Sumber foto: iStock

Nvidia di Persimpangan: Krisis Chip, Blokir AS, dan Masa Depan Pasar AI China yang Genting

Tanggal: 1 Jun 2025 10:14 wib.
Nvidia, perusahaan chip ternama asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai raja di industrinya, tengah menghadapi tantangan besar di tahun 2025. Setelah lama menikmati pencapaian luar biasa dengan rekor pendapatan dan kenaikan harga saham yang spektakuler, saat ini tanda-tanda kejatuhan mulai terlihat jelas. Sepanjang tahun ini, saham Nvidia sudah mengalami penurunan lebih dari 2%, menandakan adanya tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi perusahaan yang didirikan oleh Jensen Huang ini.

Pada Rabu (28/5/2025) waktu setempat, Nvidia dijadwalkan melaporkan kinerja keuangannya. Para analis mengantisipasi adanya perlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh tekanan dari pemerintah Amerika Serikat, khususnya kebijakan ketat ekspor chip yang diterapkan oleh mantan Presiden Donald Trump. Kebijakan ini semakin diperketat bulan lalu dengan larangan pengiriman chip canggih Nvidia tipe H20 ke China, yang selama ini menjadi pasar penting bagi perusahaan.

Chip H20 sendiri didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan pasar China yang tumbuh pesat, terutama dalam pengembangan sistem kecerdasan buatan (AI). Langkah keras pemerintahan Joe Biden yang melarang pengiriman chip canggih ke negara yang disebut sebagai “musuh” AS ini sebenarnya sudah membatasi Nvidia. Namun, larangan terbaru dari Trump semakin memperparah situasi. Jensen Huang bahkan mengungkapkan bahwa pembatasan ini memaksa perusahaan untuk menanggung biaya tambahan sebesar US$5,5 miliar.

Huang beberapa kali menegaskan bahwa pembatasan ekspor ini justru akan merugikan Amerika Serikat dalam jangka panjang. Pasalnya, langkah tersebut hanya mendorong China untuk lebih mandiri dalam mengembangkan teknologi chipnya sendiri. Dengan kata lain, memblokir pasokan chip canggih ke China justru bisa memperkuat posisi kompetitor di pasar global, yang dalam hal ini adalah negara tirai bambu tersebut.

Sang CEO Nvidia juga mengungkapkan bahwa pasar chip AI di China diprediksi akan mencapai nilai fantastis, yakni sekitar US$50 miliar pada tahun depan. Karena itu, Nvidia diperkirakan kehilangan potensi pendapatan hingga US$15 miliar akibat larangan ekspor terbaru tersebut. Ini menjadi pukulan besar bagi perusahaan yang pada tahun lalu mengandalkan pasar China yang menyumbang sekitar 13% dari total pendapatannya. Menariknya, sepanjang tahun lalu Nvidia hanya berhasil menjual satu jenis chip ke China, yaitu H20.

Menjelang laporan keuangan yang dinanti-nanti, analis Wedbush memberikan sorotan penting mengenai masa depan Nvidia. Mereka mempertanyakan apakah Nvidia mampu meningkatkan penjualan di sektor lain guna menutupi kerugian yang diakibatkan oleh penurunan bisnis chip H20 di China. Pertanyaan ini menjadi krusial mengingat pasar China adalah salah satu faktor terbesar yang memengaruhi kinerja perusahaan.

Beberapa sumber menyebutkan kepada Reuters bahwa Nvidia tengah mempersiapkan peluncuran chipset AI baru yang akan ditujukan untuk pasar China. Chipset ini akan didasarkan pada arsitektur Blackwell terbaru yang merupakan generasi penerus teknologi Nvidia. Namun, pihak Nvidia juga mengatakan bahwa chip yang akan dikembangkan untuk China kemungkinan akan memiliki spesifikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan H20, sebagai bentuk penyesuaian terhadap regulasi yang ada.

Gil Luria, analis dari D.A. Davidson, menegaskan bahwa China kemungkinan akan menjadi faktor paling dominan yang menentukan hasil kuartal Nvidia ke depan. Proyeksi menunjukkan bahwa Nvidia akan melaporkan pendapatan kuartal pertama tahun ini melonjak hingga 66,2% menjadi sekitar US$43,28 miliar, menurut data dari LSEG. Meski demikian, tantangan yang dihadapi selama tiga minggu terakhir kuartal April, akibat pembatasan ekspor, diperkirakan telah menyebabkan kerugian penjualan sekitar US$1 miliar.

Untuk sisa tahun ini, para analis memprediksi bahwa kerugian pendapatan bisa mencapai US$4,5 miliar per kuartal akibat pembatasan yang masih berlaku. Perkiraan ini disampaikan oleh analis dari Susquehanna, sementara Wedbush memprediksi kerugian kuartalan bisa berada pada kisaran US$3 miliar hingga US$4 miliar. Mereka juga memperkirakan margin kotor yang disesuaikan akan turun secara signifikan, sekitar 11 poin persentase, menjadi sekitar 67,7%.

Penurunan margin ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya pengiriman chip H20 ke China yang memakan margin keuntungan. Wedbush menambahkan bahwa penurunan nilai margin kotor bisa mencapai 12,5% terkait dengan dampak langsung dari larangan ekspor tersebut.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved