Samsung di Ambang Krisis? Laba Merosot, Chip AI Lesu, dan Pabrik AS Terancam Tertunda
Tanggal: 8 Apr 2025 19:51 wib.
Tampang.com | Raksasa teknologi asal Korea Selatan, Samsung Electronics, tengah menghadapi tekanan besar di awal tahun 2025. Perusahaan ini diperkirakan mencatatkan penurunan laba operasional pada kuartal pertama tahun ini. Penyebab utamanya adalah melemahnya penjualan chip kecerdasan buatan (AI) serta kerugian yang terus terjadi pada divisi manufaktur semikonduktor mereka.
Samsung dijadwalkan mengumumkan laporan keuangan kuartal I-2025 pada Selasa, 8 April 2025. Laporan ini menjadi sangat dinanti mengingat situasi internal yang tak menentu, terutama setelah wafatnya salah satu CEO-nya, Han Jong-Hee, pada akhir Maret. Kejadian ini memicu restrukturisasi besar-besaran di tubuh manajemen Samsung.
Tergerus oleh Persaingan dan Ketergantungan pada Pasar Tertentu
Seperti dilansir dari Reuters, sejak pertengahan tahun lalu Samsung berupaya mengatasi penurunan laba di sektor chip. Namun, perusahaan ini terus tertinggal dari kompetitor utamanya, SK Hynix, yang saat ini mendominasi pasar chip memori berperforma tinggi, khususnya untuk perusahaan AI besar seperti Nvidia dari Amerika Serikat.
Alih-alih bersaing di segmen premium, Samsung justru semakin mengandalkan pasar China yang cenderung mencari chip dengan spesifikasi standar. Sayangnya, produk ini tidak terkena pembatasan ekspor dari AS, tapi juga tidak memberikan margin keuntungan yang tinggi. Ketergantungan pada pasar ini membuat Samsung rentan terhadap fluktuasi permintaan dan tekanan geopolitik.
Analis dari NH Investment & Securities, Ryu Young-ho, memperkirakan bahwa permintaan chip AI dari klien China akan melemah di kuartal pertama 2025. Ini disebabkan oleh antisipasi terhadap kemungkinan pembatasan baru dari AS, sehingga pembelian chip yang sempat melonjak di kuartal sebelumnya kini mulai menurun.
Menurut Ryu, hal ini turut berimbas pada pangsa chip High Bandwidth Memory (HBM) milik Samsung dalam total pengiriman DRAM. Penurunan ini berpotensi menekan profitabilitas divisi chip DRAM Samsung secara keseluruhan.
Laba Diprediksi Menyusut Signifikan
Data dari LSEG SmartEstimate memperkirakan bahwa laba operasional Samsung untuk kuartal I-2025 akan berada di angka 5,2 triliun won (sekitar 3,62 miliar dolar AS). Angka ini jauh di bawah pencapaian pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 6,6 triliun won.
Sementara itu, Samsung sedang mengembangkan ulang desain untuk chip HBM andalannya guna memenuhi kebutuhan klien besar. Tetapi kenyataan bahwa perusahaan ini masih sangat bergantung pada chip komoditas dengan margin rendah membuat performa keuangannya mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga pasar.
Sebagai contoh, menurut laporan dari TrendForce, harga chip DRAM turun sekitar 25%, sementara chip flash NAND anjlok hingga 50% pada kuartal pertama tahun ini. Ini menjadi beban berat bagi Samsung yang belum mampu mengimbangi ketergantungan terhadap chip jenis ini dengan produk premium.
Dibayangi Kinerja Buruk Dibanding SK Hynix
Dengan kondisi pasar yang penuh tantangan, Samsung diperkirakan akan kembali tertinggal dibandingkan SK Hynix. Perusahaan saingan ini justru diprediksi mencatat lonjakan laba dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, berkat posisi kuat mereka dalam pasokan chip AI ke perusahaan besar global.
Di sisi lain, kebijakan tarif dagang dari Presiden AS Donald Trump turut memperparah kondisi. Tarif besar-besaran terhadap produk-produk elektronik dari luar negeri dipastikan akan berdampak pada biaya ekspor produk Samsung seperti smartphone, TV, laptop, hingga peralatan rumah tangga. Ini membuat Samsung harus berpikir keras untuk mendiversifikasi basis produksinya di luar pasar tradisional, meskipun langkah ini tidak bisa diwujudkan dalam waktu singkat.
Menurut analis KB Securities, Jeff Kim, upaya Samsung untuk memindahkan basis produksi atau membangun pabrik baru akan menjadi strategi jangka menengah hingga panjang. Namun, jika kebijakan tarif terhadap perangkat konsumen terus berlangsung, maka permintaan pasar juga bisa menurun secara signifikan.
Proyek Pabrik di AS Terancam Mundur
Dalam divisi manufaktur chip, Samsung menghadapi tantangan serius. Perusahaan kemungkinan akan menunda kembali pengoperasian pabrik semikonduktor barunya di Amerika Serikat, dari rencana awal 2026 menjadi 2027. Alasannya cukup mendasar: belum ada pesanan besar yang masuk untuk pabrik tersebut, sehingga tidak ada justifikasi ekonomi untuk mulai beroperasi dalam waktu dekat.
Proyek pabrik ini sebenarnya sudah tertunda dari jadwal awal pembukaan di tahun 2024. Penundaan demi penundaan ini menunjukkan kesulitan Samsung dalam mengeksekusi strategi global mereka, terutama di tengah persaingan ketat dan ketidakpastian pasar.
Berdasarkan data LSEG, laba operasional dari divisi chip Samsung diperkirakan hanya mencapai 1,7 triliun won, turun dari 1,9 triliun won pada kuartal yang sama tahun lalu.
Namun demikian, divisi ponsel dan jaringan justru menunjukkan sedikit peningkatan. Laba dari sektor ini diprediksi mencapai 3,7 triliun won, naik dari 3,5 triliun won berkat lonjakan pengiriman smartphone dan depresiasi nilai tukar won yang membuat pendapatan ekspor lebih menguntungkan.
Kesimpulan: Masa Sulit Samsung Belum Usai
Kondisi keuangan Samsung pada awal 2025 menggambarkan tantangan serius yang dihadapi perusahaan teknologi global di tengah persaingan ketat dan ketidakpastian ekonomi dunia. Meski masih memiliki kekuatan di sektor smartphone dan jaringan, ketergantungan Samsung terhadap chip komoditas serta keterlambatan inovasi di sektor semikonduktor membuat masa depan jangka pendek mereka penuh tantangan.
Jika Samsung tidak segera beradaptasi dan mempercepat pengembangan chip AI berkualitas tinggi, posisinya sebagai pemimpin pasar bisa terus tergerus oleh kompetitor seperti SK Hynix. Mampukah Samsung bangkit dan kembali memimpin revolusi teknologi global?