Sumber foto: iStock

Nvidia Cari Celah: Chip AI Murah Siap Diluncurkan untuk Lawan Blokade Teknologi AS ke China

Tanggal: 28 Mei 2025 11:27 wib.
Dalam upaya keluar dari tekanan kebijakan ekspor teknologi yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump, Nvidia tengah mempersiapkan langkah strategis baru. Raksasa teknologi asal AS ini dikabarkan akan merilis chipset kecerdasan buatan (AI) terbaru yang memiliki harga lebih murah dan spesifikasi lebih ringan dibandingkan produk sebelumnya. Chip ini dirancang agar bisa menyesuaikan diri dengan aturan pembatasan ekspor teknologi AS yang saat ini melarang penjualan chip canggih ke China.

Informasi ini pertama kali diungkap oleh sumber yang dikutip oleh Reuters pada Selasa, 27 Mei 2025. Menurut sumber tersebut, chip baru ini kemungkinan besar akan mulai diproduksi secepatnya pada bulan Juni mendatang. Langkah ini menjadi upaya Nvidia untuk mempertahankan posisinya di pasar teknologi China yang sangat menguntungkan, meski terus dibatasi oleh regulasi geopolitik.

Berbeda dengan chip AI H20 milik Nvidia yang sebelumnya telah dilarang untuk diekspor ke China, chip baru ini akan hadir dengan banderol harga yang lebih terjangkau. Bila H20 sebelumnya dipasarkan dalam kisaran US$10.000 hingga US$12.000, maka chip anyar ini diperkirakan akan dijual di kisaran harga antara US$6.500 hingga US$8.000. Penyesuaian harga ini merupakan bagian dari strategi untuk tetap bisa bersaing di pasar China yang kini berada dalam tekanan akibat ketegangan dagang dengan AS.

Spesifikasi dan Pendekatan Teknologi yang Diubah

Nvidia kabarnya akan menggunakan RTX Pro 6000D sebagai dasar dari chip server yang baru ini. Namun, alih-alih menyematkan teknologi memori paling mutakhir seperti HBM, perusahaan justru memilih GDDR7—sebuah opsi yang lebih murah namun tetap mumpuni untuk kebutuhan pemrosesan AI tingkat menengah.

Salah satu perubahan besar lainnya adalah keputusan Nvidia untuk tidak lagi menggunakan teknologi Chip on Wafer on Substrate (CoWoS) yang sebelumnya dipasok oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC). CoWoS dikenal sebagai teknologi kemasan chip canggih yang memberikan efisiensi tinggi, namun juga sangat rentan terhadap kontrol ekspor dan biaya produksi yang mahal. Penghapusan teknologi ini merupakan bagian dari langkah adaptif Nvidia agar chip tersebut dapat lolos dari larangan ekspor.

Juru bicara Nvidia menjelaskan bahwa perusahaan tengah mengevaluasi berbagai alternatif untuk terus melayani pasar China tanpa melanggar ketentuan ekspor yang berlaku. Sampai mereka menemukan desain chip baru yang sepenuhnya mematuhi aturan dari pemerintah AS dan mendapatkan persetujuan, Nvidia menyadari bahwa mereka tidak dapat bersaing di pasar pusat data China yang nilainya mencapai US$50 miliar.

TSMC Bungkam, Nvidia Berpacu dengan Waktu

Sementara itu, TSMC, sebagai mitra manufaktur chip utama Nvidia, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait upaya Nvidia mengubah pendekatan teknologi mereka. Namun, tekanan terhadap kedua perusahaan sangat jelas. Dengan pasar yang begitu besar seperti China, setiap keputusan strategi dan desain chip sangat menentukan kelangsungan bisnis mereka ke depan.

Sumber Reuters menyebutkan bahwa pada awalnya Nvidia berencana untuk merilis versi lebih ringan dari chip H20. Namun rencana itu gagal karena tetap dianggap terlalu canggih dan melanggar batasan ekspor dari Departemen Perdagangan AS. Kini, dengan desain chip baru yang lebih sederhana namun tetap kompetitif, Nvidia berharap bisa menjembatani kebutuhan pasar dengan regulasi yang membelenggu.

Dampak Besar Bagi Nvidia dan Masa Depan Teknologi AI

Pembatasan ekspor teknologi AS ke China jelas memberikan dampak besar terhadap Nvidia. Perusahaan ini telah tiga kali harus menyesuaikan desain GPU mereka hanya agar bisa tetap menjual produk ke China. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pasar tersebut bagi kelangsungan bisnis Nvidia, terutama di sektor AI dan data center.

Data penjualan tahun lalu mengungkapkan bahwa China menyumbang sekitar 13% dari total penjualan Nvidia. Ini menandakan bahwa kehilangan akses ke pasar ini bisa menjadi pukulan serius. Terlebih lagi, kebutuhan akan chip AI terus meningkat, dan China merupakan salah satu negara yang paling agresif dalam mengembangkan ekosistem teknologi berbasis kecerdasan buatan.

Situasi geopolitik antara AS dan China memang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Namun perusahaan seperti Nvidia tampaknya tidak tinggal diam. Dengan menghadirkan chip AI yang lebih murah dan spesifikasi yang masih layak untuk berbagai kebutuhan, Nvidia mencoba bertahan di tengah tekanan regulasi sambil tetap memenuhi kebutuhan teknologi di pasar global.

Langkah Nvidia ini bukan hanya soal penyesuaian bisnis semata, tetapi juga cermin dari bagaimana industri teknologi tinggi harus mampu berinovasi di tengah tantangan politik dan perdagangan internasional. Persaingan semacam ini bisa jadi akan membentuk lanskap baru dalam pengembangan dan distribusi teknologi AI dunia dalam beberapa tahun ke depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved