Sumber foto: iStock

Peringatan CEO Nvidia: Jika Amerika Terus Membatasi, Huawei Bisa Kuasai Pasar AI Dunia

Tanggal: 19 Jun 2025 09:56 wib.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan China di bidang teknologi terus memanas. Kali ini, CEO Nvidia, Jensen Huang, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait dampak kebijakan pembatasan ekspor chip canggih ke China. Menurutnya, jika kebijakan ini terus diberlakukan, Huawei akan mendapatkan kesempatan besar untuk mendominasi pasar teknologi AI, khususnya di dalam negeri mereka sendiri.

Dalam wawancara terbaru yang dikutip dari CNBC International (Jumat, 13 Juni 2025), Huang menegaskan bahwa saat ini teknologi buatan AS masih lebih maju dibandingkan yang dikembangkan oleh perusahaan China. Namun, ia juga mengakui bahwa potensi dan tekad Huawei untuk mengejar ketertinggalan sangat besar, terlebih lagi jika pasar China benar-benar tertutup bagi produk-produk asal Amerika.


Jika AS Mundur, Huawei Siap Isi Kekosongan

Pernyataan Huang sangat jelas. Ia memperingatkan bahwa jika AS memilih untuk tidak hadir di pasar China, Huawei akan mengisi kekosongan itu sepenuhnya. Tak hanya itu, jika Huawei sukses menaklukkan pasar dalam negeri, bukan tidak mungkin mereka akan memperluas dominasi ke skala global.

“Jika Amerika Serikat tidak mau terlibat dalam perkembangan teknologi di China, maka Huawei akan mengambil alih pasar tersebut. Setelah itu, mereka bisa saja berkembang ke semua wilayah,” ujar Huang.

Komentar tersebut menjadi sorotan karena mencerminkan betapa berbahayanya strategi isolasi dalam jangka panjang. Dengan terus menahan teknologi chip, Amerika justru memberi alasan bagi China untuk mempercepat pengembangan teknologi dalam negeri.


Strategi China: Swasembada Chip dan Dukungan Pemerintah

Upaya AS selama bertahun-tahun untuk menahan kemajuan teknologi China, terutama lewat larangan akses terhadap teknologi chip mutakhir, ternyata memicu semangat baru di Negeri Tirai Bambu. Pemerintah di bawah pimpinan Xi Jinping terus mendukung proyek swasembada teknologi dengan pendanaan besar dan regulasi pro-industri.

Perusahaan seperti Huawei kini bergerak cepat untuk mengembangkan chip buatan sendiri. Meskipun secara teknologi masih berada satu langkah di belakang AS, Huawei tidak menutup mata atas kekurangannya. CEO Huawei, Ren Zhengfei, bahkan secara terbuka mengakui bahwa teknologi mereka memang belum sebanding dengan AS.

“Amerika terlalu membesar-besarkan kemampuan Huawei. Kami belum sehebat itu. Kami masih harus bekerja keras untuk mengejar mereka,” kata Ren dalam wawancara dengan People's Daily, media resmi pemerintah China.


Kekhawatiran Huang: Dunia Bisa Berpaling ke Teknologi China

Huang tidak hanya menyuarakan keresahan soal dampak teknologi, tapi juga mengangkat masalah dampak geopolitik yang lebih luas. Ia menyebut bahwa membatasi ekspor chip AI akan mengisolasi para peneliti AI dari China, yang jumlahnya sangat besar. Padahal, talenta-talenta ini memegang peran vital dalam perkembangan teknologi global.

“Jika kita ingin teknologi Amerika tetap unggul secara global, maka menyingkirkan 50% peneliti AI dunia bukanlah langkah cerdas,” tegas Huang.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya berpikir jangka panjang dalam merancang kebijakan. Langkah cepat hari ini bisa menyebabkan konsekuensi serius di masa depan, terutama jika China berhasil membangun ekosistem teknologi mandiri dan mengungguli AS.


AS Serius Batasi Akses: Dari Chip hingga Visa Mahasiswa

Bulan lalu, Gedung Putih kembali memperketat langkahnya terhadap China. Pemerintah AS menyatakan akan mencabut visa mahasiswa asal China, terutama mereka yang mengambil jurusan strategis seperti teknik, AI, dan sains data. Langkah ini menjadi bagian dari strategi luas AS untuk mencegah transfer teknologi strategis ke China.

Tak hanya itu, AS juga mengimbau negara-negara sekutunya untuk tidak menggunakan chip buatan Huawei dan perusahaan teknologi China lainnya. Beijing menuduh langkah ini sebagai bentuk sabotase diplomatik dan merusak perundingan dagang yang sedang berlangsung.


Huang: Saya Percaya Strategi Trump

Menariknya, dalam pernyataannya Huang juga menyebut bahwa ia percaya pada strategi yang dijalankan oleh mantan Presiden Donald Trump. Menurut Huang, peran Trump dalam memahami teknologi dan dinamika industri chip tidak bisa dianggap remeh.

“Saya bertugas memberi informasi kepada pemerintahan Trump tentang seluk-beluk teknologi dan ekosistem industri. Trump tahu apa yang dia lakukan, dan saya percaya padanya. Kami akan mendukungnya sebaik mungkin,” ucap Huang.


Kesimpulan: Persaingan AI Bukan Sekadar Perang Teknologi, Tapi Juga Perang Strategi

Pernyataan CEO Nvidia menjadi pengingat penting bahwa persaingan antara AS dan China bukan hanya soal teknologi, tapi soal visi dan strategi jangka panjang. Ketika AS memilih untuk membatasi akses, China justru memperkuat barisan dan mulai membangun dari dalam.

Pertanyaan besarnya kini adalah: apakah AS siap dengan konsekuensi dari kebijakan isolatif ini? Dan apakah dunia akan tetap memilih teknologi Amerika, atau beralih ke alternatif buatan China yang terus tumbuh?

Yang jelas, perlombaan teknologi ini belum berakhir—dan masa depan AI global mungkin akan ditentukan oleh kebijakan hari ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved