Sergey Brin Akui Gagal di Google Glass: Kini Kembali ‘Turun Gunung’ Demi Masa Depan AI dan Kacamata Pintar
Tanggal: 22 Mei 2025 09:40 wib.
Sergey Brin, salah satu tokoh utama di balik kelahiran Google, akhirnya angkat bicara tentang kegagalan masa lalu yang cukup dikenal: Google Glass. Dalam sebuah sesi wawancara di ajang Google I/O 2025, Brin mengungkapkan secara terbuka bahwa dirinya banyak melakukan kesalahan dalam pengembangan produk kacamata pintar tersebut.
Pengakuan tersebut datang bukan dari sosok pemula, melainkan dari pendiri raksasa teknologi dunia. Brin menjelaskan bahwa pada masa awal pengembangan Google Glass, ia memiliki pemahaman yang minim tentang rantai pasok elektronik, termasuk bagaimana cara memproduksi perangkat seperti kacamata pintar dengan harga yang dapat dijangkau oleh pasar luas.
“Aku benar-benar tidak tahu bagaimana membuatnya dengan biaya yang masuk akal,” aku Brin dalam wawancaranya bersama jurnalis teknologi, Alex Kantrowitz. Pernyataan ini menjadi salah satu momen reflektif yang langka dari seorang tokoh teknologi yang selama ini dikenal jenius dan visioner.
Namun, meski masa lalu penuh pelajaran, Brin tetap menaruh harapan besar pada masa depan teknologi kacamata pintar. Ia bahkan menyatakan masih optimistis bahwa konsep komputasi yang dikenakan (wearable computing) melalui perangkat berbentuk kacamata akan berkembang menjadi bagian penting dari kehidupan digital manusia.
Brin menyambut baik langkah lanjutan yang kini dilakukan oleh Google dalam menghidupkan kembali ambisi tersebut, kali ini dengan pendekatan yang lebih matang dan didukung oleh mitra strategis.
“Kami kembali dengan partner hebat yang bisa membantu mengatasi kendala sebelumnya,” kata Brin, seperti dikutip dari laporan TechCrunch.
Google sendiri memang telah mengumumkan pembaruan penting terkait proyek kacamata pintar mereka yang baru, yaitu Android XR. Perangkat ini tidak hanya merupakan evolusi dari Google Glass, tetapi juga hadir dengan dukungan kecerdasan buatan (AI) canggih dari proyek Project Astra yang dikembangkan oleh unit AI DeepMind milik Google.
Dalam presentasi di Google I/O, sejumlah eksekutif Google memamerkan kecanggihan Android XR yang kini telah dibekali fitur-fitur seperti terjemahan langsung secara real-time, navigasi visual, serta kemampuan menjawab pertanyaan pengguna hanya dengan bantuan AI. Ini membuat perangkat tersebut tidak lagi sekadar gaya futuristik, melainkan benar-benar fungsional dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Kolaborasi dalam pengembangan Android XR melibatkan berbagai pihak ternama, seperti Samsung dan Xreal. Hal ini menunjukkan keseriusan Google dalam mengatasi tantangan yang sebelumnya menghambat kesuksesan Google Glass, terutama terkait rantai pasokan dan produksi massal.
Tak hanya itu, Google juga menanamkan investasi sebesar US$150 juta ke perusahaan kacamata asal Amerika, Warby Parker, yang dulunya adalah startup. Melalui investasi ini, Google menjadi salah satu pemegang saham perusahaan tersebut. Kerja sama ini bertujuan untuk memadukan keahlian Google di bidang teknologi dan AI dengan kemampuan Warby Parker dalam desain dan manufaktur kacamata berkualitas.
Langkah ini dinilai sebagai strategi cerdas. Google menyadari bahwa untuk sukses di pasar perangkat wearable, mereka tidak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi antara inovasi teknologi dan pemahaman mendalam tentang desain produk konsumen.
Kembalinya Sergey Brin ke panggung pengembangan Google juga patut dicermati. Sejak kemunculan ChatGPT dua tahun lalu, Brin memutuskan kembali aktif secara penuh dalam pengembangan teknologi AI di kantor pusat Google, California. Perannya kini terfokus pada proyek Gemini, salah satu inisiatif multimodal paling ambisius dari Google yang mencakup kecerdasan buatan yang mampu memahami dan menghasilkan teks, gambar, hingga video.
Salah satu buah dari proyek Gemini adalah Veo 3, sistem AI yang mampu menciptakan video dari perintah teks. Ini menjadi bukti bahwa Google tidak main-main dalam mengejar posisi terdepan dalam revolusi AI.
Menariknya, Brin menyampaikan pernyataan yang menggugah dalam wawancara tersebut. Ia mengatakan bahwa semua ilmuwan komputer seharusnya pensiun dari bidang lamanya dan mulai bekerja di bidang AI. Menurutnya, potensi AI begitu besar hingga seluruh perhatian dan energi sebaiknya difokuskan untuk mengembangkan teknologi ini demi masa depan umat manusia.
Pernyataan itu tentu bukan hanya candaan. Dengan pengalaman puluhan tahun di industri teknologi, Brin melihat bahwa AI bukan sekadar tren, tapi fondasi dari banyak inovasi yang akan datang. Dari perangkat wearable seperti Android XR hingga sistem multimodal seperti Gemini dan Veo, semua mengarah pada satu tujuan besar: menciptakan dunia di mana mesin mampu berinteraksi secara alami dengan manusia.
Kisah Sergey Brin ini menjadi pengingat bahwa bahkan tokoh sekelas pendiri Google pun bisa mengalami kegagalan. Namun yang lebih penting dari itu adalah bagaimana ia belajar, bangkit, dan kembali memimpin dengan semangat baru. Kacamata pintar Google mungkin pernah gagal, tapi kini, dengan kombinasi AI, mitra strategis, dan pengalaman masa lalu, jalan menuju sukses tampaknya lebih terbuka lebar.