Pembatasan Gratis Ongkir: Strategi Baru Pemerintah untuk Selamatkan UMKM atau Hambatan bagi Konsumen?
Tanggal: 24 Mei 2025 18:27 wib.
Menteri Perdagangan Budi Santoso akhirnya angkat bicara mengenai aturan terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang membatasi program gratis ongkir hanya boleh berlangsung selama tiga hari dalam sebulan. Kebijakan ini menjadi perbincangan hangat dan memicu pro-kontra, terutama di kalangan konsumen yang selama ini menikmati layanan gratis ongkir tanpa batas dari berbagai platform digital.
Meski menuai kritik, Budi menegaskan bahwa pembatasan tersebut merupakan langkah penting demi menciptakan pasar yang lebih sehat dan adil. Terutama, aturan ini dirancang untuk memberikan perlindungan dan ruang tumbuh bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini menghadapi tantangan berat dalam bersaing dengan perusahaan besar dan platform digital yang mampu memberikan subsidi besar-besaran.
Menurut Budi, tujuan utama pembatasan ini adalah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Ia menegaskan bahwa pemerintah sangat memperhatikan kedua pihak tersebut agar tidak ada yang dirugikan dalam ekosistem bisnis digital yang berkembang pesat. "Kami ingin memastikan pasar itu sehat, tidak timpang sebelah," ujar Budi saat ditemui di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada Senin, 19 Mei 2025.
Pentingnya peran UMKM dalam ekonomi nasional juga menjadi alasan kuat dibalik kebijakan ini. UMKM disebut-sebut sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, sehingga memberikan ruang yang adil bagi mereka untuk bersaing menjadi prioritas. Pasalnya, selama ini platform digital besar sering kali memberikan subsidi ongkir tanpa batas yang membuat para pelaku UMKM sulit bersaing secara sehat.
Budi juga menambahkan bahwa pembatasan program gratis ongkir ini bukanlah satu-satunya langkah yang akan diambil pemerintah. Pemerintah berencana melakukan kajian dan menerapkan berbagai instrumen kebijakan lain untuk menjaga ekosistem perdagangan daring yang seimbang dan berkelanjutan di Indonesia. "Kebijakan ini hanyalah bagian dari instrumen yang kami gunakan untuk menjaga pasar," tegasnya.
Aturan ini sendiri tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur layanan pos komersial dan membatasi durasi program diskon biaya pengiriman dari kurir atau layanan logistik. Menurut Direktur Jenderal Ekosistem Digital Edwin Hidayat Abdullah, yang berbicara dalam pernyataan resmi pada 17 Mei 2025, aturan ini tidak mengatur subsidi gratis ongkir dari e-commerce, melainkan hanya diskon yang diberikan langsung oleh kurir.
Edwin menjelaskan bahwa diskon ongkir yang diberikan oleh kurir di aplikasi atau loket layanan mereka dibatasi hanya boleh berlangsung maksimal tiga hari dalam sebulan. Hal ini berlaku untuk potongan harga yang membuat biaya pengiriman di bawah ongkos sebenarnya, termasuk biaya kurir, angkutan antarkota, penyortiran, dan layanan pendukung lainnya.
Menurutnya, jika diskon ini terus-menerus diberikan tanpa batas, dampaknya bisa sangat merugikan semua pihak. Kurir bisa menerima bayaran yang rendah, perusahaan penyedia layanan logistik mengalami kerugian, dan akhirnya kualitas layanan dapat menurun drastis. Oleh sebab itu, Komdigi mengambil langkah ini untuk menjaga keberlanjutan ekosistem layanan pengiriman yang sehat dan adil.
Meski aturan ini membatasi diskon dari kurir, konsumen tetap dapat menikmati gratis ongkir yang diberikan oleh e-commerce sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Pemerintah tidak ikut mengatur kebijakan promosi yang berasal dari platform e-commerce tersebut. "Subsidi ongkir dari e-commerce adalah hak mereka dan kami tidak mengaturnya," jelas Edwin.
Respons publik terkait aturan ini beragam. Sebagian konsumen merasa dirugikan karena kebiasaan menikmati gratis ongkir secara luas menjadi terbatas. Namun, di sisi lain, pelaku UMKM dan beberapa pengamat bisnis mendukung kebijakan ini sebagai langkah tepat untuk menyelamatkan bisnis kecil yang selama ini terdesak oleh dominasi platform besar.
Para ahli menilai bahwa pembatasan subsidi ongkir dari kurir akan mengurangi praktik predatory pricing di pasar digital. Subsidi yang tak terkendali selama ini menyebabkan distorsi harga yang merugikan pelaku usaha kecil dan menengah. Dengan aturan ini, UMKM bisa mendapatkan kesempatan yang lebih adil untuk bersaing dan berkembang tanpa harus bersaing pada harga yang terlalu rendah akibat subsidi besar-besaran.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat memacu inovasi dan peningkatan kualitas layanan dari penyedia jasa pengiriman karena mereka tidak lagi harus menanggung kerugian akibat subsidi ongkir yang terus-menerus. Kondisi pasar yang lebih sehat juga akan memudahkan pemerintah dalam mengawasi dan mengatur ekosistem bisnis digital yang kian kompleks.
Namun demikian, pemerintah juga harus memperhatikan keseimbangan agar konsumen tidak terlalu terbebani oleh biaya pengiriman. Karena bagi banyak pengguna, gratis ongkir atau diskon ongkir merupakan salah satu alasan utama dalam memilih berbelanja online. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya langkah pendukung seperti edukasi konsumen dan pengembangan layanan logistik yang efisien agar beban biaya tidak terlalu berat.