan seks dan menimbulkan gangguan mental.

Selain itu, sebuah studi yang dilakukan oleh National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) menemukan bahwa ada peningkatan signifikan dalam penyalahgunaan aplikasi media sosial untuk tujuan eksploitasi seksual terhadap anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi di TikTok, tetapi juga tersebar luas di berbagai platform media sosial lainnya.

Tindakan konkrit perlu diambil untuk melindungi anak-anak dari risiko yang ditimbulkan oleh platform-media sosial. Bukan hanya tanggung jawab perusahaan, namun juga pemerintah dan pengguna harus turut serta memastikan bahwa lingkungan digital aman dan bersih dari konten yang merugikan untuk perkembangan anak-anak.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved