OpenAI Dapat Proyek Raksasa Rp3,2 Triliun dari Pemerintahan Trump, Ada Apa di Baliknya?
Tanggal: 23 Jun 2025 11:49 wib.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah menggelontorkan dana jumbo senilai US$200 juta atau setara Rp3,2 triliun kepada OpenAI, perusahaan teknologi di balik ChatGPT. Proyek bernilai fantastis ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) demi memperkuat sistem pertahanan dan keamanan nasional AS.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Departemen Pertahanan AS (Pentagon) pada Senin (16/6), kerja sama ini disebut sebagai langkah strategis untuk memperkuat kemampuan militer dan organisasi pemerintah menghadapi tantangan di era digital.
"[OpenAI] akan membangun prototipe teknologi AI canggih untuk menjawab kebutuhan keamanan nasional, baik dalam konteks militer maupun sektor publik lainnya," ungkap Pentagon seperti dikutip Reuters, Selasa (17/6/2025).
Proyek Besar, Lokasi Strategis
Pentagon menyebutkan bahwa pengerjaan proyek ini akan terfokus di wilayah Washington dan sekitarnya, dengan target penyelesaian pada Juli 2026. Langkah ini dipandang sebagai respons cepat dari pemerintah terhadap meningkatnya kompetisi global di bidang AI serta tekanan geopolitik yang terus berubah.
Di sisi lain, OpenAI kini sedang berada dalam masa kejayaan. Pada Juni 2025, perusahaan yang dipimpin oleh Sam Altman tersebut mencatatkan lonjakan pendapatan hingga US$10 miliar atau sekitar Rp162 triliun, seiring dengan semakin luasnya adopsi teknologi AI di berbagai sektor, termasuk pendidikan, bisnis, dan layanan publik.
AI Jadi Senjata Strategis Amerika
OpenAI bukan sekadar perusahaan rintisan. Saat ini, ChatGPT dan produk AI lainnya telah digunakan oleh lebih dari 500 juta pengguna aktif setiap minggu, menurut data dari akhir Maret 2025. Ini menjadikan OpenAI sebagai salah satu pemain kunci dalam ekosistem teknologi global.
Pemerintah AS melalui Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih juga baru-baru ini mengeluarkan panduan resmi bagi lembaga-lembaga federal untuk memanfaatkan potensi besar teknologi AI dengan memastikan dampaknya bersifat inklusif dan kompetitif. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya dominasi AI di tangan negara sendiri, bukan pihak asing.
OpenAI, Trump, dan Bayang-bayang Elon Musk
Yang menarik dari proyek ini adalah latar belakang politik dan dinamika personal yang turut melatarbelakangi penunjukan OpenAI sebagai mitra pemerintah. Beberapa bulan sebelumnya, Elon Musk, salah satu pendiri OpenAI sekaligus pendukung vokal Donald Trump, mundur dari jabatan sebagai Kepala Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE) serta penasihat khusus presiden.
Musk dikenal sebagai donatur besar dalam kampanye Pilpres Trump 2024, di mana ia menyumbangkan dana sebesar US$300 juta, selain menggunakan platform media sosial X (sebelumnya Twitter) untuk menyebarkan pesan-pesan yang menguntungkan Trump. Awalnya, hubungan keduanya terlihat sangat erat dan saling menguntungkan. Namun, hubungan itu memanas akibat perbedaan pandangan soal kebijakan fiskal dan arah pembangunan nasional.
Konflik Musk dengan OpenAI
Tak berhenti di situ, Elon Musk juga tengah terlibat sengketa hukum dengan OpenAI, perusahaan yang dulu ia bantu dirikan. Musk menuduh CEO OpenAI, Sam Altman, telah mengkhianati misi awal organisasi dengan menjadikan OpenAI sebagai entitas komersial demi keuntungan semata.
Bahkan, Musk dilaporkan sempat mengajukan tawaran untuk membeli kembali OpenAI. Namun, tawaran itu ditolak secara tegas oleh pihak manajemen. Perseteruan ini turut mewarnai suasana politik dan teknologi di AS, mengingat keduanya adalah tokoh penting dalam revolusi AI global.
Dana Jumbo dan Kepentingan Strategis
Meskipun tengah diterpa berbagai isu dan konflik internal, OpenAI tetap menjadi pilihan utama dalam proyek vital pemerintah. Penunjukan ini menunjukkan bahwa kompetensi teknis dan daya inovasi perusahaan lebih dikedepankan daripada dinamika pribadi.
Bagi pemerintahan Trump, keberhasilan proyek ini akan menjadi bukti nyata komitmen mereka untuk mempertahankan posisi AS sebagai pemimpin dunia dalam teknologi mutakhir, terutama dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Menuju Masa Depan AI yang Didominasi Negara
Rencana pengembangan AI oleh OpenAI di bawah naungan pemerintah juga mencerminkan pergeseran paradigma: dari teknologi yang bersifat netral menjadi alat geopolitik dan pertahanan nasional. Pemerintah kini menyadari bahwa AI bukan hanya alat bantu, melainkan senjata strategis.
Kontrak OpenAI menjadi salah satu contoh bagaimana negara-negara besar berupaya mengamankan aset teknologi dalam negeri, serta mempersiapkan sistem pertahanan siber dan fisik berbasis AI untuk menghadapi ancaman masa depan.
Pemberian proyek senilai Rp3,2 triliun kepada OpenAI bukan hanya soal bisnis teknologi, tetapi juga menyangkut kepentingan politik, strategi militer, dan dominasi global. Dengan proyek ini, Amerika Serikat menegaskan posisinya bahwa masa depan teknologi AI harus berada dalam kendali mereka—dan OpenAI kini menjadi ujung tombaknya.