Sumber foto: iStock

Perkembangan AI dan Dampaknya pada Ekosistem Startup di Indonesia

Tanggal: 23 Feb 2025 12:10 wib.
Tampang.com | Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin pesat dan membawa perubahan besar pada ekosistem startup serta pola investasi di Indonesia. Co-Founder & Managing Partner East Ventures, Wilson Cuaca, menilai bahwa kemajuan teknologi AI dapat menciptakan peluang sekaligus tantangan baru bagi perusahaan rintisan.

Wilson menyoroti fenomena AI seperti DeepSeek yang menunjukkan paradoks dalam inovasi teknologi. Teknologi yang semakin maju justru menurunkan biaya dan mempercepat adopsi. Hal ini mirip dengan pergeseran besar di industri teknologi satu dekade lalu ketika Android, yang awalnya dianggap sebagai sistem operasi tidak aman dan murah, justru menjadi yang paling dominan.

"Saat kami mendirikan perusahaan ini beberapa tahun yang lalu, kami masih berpegang pada tesis tentang internet mobile. Saat itu, Android bersaing ketat dengan iPhone. Android dikenal sebagai sistem open-source yang tidak aman dan murah, sehingga banyak yang meragukan keunggulannya. Namun, karena harganya murah, akhirnya semua orang menggunakannya. Itulah paradoksnya," ujar Wilson dalam acara Indonesia Economic Summit 2025 di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Ia juga menyoroti bagaimana OpenAI menjadi pemimpin industri AI dengan membeli berbagai teknologi dan membuat AI lebih mudah diakses oleh publik. Namun, kini muncul DeepSeek yang menawarkan solusi dengan harga hanya 10% dari OpenAI, sehingga menurunkan biaya pengembangan AI secara signifikan.

Perubahan dalam Ekosistem Startup

Wilson menilai bahwa kehadiran solusi AI dengan harga yang lebih murah akan mengurangi hambatan masuk bagi startup baru. Tren ini akan mendorong peningkatan adopsi AI di berbagai sektor dan memungkinkan perusahaan-perusahaan rintisan untuk lebih fokus pada inovasi tanpa terbebani oleh biaya teknologi yang tinggi.

Satu dekade lalu, Indonesia diuntungkan dengan lingkungan global yang memiliki suku bunga rendah dan modal investasi murah. Hal ini memungkinkan startup mendapatkan pendanaan besar untuk pengembangan ekosistem dan edukasi pasar. Namun, di era AI saat ini, meskipun biaya teknologi semakin murah, modal investasi justru menjadi lebih mahal.

"Cara kita berinvestasi akan berubah, tetapi prinsipnya tetap sama. Setiap 10-15 tahun, selalu ada satu atau dua inovasi teknologi yang mengubah lanskap industri. Saya percaya AI akan menjadi salah satunya," tambah Wilson.

Namun, di tengah perubahan ini, muncul pertanyaan: apakah Indonesia dapat menjadi pusat pengembangan semikonduktor atau menciptakan model AI sendiri? Wilson menjawab bahwa Indonesia harus lebih pragmatis dalam pendekatannya dengan memanfaatkan teknologi yang sudah ada dan membangun ekosistem yang kuat. Dengan menarik talenta dan pendanaan yang tepat, Indonesia dapat memperkuat posisinya dalam ekonomi digital dan AI di masa depan.

Membangun Daya Saing Teknologi Indonesia

Lee Xiaodong, Founder & CEO Fuxi Institution, menambahkan bahwa terdapat dua aspek utama dalam teknologi: pengembangan aplikasi dan teknologi fundamental. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat memiliki keunggulan dalam pengembangan teknologi fundamental berkat ketersediaan modal, talenta, dan infrastruktur yang memadai.

Sebaliknya, Indonesia dapat berfokus pada pengembangan aplikasi berbasis AI yang dapat diadaptasi dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Menurut Xiaodong, Indonesia memiliki peluang besar dalam inovasi berbasis AI, terutama dalam teknologi intelektual dan komputasi kuantum.

"Saat ini, hanya segelintir negara, terutama AS, yang memiliki kapasitas untuk mengembangkan teknologi fundamental. Namun, dalam hal aplikasi, Indonesia sebagai negara besar memiliki peluang besar untuk menciptakan inovasi," ujarnya.

Keunggulan demografis Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia menciptakan potensi pasar yang luas bagi adopsi teknologi baru. Namun, untuk memaksimalkan peluang ini, diperlukan investasi dalam pengembangan ekosistem teknologi yang berkelanjutan.

Arah Kebijakan Teknologi Indonesia

Indonesia memiliki potensi besar dalam ekosistem teknologi digital dan AI. Untuk memperkuat daya saing, pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam menarik investasi serta membangun infrastruktur pendukung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing AI di Indonesia antara lain:


Penguatan Infrastruktur Digital: Penyediaan pusat data, jaringan internet yang lebih luas, serta peningkatan kapasitas komputasi.
Investasi dalam SDM: Program pelatihan dan pendidikan berbasis AI untuk menciptakan talenta yang siap bersaing.
Kolaborasi dengan Perusahaan Global: Menjalin kerja sama dengan raksasa teknologi dunia guna mempercepat transfer teknologi.
Regulasi yang Mendukung Inovasi: Pembuatan kebijakan yang mendorong pertumbuhan startup AI tanpa menghambat kreativitas dan pengembangan bisnis.
Pendanaan untuk Startup AI: Mendorong venture capital dan insentif bagi startup yang berfokus pada pengembangan AI.


Menurut Xiaodong, membangun daya saing dalam industri teknologi memerlukan strategi jangka panjang. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia dapat memperoleh lebih banyak teknologi, membangun koneksi dengan komunitas teknologi global, menarik lebih banyak investasi, dan mengembangkan ekosistem inovasi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Kemajuan AI telah membawa perubahan besar dalam ekosistem startup dan pola investasi di Indonesia. Dengan teknologi yang semakin murah dan akses yang lebih mudah, startup memiliki peluang lebih besar untuk berkembang. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal daya saing global dan investasi yang lebih mahal.

Indonesia dapat mengambil langkah strategis dengan berfokus pada pengembangan aplikasi berbasis AI, menarik talenta global, serta memperkuat regulasi dan infrastruktur. Dengan pendekatan yang pragmatis dan berorientasi pada inovasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital dan AI di masa depan.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved