Sumber foto: Google

Sampah Digital Menggunung! Kita Sedang Kehilangan Kendali?

Tanggal: 7 Mei 2025 19:56 wib.
Tampang.com | Dunia digital menjanjikan kemudahan, tapi di balik layar, ada dua bom waktu yang mengancam: kebocoran data pribadi dan limbah elektronik (e-waste) yang kian menumpuk. Sayangnya, regulasi dan kesadaran publik masih tertinggal jauh.

Limbah Elektronik Meningkat Tajam, Daur Ulang Minim
Menurut data KLHK, Indonesia menghasilkan lebih dari 2 juta ton limbah elektronik pada 2024—naik hampir 30% dibanding dua tahun sebelumnya. Smartphone rusak, laptop usang, charger, dan baterai lithium menumpuk tanpa sistem pengelolaan yang jelas.

“Sebagian besar gadget hanya dibuang ke TPA biasa, padahal mengandung logam berat dan bahan berbahaya,” jelas Rini Kusumawardhani, peneliti lingkungan dari Walhi.

Kebocoran Data Masih Marak, UU PDP Belum Gigit
Sementara itu, kebocoran data pribadi makin sering terjadi. Dari platform e-commerce hingga layanan pendidikan digital, data pengguna bocor dan dijual di forum-forum gelap. Ironisnya, UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada 2022 belum menunjukkan efek signifikan.

DigitalForID mencatat setidaknya 12 kasus besar kebocoran data selama 2024, dengan jutaan data KTP, email, dan nomor HP tersebar di internet.

“Masalahnya bukan hanya teknis, tapi soal akuntabilitas dan penegakan hukum,” tegas Deddy Arif, pakar keamanan siber dari Cyberwatch Indonesia.

Kesadaran Masyarakat Masih Rendah, Pendidikan Digital Penting
Di tingkat publik, masih banyak yang belum menyadari risiko menyimpan data sensitif di cloud tanpa enkripsi, atau membuang gadget lama tanpa menghapus data. Edukasi digital dianggap penting namun belum menjadi prioritas dalam sistem pendidikan nasional.

Solusi Terintegrasi: Dari Hukum Hingga Infrastruktur Daur Ulang
Para pengamat sepakat, solusi butuh pendekatan terintegrasi: penegakan hukum untuk pelanggaran data, fasilitas e-waste resmi, hingga kampanye literasi digital yang menyasar semua kelompok usia.

“Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya menjadi korban dua kali—dirugikan secara data, dan dibebani sampah yang mereka sendiri tak bisa kelola,” pungkas Rini.

Kesimpulan
Kemajuan digital tak akan berarti jika hanya menyisakan kerusakan di belakang layar. Saatnya bicara serius tentang ekosistem digital yang sehat, aman, dan berkelanjutan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved