Saham Tesla Anjlok, Elon Musk Terjepit... Tapi Diam-Diam Starlink Dapat Angin Segar dari Pemerintah?
Tanggal: 13 Apr 2025 14:08 wib.
Sepanjang tahun 2025, salah satu perusahaan paling ikonik milik Elon Musk, Tesla, menghadapi tekanan besar. Bukan hanya dari sisi bisnis, namun juga dari tekanan sosial dan politik. Bayangkan saja, hingga awal April, saham Tesla sudah mengalami penurunan drastis sebesar 32,6 persen—sebuah angka yang cukup mencengangkan untuk perusahaan sekelas Tesla.
Penyebab utama dari penurunan tajam ini bukan hanya karena faktor ekonomi global, tapi juga akibat dari sentimen negatif publik terhadap Elon Musk. Beberapa pernyataan dan sikap politik Musk dianggap kontroversial oleh sebagian kalangan, hingga akhirnya memicu gerakan boikot terhadap Tesla di berbagai wilayah. Boikot ini kemudian berdampak langsung pada penurunan penjualan, dan otomatis membuat nilai saham perusahaan turut merosot.
Masalah Belum Usai, Kini Ancaman Tarif Baru Muncul
Ketika gelombang boikot masih berlangsung, muncul lagi ancaman baru: tarif impor versi Trump yang mulai digaungkan kembali dalam retorika kampanye politiknya. Kebijakan ini berpotensi menaikkan harga mobil listrik buatan Amerika Serikat, termasuk Tesla, sehingga makin menyulitkan posisi perusahaan di pasar global, apalagi di tengah kompetisi dengan merek-merek dari China dan Eropa yang semakin agresif.
Namun di tengah segala tekanan itu, Elon Musk tampaknya belum kehilangan semua harapan. Justru kini ia mulai melihat peluang besar melalui proyek satelit internet miliknya—Starlink.
Starlink Jadi Harapan Baru? Pemerintah AS Mulai Bergerak
Langkah Musk untuk membawa Starlink mendapatkan proyek pemerintah ternyata mulai menunjukkan hasil. Pekan ini, Komite Perdagangan Senat AS memberikan suara 16-12 untuk mendorong pengawasan atas program senilai US$42 miliar, yang bertujuan menghadirkan internet berkecepatan tinggi ke area-area terpencil di Amerika Serikat.
Program yang dikenal dengan nama Broadband Equity, Access, and Deployment (BEAD) ini sebelumnya dinilai lebih berpihak pada infrastruktur berbasis fiber, bukan satelit. Namun, arah angin tampaknya mulai berubah. Beberapa nama penting kini terlihat mulai membuka jalan bagi Starlink untuk mengambil bagian besar dalam program ini.
Salah satunya adalah Arielle Roth, kandidat kuat untuk memimpin Lembaga Telekomunikasi dan Informasi Nasional di bawah Departemen Perdagangan AS. Meski dalam sidang Roth membantah akan memberikan perlakuan khusus pada Starlink, sejumlah pihak menilai bahwa Musk kini semakin dekat untuk mengamankan proyek ini.
Potensi Dana US$20 Miliar untuk Starlink?
Beberapa anggota Partai Demokrat menyuarakan kekhawatiran bahwa Musk bisa saja menerima hingga US$20 miliar jika prioritas untuk fiber optic dihilangkan dalam kebijakan baru. Jumlah ini jauh lebih besar dari estimasi awal yang hanya sekitar US$4 miliar. Hal tersebut memicu kritik dan pengawasan lebih lanjut terhadap bagaimana pemerintah akan menyalurkan dana dalam program tersebut, dan bagaimana memastikan tidak ada pihak yang menyalahgunakan posisi mereka demi keuntungan pribadi.
Dua anggota parlemen Demokrat, Jasmine Crockett dan Gerald Connolly, bahkan telah mengirimkan permintaan resmi kepada Departemen Perdagangan agar menjelaskan proses seleksi dan perlindungan agar Musk tidak mengeksploitasi posisinya secara berlebihan.
Namun, di sisi lain, beberapa anggota Partai Republik justru menganggap bahwa sebelumnya Musk telah dipinggirkan secara politis oleh pemerintahan Biden. Menurut Senator Ted Cruz, Musk dimasukkan ke dalam "daftar hitam" oleh program BEAD karena alasan politis. Kini dengan wacana revisi program, hal itu dinilai akan memperbaiki ketimpangan dan membuka peluang bagi perusahaan seperti Starlink untuk turut berperan.
"BEAD sangat membutuhkan perubahan," tegas Cruz, mengkritik fakta bahwa sejak diluncurkan pada 2021, program ini belum juga berhasil menyediakan akses internet untuk satu pun warga AS di daerah terpencil.
Perubahan Strategi Pemerintah di Tengah Tahun Politik
Di tengah tahun politik yang semakin panas, dinamika ini menunjukkan bahwa pemerintah AS kini mulai mengambil pendekatan yang lebih netral dan pragmatis, setidaknya dalam proyek infrastruktur digital. Hal ini dikonfirmasi oleh Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, yang pada Maret lalu menyatakan bahwa departemennya tengah melakukan evaluasi ulang atas program BEAD. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap negara bagian dapat menghadirkan akses internet dengan biaya serendah mungkin, terlepas dari teknologi yang digunakan—baik fiber maupun satelit.
Dengan peluang terbuka di depan mata, Starlink mungkin bisa menjadi penyelamat reputasi Musk, sekaligus sumber pendanaan baru bagi kerajaan bisnisnya di luar industri otomotif. Terlepas dari semua kontroversi dan tekanan yang ia hadapi, tidak bisa dipungkiri bahwa Musk tetap menjadi figur sentral dalam berbagai proyek teknologi masa depan, baik di bidang transportasi, luar angkasa, maupun komunikasi.
Kesimpulan
Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh gejolak bagi Elon Musk dan perusahaannya. Sementara Tesla terpukul keras oleh boikot dan kebijakan baru, Starlink justru terlihat bersinar di tengah potensi proyek besar dari pemerintah AS. Apakah ini strategi jangka panjang Musk untuk beralih fokus? Ataukah ini hanya langkah taktis untuk menjaga agar satu lengan bisnis tetap bertahan?
Yang jelas, perkembangan ini menunjukkan betapa dinamis dan kompleksnya hubungan antara dunia bisnis, kebijakan publik, dan figur Elon Musk itu sendiri. Waktu akan membuktikan apakah langkah ini cukup untuk menyelamatkan reputasi dan kekayaan Musk dari tekanan yang terus datang bertubi-tubi.