Sumber foto: iStock

Polisi Pakai Robot? Ini Alasan Mengejutkan di Balik Transformasi Teknologi Polri 2026!

Tanggal: 30 Jun 2025 22:18 wib.
Kemajuan teknologi kian tak terelakkan dalam berbagai lini kehidupan, termasuk di sektor penegakan hukum. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kini bersiap memasuki era baru, di mana peran sebagian personel—khususnya anjing pelacak K9—akan mulai digantikan oleh robot canggih. Langkah ini resmi masuk dalam rencana strategis Polri periode 2025–2045 dan akan mulai direalisasikan secara konkret pada tahun 2026.

Pengenalan awal robot ini terlihat dalam gladi kotor menjelang Hari Bhayangkara ke-79 yang digelar di kawasan silang Monas pada Kamis, 26 Juni 2025 lalu. Puluhan robot dengan berbagai bentuk dan fungsi tampak lalu lalang, mengundang perhatian masyarakat yang hadir. Mulai dari robot humanoid, robot anjing (robodog), robot tank, hingga robot agrikultur—semuanya diperlihatkan dalam rangka memperkenalkan teknologi masa depan kepada publik.

Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, penggunaan robot sudah tercantum secara resmi dalam Rencana Strategis (Renstra) Polri. Salah satu proyek yang paling mencolok adalah pengadaan robodog, yang diproyeksikan sebagai pengganti unit anjing pelacak atau K9.

“Penggunaan robodog memiliki sejumlah keunggulan. Tidak perlu diberi makan, tidak memerlukan pelatihan khusus dengan pawang, mampu beroperasi dalam berbagai kondisi cuaca ekstrem, serta bisa terintegrasi dengan kecerdasan buatan (AI),” terang Irjen Sandi dalam pernyataannya pada Senin, 30 Juni 2025.

Robodog ini akan menjalankan fungsi serupa dengan anjing pelacak konvensional, seperti mendeteksi bahan peledak, narkoba, atau benda mencurigakan lainnya. Namun dengan kecanggihan teknologi, efisiensinya diklaim jauh lebih tinggi, terutama dalam hal biaya pemeliharaan dan ketahanan operasional.

Langkah Polri ini bukanlah sebuah anomali di panggung global. Sejumlah negara lain di Asia dan Timur Tengah bahkan telah lebih dahulu menerapkan teknologi serupa. Thailand sudah memperkenalkan robot humanoid untuk kepolisian, Dubai telah secara resmi menggunakan robot dalam pelayanan publik seperti perpanjangan SIM, sementara Tiongkok tengah menguji coba robot polisi untuk tugas patroli. Bahkan Singapura telah merancang cyborg kecoak untuk misi penyelamatan dalam kondisi bencana ekstrem.

“Tahun 2030, wajah kepolisian akan berubah. Teknologi robot akan menjadi bagian dari operasional harian di berbagai negara. Ini bukan lagi soal tren, melainkan kebutuhan,” lanjut Irjen Sandi.

Dalam konteks operasional, robot-robot ini diharapkan bisa membantu tugas-tugas berisiko tinggi, seperti menangani situasi penyanderaan, penjinakan bom, hingga pencarian dan penyelamatan korban saat bencana alam maupun kebakaran besar. Penggunaan teknologi semacam ini bisa meminimalkan risiko terhadap personel manusia, sambil meningkatkan efektivitas dalam pengambilan keputusan yang cepat dan akurat.

Polri tidak bekerja sendiri dalam pengembangan teknologi robotik ini. Kolaborasi strategis dilakukan bersama perusahaan dalam negeri, PT Sari Teknologi, yang menjadi mitra utama dalam desain dan produksi robot-robot tersebut. Direktur Utama PT Sari Teknologi, Yohanes Kurnia Widjaja, menjelaskan bahwa seluruh robot dikembangkan khusus untuk menyesuaikan dengan kebutuhan unik Polri.

Misalnya, robodog diklaim mampu bertahan selama delapan jam dalam kondisi cuaca ekstrem tanpa kehilangan akurasi sensor. Robot ini juga dibekali kemampuan navigasi otomatis dan sistem pengenalan objek berbasis kecerdasan buatan.

Sementara itu, pengembangan robot humanoid masih berada dalam tahap awal. Yohanes mengungkapkan bahwa proses pengembangan ini membutuhkan ribuan jam uji coba, serta penyempurnaan algoritma agar robot dapat beroperasi optimal dalam skenario kepolisian yang kompleks. Robot humanoid nantinya dirancang untuk melaksanakan fungsi pelayanan publik, patroli, hingga membantu menjaga ketertiban umum.

“Robot humanoid harus melewati ribuan jam uji coba untuk mencapai kemampuan operasional penuh. Kami masih terus mengembangkan kecerdasannya agar bisa memahami perintah, merespons secara kontekstual, dan beradaptasi dengan dinamika lapangan,” tutur Yohanes.

Di tengah era digital, otomatisasi dan kecerdasan buatan bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan mendesak. Dalam konteks penegakan hukum, teknologi ini membuka ruang baru untuk efisiensi, presisi, serta keselamatan anggota kepolisian. Tantangan ke depan tentu tetap ada, mulai dari isu etika, keamanan data, hingga kesiapan infrastruktur. Namun keputusan Polri untuk mulai berinvestasi pada robotik adalah langkah berani yang layak diapresiasi dan diawasi bersama.

Transformasi ini juga sejalan dengan revolusi industri 5.0 yang menempatkan manusia dan mesin bekerja berdampingan secara harmonis. Alih-alih menggantikan seluruh tugas polisi, robot akan menjadi alat bantu strategis yang memperluas jangkauan dan kapabilitas penegak hukum di lapangan.

Seiring dengan bergulirnya rencana ini, publik diharapkan juga mulai terbiasa dengan kehadiran robot dalam kehidupan sehari-hari. Dari urusan lalu lintas, penanganan keramaian, hingga pengawasan lokasi rawan—robot bukan lagi fiksi ilmiah, melainkan kenyataan yang sedang dirancang secara sistematis.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved