Sumber foto: iStock

Perbandingan Biaya Operasional Starlink dan Operator Seluler di Indonesia

Tanggal: 21 Jun 2024 17:56 wib.
Pengeluaran untuk operasional Starlink di Indonesia ternyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan para operator seluler lokal. Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo mengungkapkan bahwa Starlink, yang dimiliki oleh Elon Musk, hanya berinvestasi sebesar Rp 30 miliar di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih minimal jika dibandingkan dengan raksasa teknologi seperti Apple dan Microsoft yang juga berinvestasi di Indonesia.

Di sisi lain, operator seluler Indonesia mengeluarkan besar investasi dalam hal penggelaran jaringan fiber optik, pembangunan menara telekomunikasi, dan pembuatan perangkat telekomunikasi. Investasi ini ketika digabungkan mencapai angka yang mengesankan, yakni sekitar Rp 21,1 triliun pada 2023.

Agung mengomentari bahwa nilai investasi Starlink tidak sebanding jika dibandingkan dengan situasi di mana perusahaan telekomunikasi tutup atau investor telekomunikasi kabur dari Indonesia. Beliau juga menegaskan bahwa ini bukanlah prestasi yang layak dibanggakan.

Adapun biaya regulatory charges yang dibebankan pada Starlink mencapai maksimal Rp 2 miliar per tahun untuk satu unit satelit. Biaya ini didasarkan pada BHP izin stasiun radio (ISR) yang telah diperoleh Starlink. Meskipun begitu, Agung mempertanyakan mengapa Starlink hanya dikenakan biaya berdasarkan jumlah satelit yang digunakan, tanpa memperhitungkan seberapa banyak sinyal internet yang disediakannya.

Menurut Agung, hal ini harus diubah untuk meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi, serta menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Sebagai informasi, operator seluler di Indonesia membayar biaya BHP izin pita frekuensi radio (IPFR) sebesar Rp 21,1 triliun pada tahun 2023.

Agung juga menyatakan bahwa jika Starlink nantinya menyelenggarakan direct to cell, pemerintah seharusnya dapat mengenakan biaya BHP IPFR pada Starlink sesuai dengan yang dikenakan pada operator seluler.

Dalam hal ini, perbandingan biaya operasional antara Starlink dan operator seluler di Indonesia begitu jelas terjadi. Starlink dengan investasi yang relatif kecil dan biaya regulatory yang terbatas, membawa dampak terhadap negosiasi atas biaya operasional yang seharusnya seimbang dengan operator seluler yang memiliki investasi besar dalam infrastruktur telekomunikasi.

Ketidakseimbangan ini juga menimbulkan pertanyaan terhadap keadilan pajak dan kontribusi pada PNBP. Apakah sistem perpajakan dan biaya operasional yang saat ini berlaku sudah mampu menjaga keadilan dan kesetaraan antara pemain global seperti Starlink dengan pemain lokal seperti operator seluler?

Sebagai negara dengan potensi pengembangan teknologi dan pasar telekomunikasi yang besar, Indonesia perlu memperhatikan hal ini untuk menghadirkan keadilan dan kesempatan yang setara bagi semua pelaku industri telekomunikasi.

Dalam menghadapi perkembangan teknologi dan pasar global, pemerintah memiliki peran penting untuk menetapkan regulasi yang adil dan seimbang. Selain itu, penerapan prinsip-prinsip pajak yang seimbang dan berkeadilan juga sangat diperlukan demi menjaga keadilan dan meningkatkan kontribusi PNBP secara adil dari setiap pemain di industri telekomunikasi.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved