Sumber foto: iStock

Pasar Streaming Indonesia Tembus Rp9 Triliun, tapi Pembajakan Masih Jadi Musuh Besar

Tanggal: 23 Jun 2025 11:48 wib.
Indonesia kini menjadi pasar terbesar layanan streaming video premium (SVOD) di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan pesat industri ini dibuktikan dengan nilai pendapatan yang menembus angka US$552 juta atau sekitar Rp9 triliun sepanjang 2024, menjadikan Tanah Air sebagai kiblat baru bagi layanan digital berbasis langganan seperti Netflix, Disney+, hingga Vidio.

Hal ini disampaikan langsung oleh Agustini Rahayu, Deputi Bidang Kreativitas Media dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam forum US Business For Indonesia: Creative Economy Forum yang digelar di Jakarta pada Selasa (17/6/2025).

Menurut Agustini, lonjakan ini tak lepas dari peningkatan konsumsi konten digital oleh masyarakat Indonesia, terutama sejak masa pandemi. Masyarakat semakin terbiasa mengakses hiburan melalui platform digital berbayar yang menawarkan kenyamanan, kebebasan memilih tontonan, serta kualitas audio visual tinggi.


Potensi Pertumbuhan Masih Terbuka Lebar

Dalam paparannya, Agustini menjelaskan bahwa penetrasi pengguna SVOD di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 8,4%, dan angka ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 10% pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pertumbuhan industri streaming di Indonesia masih sangat besar, mengingat jumlah pengguna internet dan smartphone yang terus meningkat.

"Indonesia adalah pasar yang potensial, baik dari sisi demografi maupun teknologi. Konten digital menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat, dan SVOD menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut," ujarnya.


Ancaman Pembajakan Masih Membayangi

Namun, di balik angka-angka yang mengesankan, ancaman pembajakan dan pelanggaran hak kekayaan intelektual (IP) menjadi tantangan serius yang tak bisa diabaikan. Salah satu contoh nyata adalah kasus kebocoran film lokal berjudul Jumbo yang sempat tersebar di situs ilegal seminggu sebelum tayang resmi di bioskop.

Agustini menyebutkan bahwa konten film tersebut bahkan diperjualbelikan secara online dengan harga Rp15 juta, dan langsung menjadi sorotan publik serta industri film. Menyadari urgensinya, pihaknya segera berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menindak tegas dan menutup akses platform ilegal tersebut.

"Langkah cepat ini menjadi bukti bahwa kami sangat serius dalam melindungi kekayaan intelektual para pelaku industri kreatif," tegasnya.

Hasilnya cukup menggembirakan. Setelah kejadian tersebut, film Jumbo tetap mampu menarik lebih dari 10 juta penonton dalam 60 hari penayangannya di bioskop, membuktikan bahwa dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat bisa menyelamatkan karya kreatif lokal.


Kolaborasi Jadi Kunci

Pemerintah menyadari bahwa perlindungan terhadap konten digital tidak bisa dilakukan secara sepihak. Oleh karena itu, Kemenparekraf terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk platform OTT lokal, asosiasi film, serta komunitas kreatif, untuk menciptakan sistem pengawasan dan perlindungan yang lebih solid.

Meskipun regulasi kekayaan intelektual secara formal masih berada di bawah kewenangan kementerian lain, Kemenparekraf berperan aktif sebagai jembatan komunikasi antara pelaku industri dengan regulator. Agustini menegaskan bahwa pihaknya mendengar langsung aspirasi dan keluhan pelaku industri, lalu membawanya dalam forum lintas kementerian untuk mencari solusi konkret.

"Saat ini kami berfokus menjadi fasilitator kebutuhan industri kreatif, memastikan suara mereka terdengar dan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang," ungkapnya.


Dukungan Terhadap Konten Lokal

Tak hanya soal perlindungan, pemerintah juga mendorong pertumbuhan konten lokal yang berkualitas, termasuk dalam bentuk kolaborasi produksi, promosi, hingga lisensi dengan berbagai platform streaming. Menurut Agustini, karya kreatif dari Indonesia kini mulai dilirik oleh pasar internasional, bahkan menjadi bagian dari katalog utama platform global seperti Netflix dan Disney+.

Langkah ini diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif secara menyeluruh, bukan hanya untuk pelaku film, tetapi juga sektor-sektor pendukung seperti pariwisata, fesyen, teknologi, dan pendidikan.


Indonesia sebagai Pemain Utama SVOD di Asia Tenggara

Dengan pertumbuhan pengguna yang signifikan, potensi pasar yang besar, serta ekosistem yang semakin matang, Indonesia kini berada di posisi strategis dalam peta persaingan layanan streaming di Asia Tenggara. Hal ini memberi peluang besar bagi pelaku industri kreatif lokal untuk tampil di panggung global, sekaligus menarik lebih banyak investasi dan kerja sama dari luar negeri.

Meski tantangan seperti pembajakan dan kurangnya edukasi IP masih menjadi hambatan, langkah-langkah proaktif pemerintah dan kolaborasi lintas sektor memberikan sinyal positif bagi masa depan industri streaming dan konten digital di Indonesia.

Industri SVOD di Indonesia sedang menikmati masa keemasannya. Pendapatan miliaran dolar dan pertumbuhan jumlah pengguna menunjukkan bahwa masyarakat telah beralih ke gaya hidup digital yang mengandalkan layanan streaming. Namun, untuk menjaga momentum ini, perlindungan terhadap kekayaan intelektual dan dukungan terhadap konten lokal harus diperkuat. Dengan strategi kolaboratif dan keberpihakan terhadap pelaku industri, Indonesia bisa menjadi pusat kekuatan baru dalam ekonomi kreatif digital di Asia.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved