Sumber foto: France 24

Rahasia di Balik “Perisai Langit” Israel: Seberapa Tangguh Iron Dome Hadapi Serangan Balasan Iran?

Tanggal: 19 Jun 2025 10:13 wib.
Konflik antara Iran dan Israel kembali memanas, dengan laporan bahwa pada Jumat malam, 13 Juni, Iran meluncurkan serangan udara balasan yang berhasil menghantam sistem pertahanan udara milik Israel, Iron Dome. Insiden ini langsung menarik perhatian dunia internasional. Bagaimana bisa sistem pertahanan yang disebut-sebut sebagai salah satu yang tercanggih di dunia berhasil ditembus?

Insiden ini memicu pertanyaan penting: Apa sebenarnya Iron Dome? Seberapa efektif sistem ini dalam melindungi Israel dari ancaman rudal dan roket? Dan, apakah kelemahannya mulai terkuak di tengah eskalasi konflik di Timur Tengah?


Iron Dome: "Kubah Besi" yang Lindungi Langit Israel

Iron Dome, atau Kippat Barzel dalam bahasa Ibrani, merupakan sistem pertahanan udara jarak pendek yang beroperasi dalam segala cuaca. Sistem ini mulai digunakan secara penuh sejak Maret 2011. Tujuan utamanya adalah menangkal serangan roket dan mortir yang ditembakkan ke wilayah Israel, terutama dari jarak dekat.

Sistem ini bekerja secara mobile, artinya dapat dipindahkan sesuai kebutuhan taktis. Israel Ministry of Defense menyebut Iron Dome telah mengalami peningkatan signifikan sejak awal peluncurannya, dan hingga kini berhasil menggagalkan ribuan serangan udara yang menargetkan pemukiman warga dan fasilitas strategis.

Iron Dome dikembangkan oleh perusahaan pertahanan milik pemerintah Israel, Rafael Advanced Defense Systems, dan didanai secara besar-besaran oleh pemerintah Amerika Serikat. Dukungan finansial dari Washington tetap mengalir hingga kini, sebagai bagian dari kerja sama pertahanan strategis kedua negara.


Begini Cara Kerja Iron Dome: Presisi dan Efisiensi

Sistem ini mengandalkan radar canggih untuk mendeteksi roket yang diluncurkan ke arah Israel. Radar ini secara cepat menganalisis lintasan proyektil dan menentukan apakah ancaman itu akan jatuh di area penting atau sekadar di tempat terbuka yang tidak berpenghuni.

Jika roket terdeteksi mengarah ke wilayah vital—seperti kota besar atau instalasi militer—maka sistem akan meluncurkan misil pencegat bernama Tamir untuk menghancurkan roket di udara sebelum mencapai target. Sebaliknya, jika roket dinilai tidak membahayakan, Iron Dome tidak akan membuang misilnya secara sia-sia. Pendekatan ini disebut sangat efisien dan menghemat biaya operasional.

Menurut laporan dari Congressional Research Service tahun 2023, Iron Dome dikategorikan sebagai sistem pertahanan anti-roket, anti-artileri, dan anti-mortir dengan jangkauan intersepsi 4–70 kilometer.


Kekuatan dan Kapasitas Iron Dome

Israel diperkirakan memiliki sekitar 10 baterai Iron Dome yang tersebar di berbagai lokasi strategis. Satu baterai mampu melindungi wilayah hingga 155 kilometer persegi dan umumnya terdiri dari tiga hingga empat peluncur. Masing-masing peluncur membawa hingga 20 misil Tamir, menjadikan total kapasitas per baterai mencapai sekitar 80 misil.

Namun, efektivitas sistem ini harus dibayar mahal. Menurut Center for Strategic and International Studies (CSIS), satu baterai Iron Dome memerlukan dana lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun. Sejak peluncurannya pada 2011, pemerintah AS telah menggelontorkan miliaran dolar AS untuk pengadaan, perawatan, dan peningkatan Iron Dome—dengan dukungan bipartisan dari Kongres AS.


Kelemahan Iron Dome: Tak Sempurna, Tetap Bisa Ditembus

Meskipun sangat canggih dan terbukti efektif dalam banyak insiden, Iron Dome bukan tanpa kelemahan. Beberapa analis pertahanan mengingatkan bahwa sistem ini rentan terhadap serangan simultan berskala besar, atau yang dikenal dengan istilah "saturation attack".

Dalam skenario ini, musuh meluncurkan puluhan hingga ratusan roket secara bersamaan dari berbagai arah dengan tujuan membanjiri kemampuan deteksi dan pencegatan sistem Iron Dome. Ketika jumlah roket melebihi kapasitas tanggapan Iron Dome, beberapa di antaranya dapat lolos dan menghantam target di darat.

Menurut Center for European Policy Analysis (CEPA), lembaga think tank yang berbasis di AS, Iron Dome menjadi kurang efektif ketika berhadapan dengan serangan beruntun dari berbagai titik. Pernyataan ini didasarkan pada simulasi dan kejadian nyata, seperti yang terjadi pada konflik dengan kelompok militan di Gaza pada 2021.

Serangan balasan Iran baru-baru ini pun menjadi indikasi bahwa potensi kelemahan ini mulai terekspos, apalagi jika lawan memiliki persenjataan dengan daya jelajah lebih jauh dan peluncur yang tersebar luas.


Konklusi: Iron Dome Masih Jadi Pilar Pertahanan, Tapi Waspada Evolusi Ancaman

Iron Dome selama ini menjadi benteng utama Israel dari serangan roket jarak pendek, dan reputasinya sudah mendunia. Namun, konflik terbaru dengan Iran menjadi pengingat bahwa tidak ada sistem pertahanan yang benar-benar kedap terhadap inovasi dan strategi musuh.

Seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, penting bagi Israel dan sekutunya untuk terus memperbarui sistem ini, baik dari sisi teknologi maupun strategi penggunaan. Apalagi dalam era peperangan modern yang semakin kompleks dan tak terduga.

Dalam geopolitik, teknologi canggih hanyalah satu bagian dari kemenangan. Adaptasi terhadap dinamika ancaman dan kecepatan respons menjadi kunci utama kelangsungan pertahanan
Copyright © Tampang.com
All rights reserved