Pertarungan Satelit di Orbit Rendah: Semakin Padat dan Menantang
Tanggal: 9 Mei 2025 06:45 wib.
TAMPANG.COM – Angkasa luar kini semakin penuh dengan satelit, khususnya sejak dekade 2020-an, saat dunia teknologi telekomunikasi mengalami lonjakan yang luar biasa. Perkembangan pesat ini tidak hanya mengubah wajah komunikasi global, tetapi juga menciptakan persaingan sengit antar perusahaan besar yang berlomba-lomba untuk menguasai orbit rendah Bumi (LEO) dan menyediakan layanan internet global.
Meningkatnya Jumlah Satelit dan Dominasi Orbit LEO
Sejak awal perjalanan satelit komunikasi, lebih dari 14.450 satelit telah diluncurkan hingga tahun 2022. Dari jumlah tersebut, sekitar 6.680 satelit masih aktif beroperasi, dengan mayoritas berada di orbit GEO (Geostationary Earth Orbit) yang terletak sekitar 36.500 km di atas permukaan Bumi. Namun, tren terbaru menunjukkan pergeseran ke orbit LEO (Low Earth Orbit), dengan satelit-satelit yang lebih kecil dan lebih ringan yang beroperasi pada ketinggian antara 500 km hingga 2.000 km.
Satelit-satelit GEO seperti Satria-1 dan satelit HTS (High Throughput Satellite) yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi Digital Indonesia, umumnya berukuran besar, beratnya bisa mencapai sekitar 5 ton, dan memiliki umur operasional sekitar 15 hingga 20 tahun. Sebaliknya, satelit-satelit LEO seperti Starlink milik Elon Musk, Amazon Project Kuiper, OneWeb, dan banyak lagi, hadir dalam ukuran yang jauh lebih kecil, dengan berat mulai dari 1 kilogram hingga sekitar 227-260 kilogram.
Musk dan Dominasi Starlink dalam Layanan Internet Global
Salah satu pelopor terbesar dalam menguasai layanan internet melalui satelit LEO adalah Elon Musk dengan proyek Starlink. Musk berencana meluncurkan hingga 42.000 satelit Starlink hingga tahun 2027, dengan setiap minggu mengirimkan hingga 60 satelit dari Florida menggunakan roket SpaceX Falcon 9. Dengan investasi lebih dari 10 miliar dollar AS (sekitar Rp 165 triliun), Starlink berupaya menghubungkan seluruh penjuru dunia, termasuk daerah terpencil dan samudra yang selama ini sulit dijangkau layanan internet tradisional.
Sebagai pembanding, Amazon dengan Proyek Kuiper dan OneWeb juga mengembangkan jaringan satelit mereka, namun Starlink tetap menjadi pemimpin pasar. Selain itu, satelit LEO dapat memberikan latensi rendah yang lebih cepat dibandingkan satelit GEO, menjadikannya lebih ideal untuk kebutuhan internet cepat.
Berkembangnya Teknologi dan Pengaruhnya terhadap Persaingan
Tidak hanya sekedar soal kecepatan dan kapasitas layanan, tetapi teknologi roket yang digunakan juga menjadi faktor penting. Roket Falcon 9 milik SpaceX merupakan pionir dengan kemampuannya kembali ke Bumi setelah meluncurkan satelit. Namun, roket Falcon 9 mengalami kegagalan dalam misi pada 16 Februari 2021, saat roket gagal mendarat di kapal drone dan jatuh ke laut. Meski demikian, roket-roket dari SpaceX masih terus beroperasi dengan efisiensi tinggi, membawa satelit-satelit LEO ke orbit yang lebih rendah secara rutin.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan lain menghadapi tantangan untuk mencapai kapasitas peluncuran yang sama. Meskipun Amazon Kuiper dan OneWeb telah meluncurkan beberapa satelit mereka, mereka masih jauh dari kapasitas Starlink dalam hal jumlah satelit aktif di orbit.
Pencemaran Angkasa dan Risiko Tabrakan Satelit
Namun, perkembangan pesat ini membawa tantangan baru, terutama dalam hal pencemaran ruang angkasa. Satelit-satelit yang beroperasi di orbit rendah ini dapat menciptakan serpihan ruang angkasa yang berpotensi mengganggu satelit lain dan bahkan mengancam keselamatan penerbangan luar angkasa. Pada tahun 2009, terjadi tabrakan antara satelit Iridium milik AS dan satelit Kosmos milik Rusia, yang menghasilkan serpihan yang mengelilingi Bumi.
Dengan semakin banyaknya satelit yang diluncurkan, kemungkinan tabrakan di orbit semakin tinggi. Meskipun sebagian besar serpihan tersebut terbakar saat memasuki atmosfer Bumi, ancaman terhadap satelit yang berfungsi masih ada. Satelit GEO yang tidak lagi aktif sering kali dipindahkan ke orbit yang lebih tinggi, sementara satelit LEO dan MEO yang tidak berfungsi akan hancur saat memasuki atmosfer.
Masa Depan Layanan Satelit LEO
Meskipun tantangan dan risiko yang ada, layanan satelit LEO tetap menjadi primadona, terutama dalam menyediakan internet dengan latensi rendah yang diidamkan oleh banyak pengguna. Starlink dan pesaing-pesaingnya terus berkompetisi untuk menyediakan akses internet ke seluruh dunia, meskipun prediksi menyebutkan bahwa di masa depan, teknologi yang lebih canggih bisa saja menggeser dominasi Starlink dari pasar.
Persaingan ini akan terus berlanjut dalam beberapa dekade ke depan, di mana perusahaan-perusahaan besar seperti Amazon, Musk’s SpaceX, dan China semakin mengembangkan teknologi satelit mereka untuk menjadi pemain utama di industri telekomunikasi global.