Skandal AI Palsu: Startup Fintech Ini Ternyata Digerakkan Manusia, Bukan Robot
Tanggal: 12 Apr 2025 21:44 wib.
Di tengah gelombang kepercayaan pada teknologi kecerdasan buatan (AI), sebuah kabar mengejutkan datang dari dunia startup. Albert Saniger, CEO dari perusahaan fintech Nate, kini tengah menghadapi proses hukum setelah terungkap melakukan penipuan besar-besaran terhadap para investornya.
Modus Penipuan: Mengaku Pakai AI, Ternyata Pekerjakan Ratusan Orang
Saniger mengklaim bahwa Nate adalah platform belanja berbasis AI yang mampu melakukan transaksi secara otomatis di berbagai situs e-commerce hanya dengan sekali klik. Namun, kenyataannya sungguh berbeda. Investigasi dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengungkap bahwa tidak satu pun transaksi di Nate yang dilakukan secara otomatis.
Alih-alih menggunakan teknologi canggih, Nate justru mengandalkan ratusan pekerja outsourcing asal Filipina yang secara manual menjalankan setiap transaksi yang dilakukan pengguna. Para pekerja ini bertugas berpura-pura menjadi sistem AI, menjawab perintah dan mengeksekusi pembelian secara manual—sebuah fakta yang sangat bertentangan dengan narasi teknologi yang selama ini dijual Saniger ke publik.
Janji Manis yang Menipu Investor
Sejak diluncurkan pada tahun 2018, Nate tampil meyakinkan di mata investor. Dengan menjanjikan sistem belanja otomatis berbasis AI yang revolusioner, Saniger berhasil menggalang dana hingga lebih dari 50 juta dolar AS. Investor papan atas seperti Coatue dan Forerunner Ventures ikut terlibat dalam pendanaan awal Nate, yang kemudian disusul oleh pendanaan Seri A senilai 38 juta dolar AS pada 2021.
Dana ini, menurut pengakuan Saniger kepada para investor, digunakan untuk mengembangkan teknologi AI mutakhir dan merekrut tim riset data guna menyempurnakan sistem belanja otomatis yang diklaim "tanpa sentuhan manusia."
Namun dalam dokumen tuntutan, jaksa menyatakan bahwa seluruh transaksi sebenarnya dijalankan sepenuhnya oleh manusia, dan teknologi AI yang dijanjikan hampir tidak pernah berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan dalam kondisi normal sekalipun, seluruh sistem operasional Nate sebenarnya bergantung pada tenaga kerja manusia, bukan AI.
Keuangan Ambruk, Startup Hancur
Kebohongan yang dibangun Saniger akhirnya runtuh. Pada awal tahun 2023, Nate kehabisan dana dan terpaksa menjual seluruh aset perusahaan. Akibatnya, semua investor kehilangan investasinya, dan modal mereka lenyap begitu saja tanpa hasil.
Baik Albert Saniger maupun pihak Nate menolak memberikan komentar atas siaran pers resmi dari Departemen Kehakiman AS yang membeberkan kasus ini.
Fenomena Startup ‘Ngaku AI’ Tapi Pakai Manusia
Kasus Nate menambah panjang daftar perusahaan rintisan yang membesar-besarkan peran AI dalam sistem mereka, padahal justru dijalankan oleh manusia. Sebelumnya, The Verge juga melaporkan kejadian serupa pada sebuah startup software untuk layanan drive-through restoran cepat saji. Perusahaan tersebut mengklaim menggunakan AI untuk menerima pesanan pelanggan, namun ternyata semua instruksi suara ditangani secara langsung oleh operator di Filipina.
Kasus serupa juga terjadi pada EvenUp, startup yang bergerak di bidang hukum dan mengklaim mengotomatiskan proses hukum dengan AI. Dalam kenyataannya, banyak proses yang dikerjakan oleh tim manusia secara manual.
Mengapa Banyak Startup ‘Mendewakan’ AI?
Dalam ekosistem startup saat ini, AI menjadi kata kunci yang sangat menjual. Investor kerap tertarik untuk mendanai proyek yang berbau teknologi mutakhir seperti machine learning, AI generatif, dan automasi cerdas. Namun, dalam praktiknya, beberapa startup menggunakan narasi tersebut hanya sebagai alat pemasaran—tanpa benar-benar memiliki teknologi yang dijanjikan.
Skandal ini menimbulkan pertanyaan penting: sejauh mana investor bisa memverifikasi kebenaran teknologi yang diusung sebuah startup? Dan bagaimana seharusnya masyarakat serta regulator menyikapi tren glorifikasi AI yang semakin marak namun belum tentu akurat?
Potensi Efek Jangka Panjang
Kasus Nate bisa berdampak besar bagi ekosistem startup, terutama di sektor AI dan fintech. Investor mungkin akan menjadi lebih skeptis dan menuntut transparansi yang lebih tinggi sebelum menggelontorkan dana. Sementara itu, regulasi terhadap penggunaan istilah “AI” dalam produk digital juga bisa semakin diperketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan istilah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Di sisi lain, masyarakat kini juga perlu lebih jeli dalam menilai apakah sebuah teknologi benar-benar otomatis atau hanya berpura-pura canggih demi kepentingan marketing.
Kesimpulan: Bukan AI, Tapi 'Asli Indonesia' – Alias Manusia
Skandal yang menyeret Albert Saniger dan startup Nate ini menjadi peringatan keras bagi dunia teknologi. Di era ketika AI dianggap sebagai solusi segala hal, kenyataan bahwa banyak layanan masih bergantung pada tenaga manusia menunjukkan bahwa “otomatisasi penuh” masih jauh dari kenyataan.
Kisah ini bukan hanya tentang penipuan finansial, tetapi juga tentang bagaimana ekspektasi terhadap teknologi bisa menjadi senjata makan tuan. Investor, pengguna, dan regulator kini dituntut untuk lebih kritis dan transparan dalam menilai apakah sebuah produk benar-benar didorong oleh teknologi inovatif, atau hanya sekadar didorong oleh tangan-tangan manusia yang tersembunyi.