Sumber foto: Google

Satelit Satria-1 Sudah Aktif, Tapi Mengapa Internet Desa Masih Lemot?

Tanggal: 15 Mei 2025 19:45 wib.
Tampang.com | Setelah diorbitkan pada pertengahan 2023, Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) digadang-gadang sebagai solusi pemerataan internet di wilayah terpencil. Proyek ini disebut akan menyuplai koneksi cepat ke lebih dari 50 ribu titik layanan publik di desa dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Namun, realitas di lapangan tak seindah janji di atas kertas.

Hingga kini, keluhan soal lambatnya koneksi, jaringan yang sering putus, hingga titik layanan yang belum aktif masih banyak ditemukan di sejumlah wilayah.

Janji Manis vs Kenyataan Pahit
Pemerintah menyebut Satria-1 akan memberi akses internet 150 Gbps ke berbagai fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, dan kantor desa. Namun, di banyak lokasi, akses tersebut belum benar-benar terasa.

“Sudah ada tiang dan alatnya, tapi internetnya belum hidup juga,” kata Sri Wahyuni, guru SD di Nusa Tenggara Timur.

Masalah: Distribusi dan Koordinasi
Menurut pengamat teknologi komunikasi Wahyu Hidayat, hambatan bukan di teknologi satelitnya, tapi pada sistem distribusi dan koordinasi antar-instansi.

“Teknologi satelitnya canggih, tapi kalau distribusi perangkat ke daerah lambat dan minim pelatihan, ya percuma,” ujarnya.

Masih Banyak ‘Titik Gelap’ Digital
Fakta menunjukkan bahwa hingga awal 2025, masih ada ribuan desa yang belum mendapatkan akses internet stabil, terutama di wilayah Papua, Kalimantan Utara, dan Maluku. Hal ini menghambat layanan pendidikan dan kesehatan berbasis digital yang kini menjadi kebutuhan dasar.

Solusi: Evaluasi Progres dan Libatkan Komunitas Lokal
Para ahli mendesak pemerintah melakukan audit publik atas progres distribusi proyek Satria-1. Selain itu, pelibatan komunitas lokal, termasuk tenaga teknis dan relawan digital, penting agar pemanfaatan internet desa benar-benar maksimal.

“Teknologi mahal tak akan berarti jika eksekusinya lemah,” tegas Wahyu.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved